“Siapa yang Anda ingat dari teman sekolah Anda dulu?”, kata seseorang di radio yang saya tak ingat namanya tapi dari logat bicaranya sangat jelas bergenre java medokensis. Umumnya teman yang diingat itu katanya adalah teman yang paling pintar, yang paling bengal, yang paling cantik/ganteng, yang paling heboh, dan yang paling-paling lainnya. Memori manusia itu lebih mudah menangkap titik-titik ekstrim dari pengalaman yang dilaluinya. Kalau yang berada di area “sedang-sedang” saja, ya mesti berjuang sedikit lebih keras supaya masih bisa terpajang di memory temannya itu atau perlu ada pemicu tertentu untuk dapat mengingatnya.
Selain titik-titik ekstrim tersebut, manusia juga sangat susah melupakan titik akhir dari pengalamannya dengan seseorang. Dia cerita punya teman yang sudah bersahabat dengan seseorang selama lebih dari 20 tahun, tapi kemudian akhirnya bertengkar karena suatu hal selama 3 hari. Kemudian ketika ditanya apa yang paling diingat dari mantan sahabatnya itu, ia menjawab 3 hari pertengkaran itulah yang paling diingatnya. Masa 20 tahun bersahabat itu menjadi seolah hilang dari memori karena 3 hari di ujung akhir pengalamannya itu.
Saya kemudian berfikir bahwa sepertinya karakteristik ingatan manusia ini yang kemudian diterapkan orang dalam berbisnis. Bagaimana membuat produk/jasa yang dijualnya senantiasa berada dalam titik ekstrim ingatan manusia, menjadi “top of mind”. Program-program pemasaran produk yang baik selalu berusaha menjaga agar produknya selalu pada puncak ingatan para target pelanggannya. Gimana ketika orang sakit flu, selalu yang teringat pertama adalah panadol/decolgen. Ingat batuk, ingat konidin. Ingat sakit kepala, ingat bodrex. Kentucky, jagonya ayam. Dan seterusnya.
Begitu juga sering kita temui setiap kita akan meninggalkan sebuah tempat, apakah itu sebuah toko, rumah makan, kereta api, pesawat, ataupun tempat2 lainnya, mereka menerapkan prosedur standard yang tujuannya memberikan pengalaman terakhir yang menyenangkan sehingga bisa berharap nyantol di memori para pelanggannya. Dengan kata-kata yang renyah dan senyum yang manis atau setidaknya berusaha dimanis2kan. Terima kasih, kami tunggu kunjungan berikutnya. Terima kasih atas kepercayaannya menggunakan jasa kami. Terima kasih, menyenangkan dapat berbisnis dengan Anda. Atau sekedar ucapan terima kasih dengan senyuman. Atau pengalaman akhir lain yang didesain tanpa ucapan untuk membuat orang untuk “repeat order”.
Berkaitan dengan hal yang kedua ini, the end of experience, tiba2 saya jadi merinding. Tiba2 terbayang di benak saya bagaimana nanti akhir pengalaman hidup saya ini. Karena tentunya itu akan sangat menentukan nasib “bisnis” saya setelah hidup ini berakhir nanti.
Kata Dr Ali Syariati, ketika seseorang mencium bau maut, ruhnya menjadi murni, dan di saat seseorang terbujur mati, maka saat itulah dia menunjukkan dirinya yang sejati.
Dapat dipastikan, hanya orang2 yang tahu bagaimana mereka seharusnya mati sajalah yang tahu bagaimana mereka seharusnya hidup. Benar, bahwa hanya orang2 yang memandang hidup bukan sekadar adanya nafas yang naik-turun sajalah yang tidak memandang kematian sebagai sekedar tidak adanya nafas.
Kita bisa melihat bagaimana orang2 suci nan agung pada saat2 akhir menjelang akhir perjalanan hidupnya.
Sang Putra Ka’bah, Imam Ali bin Abi Thalib, secara spontan berteriak “Fuztu wa rabbi ka’bah” (demi tuhan ka’bah, sungguh aku beruntung) ketika pedang beracun Abdurrahman Ibn Muljam dipukulkan kepadanya selagi beliau sholat. Di saat2 akhir hayatnya dalam rasa sakitnya karena racun di pedang ibn Muljam itu, ia tak pernah mengeluh sedikitpun. Beliau mengumpulkan anggota keluarganya dan memberikan petuah2nya.
Dia yang berkata pada orang banyak, “Sampai kemarin saya adalah pemimpin Anda, hari ini saya menjadi sarana pelajaran bagi Anda, dan besok saya akan meninggalkan Anda. Semoga Allah mengampuni kita semua!”.
Imam meninggalkan musuh2nya hidup di dunia, namun kehidupan mereka sama dengan kehancurannya sendiri.
Kemudian bagaimana pula manusia teragung sepanjang zaman, Rasulullah SAW pada saat2 beliau menjelang akhir hayatnya. Beliau saw selalu ingat umatnya, “Ummatii...ummatiii”. Beliau saw juga terus berupaya memberikan nasehat-nasehatnya.
Diriwayatkan, pada suatu hari Ka’ab Akhbar bertanya kepada Khalifah Umar, “Apa yang dikatakan Nabi tepat menjelang wafatnya?” Khalifah Umar menunjuk kepada Ali, yang juga ada disana, seraya berkata, “Tanyakan kepadanya.”
Kemudian Ali berkata, “Sementara kepala Nabi tersandar ke bahu saya, beliau berkata, ‘Shalat, shalat!’”. Ka’ab Ahbar lalu berkata, “Ini pula cara nabi2 sebelumnya.” [Thabaqat Kubra, II, h.254, dikutip dari ar-Risalah, h.694]
Sejumlah ahli hadits mengutip kalimat terakhir yang diucapkan Nabi SAW sebelum menghembuskan nafas terakhirnya adalah, “Tidak! Dengan Sahabat Ilahi.”
Beliau saw lebih memilih menjalani kehidupan setelah dunia bersama orang2 yang disinggung dalam ayat:
“Mereka itu akan bersama2 dengan orang2 yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqiin, orang2 yang mati syahid, dan orang2 saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik2nya.”(QS: an-Nisa’:69).
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Nabi pun wafat. [A’lam al-Wara’, h.83, dikutip dari ar-Risalah, h.695].
Duhai, sungguh kesuksesan sejati jika bisa seperti beliau berdua dan orang2 yang besamanya.
Wa fuztum fauzan adziimaa..(Sungguh engkau telah menang dengan kemenangan yang besar)
Fa yaa Laitanii kuntu ma’akum, fa afuuza ma’akum fauzan adziimaa (Duhai, seandainya aku dapat bersamamu, agar aku dapat menang bersamamu dengan kemenangan yang besar)
Ya Rabb, bila hari2 kehidupan kami mulai lewat, bila batas umur kami sudah habis, dan kami sudah harus memenuhi undangan-Mu yang tak bisa ditunda2 lagi, maka isilah di akhir catatan amalan kami yang ditulis oleh malaikat pencatat dengan amalan taubat yang diterima, yang tidak lagi dipenuhi catatan dosa yang pernah kami lakukan.
Ya Allah, Janganlah Engkau membuka rahasia kami yang Engkau tutup rapat di hadapan para saksi, di suatu hari dimana seluruh catatan amal hamba-Mu sedang diperiksa.
Sesungguhnya Engkau Maha Penyayang atas mereka yang menyampaikan doa kepada-Mu. Maha Penerima jawaban atas mereka yang memanggil-Mu.
Ya Allah biha, Ya Allah biha, Ya Allah bi khusn al-Khaatimah.. [undzurilaina]