Monday, December 17, 2007

Semut & Lalat

Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar" katanya.

Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.

Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua "Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?".

"Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita" Semut kecil itu nampak
manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?".

Masih sambil berjalan dan memangggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab "Lalat itu tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama".

Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius: "Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini".

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda" [undzurilaina]

“Jalan Tikus” yang Banyak menuju “Jalan Tol” yang Satu

Dalam sebuah diskusi, saya teringat salah satu ceramah tafsir ust Quraish Syihab ketika membahas surat al-Fatihah. Ada penjelasan yang menarik ketika beliau menjelaskan kata "shirat al-mustaqim". Seperti biasa, beliau membedah kata-per-kata dan bagaimana al-Quran menggunakan kata tersebut dan yang semakna dengannya.

Beliau mengatakan, al-Quran menggunakan beberapa kata yg bermakna "jalan". Diantaranya adalah kata "shirath" dan "sabil". Ada beberapa perbedaan antara kedua kata tsb, antara lain beliau menyebutkan:
- Kata "shirat" selalu digunakan sebagai singular (tunggal). Jadi "shirat" itu selalu cuma ada satu. Sedangkan kata "sabil" bisa tunggal bisa jamak (yaitu: ”subuul”).
- Kata "shirat" selalu berkonotasi atau disandingkan dengan hal-hal yang positif (misal: shirat al-mustaqim, shirat Allah, shirat al-ladziina an'amta alaihim, dst). Sedangkan kata "sabil" bisa positif bisa negatif (misal: subuul as-Salam=jalan-jalan kedamaian, sabil at-Thaguut=jalan penguasa zalim, dst).

Kemudian beliau melanjutkan lagi, bahwa "shirat" itu dari akar katanya bermakna sesuatu yang lebar. Akar katanya dari kerongkongan, yang dimana pasti yang lewat kerongkongan adalah sesuatu yang lebih kecil. Jadi "shirat" itu adalah sesuatu yang lebar, dapat diibaratkan seperti jalan tol, lanjutnya.
Sedangkan ”sabil” diibaratkan seperti jalan-jalan lorong yg kecil. Setiap orang bisa melalui banyak jalan lorong-lorong untuk sampai kepada jalan tol yang satu tadi. Orang bisa memilih jalan lorong-lorong kecil itu asal bercirikan kedamaian (subuul as-salam).

Oleh karena itu, kita selalu berdoa ihdina as-shirat al-mustaqim , bimbing kami ke "jalan tol" yang satu itu, agar kami tidak mungkin lagi tersesat kecuali sampai di pintu keluar tol. Kalau jalan-jalan yang kecil, kami masih mungkin tersesat, dst. Beliau juga menjelaskan perbedaan makna antara "ihdina shirat al-mustaqiim" dengan kalau ditambahkan kata "ila" (ke) antara "ihdina" dengan "shirat", seperti digunakan dalam ayat al-quran yang lain. Kalau tanpa kata "ila" seperti dalam surat al-Fatihah itu yang dimaksud adalah meminta bimbingan (taufiq), bukan sekedar minta petunjuk, tapi minta dibimbing/diarahkan/diantarkan ke shirat al-mustaqiim tersebut.

Jadi intinya, orang bisa menempuh jalan-jalan tikus (baca: pendapat/madzhab) yang jumlahnya mungkin banyak asal bercirikan kedamaian. Sambil kita terus berdoa minta bimbingan (taufiq) Allah menuju jalan tol yang satu (shirat al-mustaqiim). Begitu menurut beliau secara sederhananya. Semoga kita terus mendapatkan bimbingan-Nya dengan tidak mengklaim sebagai pemilik tunggal "jalan tol" yang sangat lebar itu, padahal jelas dinyatakan bahwa banyak jalan untuk menuju ke sana. Amien. [undzurilaina]

MISS FALASI

Oleh: Muhsen Labib

Semua ayam makan kotoran
Semua manusia makan ayam
Semua manusia makan kotoran

Itulah falasi. Meski terdengar indah dan modis, ia bukankah nama seorang selebritis. Falasi berasal dari fallacia atau falaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Falasi didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’.


Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur falasi, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tdak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bias mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.

Para logikawan menyebutkan tiga kategori falasi yang sering dilakukan manusia;

Pertama, falasi formal (kengawuran bentuk), yaitu kerancuan yang terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penalaran yang benar. Ia dapat diidentifikasi dalam kasus dan kondisi sebagai berikut: 1. Apabila dalam sebuah deduksi terdapat empat terma, maka deduksi tersebut tidak valid. 2. Apabila terma premis tidak berdistribusi, namun konklusi berdistribusi. 3. Apabila terma tengah tidak terdistribusi, padahal untuk memperoleh konklusi yang benar terma sekurang-kurangnya satu kali terdistribusi. 4. Apabila konklusi dihasilkan dari dua premis negatif, padahal dari dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar.

Kedua, falasi material (kengawuran isi), yaitu kerancuan karena kekeliruan dalam menyusun isi atau materi penalaran, bukan pada bahasa atau tampilan (forma)-nya. Falasi material terjadi dalam kondisi-kondisi sebagai berikut; 1. Apabila argumentasi yang diajukan tidak tetuju persoalan yang sesungguhnya, tetapi terarah kepada pribadi yang menjadi lawan bicara. Ini disebut dengan argumen terhadap lawan bicara (agumentum ad hominem). 2. Apabila argumentasi diajukan untuk memojokkan atau mempermalukan lawan bicara. Perhatikan contoh berikut ini: “Jika anda memang seorang pembela kebenaran, maka anda pasti membenarkan pandangan saya”. “Hanya orang berakallah yang menerima pendapat kami.” Ini disebut dengan argumentum ad verecundiam. 3. Apabila argumentasi yang diajukan berdasarkan kewibawaan atau pengaruh besar seseorang, bukan berdasarkan penalaran.
Perhatikan contoh berikut ini: “Saya yakin apa yang dikatakannya, karena ia pemimpin partai besar”. Ini disebut dengan argumentum auctoritatis. 4. Apabila argumen yag diajukan berupa ancaman dan desakan lawan bicara agar menerima suatu konklusi tertentu, dengan alasan bahwa jika menolak, akan berdampak negatif terhadap dirinya. Ini disebut dengan argumentum ad misericordiam. 5. Apabila argumentasi yang diajukan demi memperoleh rasa iba dan kasihan dari lawan bicara agar diampuni. Ini disebut dengan argumentum ad populum. 6. Apabila argumentasi diajukan untuk meprovokasi dan membangkitkan emosi massa atau sekelompok orang, dengan alasan bahwa pemikiran yang melatarbelakangi program adalah demi kepentingan rakyat atau kelompok itu sendiri, agar pemkirannya diterima. Ini dikenal dengan argumentum ad misericordiam. 7. Apabila kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada karena kita tidak mengetahui apa pun juga mengenai sesuatu itu atau karena belum menemukannya, maka itulah sesat pikir. Ini disebut dengan argumentum ad ignorantiam.

Ketiga, falasi diksional, yaitu kerancuan yang terjadi karena kekeliruan dan kesalahan bahasa (baik disengaja maupun tidak). Falasi diksional terjadi dalam kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. Apabila menggunakan terma bermakna ganda (ekuivokal). 2. Apabila menggunakan terma metaforis (kata yang tidak digunakan untuk arti asalnya), seperti kata atau gelar “ujung tombak” yang diberikan kepada pemain sepakbola yang berposisi sebagai penyerang. 3. Apabila menggunakan kata yang bermakna ganda karena aksen dan mimik, seperti kata “apel” yang bila diujarkan dengan vokal tertentu berarti buah, dan bila diucapkan dengan vokal tertentu lainnya berarti “pertemuan”. 4. Apabila menggunakan kata amfibolik (yang mengundang penafsiran beragam), seperti “Ali mencintai isterinya, demikian pula saya”. Kalimat itu bisa ditafsirkan dengan dua cara: Pertama, “Ali mencintai isterinya, saya juga mencintai isterinya”. Kedua, Ali mencintai isterinya. Saya juga mencintai isteri saya”.

Sesat-pikir biasanya menimbulkan kesalahan logis. Kesalahan logis yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Generalisasi, yaitu pemberlakuan secara umum suatu atau beberapa hal atas semua hal tanpa bukti yang cukup, seperti pernyataan “semua orang batak bertabiat keras”, “semua orang yang bertubuh pendek licik”.


2. Penggunaan slogan atau semboyan yang memuat sikap emosional yang tidak objektif, seperti “pokoknya, siapapun yang menentang kebijaksanaan Presiden adalah pelaku makar!”

3. Apabila menolak suatu ide hanya karena tidak dimengerti, seperti pernyataan orang yang tidak mengerti tentang antariksa “mencapai bulan adalah mustahil” atau dengan cara bertanya, “mana mungkin manusia mencapai bulan’!!.


Ada dua pelaku falasi, yaitu pelaku yang sengaja ber-falasi (sofisme), dan pelaku yang tidak sadar berfalasi (paralogisme). Umumnya yang sengaja berfalasi adalah orang menyimpan tendensi pribadi dan lainnya. Sedangkan yang berpikir ngawur tanpa menyadarinya adalah orang yang tidak menyadari kekurangan dirinya atau kurang bertanggung-jawab terhadap setiap pendapat yang dikemukakannya.


Falasi sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
“Semua aliran dan golongan yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah adalah sesat” adalah contoh paling sempurna sebuah falasi, karena pengujar menganggap siapa saja yang tidak sama dalam menafsirkan teks ‘al-Qur’an dan teks Sunnah dengan model penafsirannya atau golongannya sama dengan tidak mengikuti al-Qur’an dan Sunnah.


Ternyata isi ‘Miss Falasi’ tak seindah namanya. (Copyright majalah ADIL)

“Islam Jawa”? May be YES, May be NO

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah diskusi yang sebenarnya cukup menarik terjadi di sebuah milis dengan subject ”Islam Jawa”. Hanya saja sayangnya diskusi tersebut berakhir secara prematur sebelum jelas duduk perkaranya. Salah seorang peserta diskusi mengajukan konsep “Islam Jawa” sebagai sebuah konsep matang penerapan Islam yang telah menemukan bentuknya di tanah Jawa. Sebelum menerima atau menolak konsep “Islam Jawa” tsb menurut saya selayaknya istilah tersebut didefinisikan dengan jelas terlebih dahulu. Sehingga setiap orang memiliki acuan yang jelas untuk mendedahnya dan mendiskusikannya lebih jauh dan kemudian menerima, menolaknya atau menerima/menolak dengan catatan.

Sepengetahuan saya, masyarakat (sosial) sebenarnya adalah kumpulan individu. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama dan hidup bersama.

Dalam salah satu ayatnya, al-Quran mengatakan:
"Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaannya." (QS. al-An'âm: 108)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap umat/masyarakat/bangsa memiliki pandangan yang khas, cara pikir yang khas dan standard yang khas pula. Setiap bangsa rnemiliki cara yang khas dalam melihat dan memahami sesuatu. Penilaian setiap bangsa didasarkan pada standard-standard khas-nya tersebut. Setiap bangsa rnemiliki seleranya sendiri. Perbuatan yang tampak baik bagi satu bangsa, mungkin tampak tidak baik bagi bangsa yang lain. Lingkungan sosial suatu bangsalah yang menentukan selera individu bangsa tersebut. Kebenaran konsep "Jawa" atau ”Batak” atau ”Arab” atau ”Badui”, dst itu tidak sepenuhnya universal, hanya betul sepenuhnya menurut standardnya Jawa. Ada sebagian yang bisa diterima secara universal (sesuai dengan fitrah manusia) dan ada yang hanya berlaku secara lokal di masyarakat yang bersangkutan saja. Sedangkan Islam adalah agama yang universal, untuk semua masyarakat, semua bangsa, semua ummat dan semua zaman.

Apalagi kalau kemudian kita melihat lebih dalam lagi, maka kita akan menemukan bahwa dalam sebuah masyarakat itu sendiri majemuk, tidak sepenuhnya homogen. Setiap individu yang menjadi bagian dari suatu masyarakat bisa setuju atau tidak setuju terhadap karakter khas dari masyarakatnya. Imam Ali bin Abi Thalib as pernah bilang: "Sesungguhnya yg membentuk sebuah masyarakat adalah tidak setuju dan setuju (sukhtu wa ridha)". Jadi setiap individu bisa menolak untuk mengikuti apa yang sudah jadi karakter atau standard yang berlaku di masyarakatnya, apabila menurutnya itu tidak baik (tidak sesuai fitrahnya). Bukankah dulu Nabi SAW memilih untuk tidak setuju thd konsep dan tradisi yang berlaku di Makkah. Ketika seseorang merasa tidak berdaya untuk menolak apa yang berlaku pada masyarakatnya, al-Quran berkata:

"Bukankah bumi Allah luas sehingga kamu dapat ke mana saja." (QS. an-Nisâ': 97)

Jadi bukan diminta untuk meleburkan prinsip-prinsip Islam yang luhur dengan budaya daerah/masyarakat tertentu. Islam itu bersifat universal, cocok untuk masyarakat manapun.

Hanya saja –ini perlu digaris-bawahi dan dicetak tebal—ketika disampaikan, diperlukan cara yang tepat (masih dalam koridor prinsip-prinsip islam baik yang bersifat umum ataupun khusus) dan disesuaikan dengan masyarakat yang akan menerima atau melaksanakannya. Mungkin diperlukan beberapa pentahapan sampai akhirnya fully comply dengan ajaran Islam sepenuhnya.

Ketika pertama kali membaca subject "Islam Jawa", saya punya dugaan bahwa yang dimaksud lebih banyak sebagai strategi dakwah Islam kepada orang "Jawa dulu", bukan sebuah "sekte/madzhab" baru. Saya mengatakan "jawa dulu", karena saat Islam mau masuk ke jawa dulu, pengaruh Hindu, Budha, Animisme, dinamisme masih sangat-sangat besar dan kuat melekat di masyarakat. Terbukti dengan adanya mega-mega proyek seperti Borobudur, Prambanan, Mendut, dan puluhan candi-candi besar nan megah lainnya. Jadi mutlak perlu cara yang tepat jitu untuk bisa mendakwahkan sesuatu yg baru kepada masyarakat seperti itu. Strategi yang berbeda dengan strategi dakwah di daerah lain seperti Padang/Aceh/Arab, misalnya. Sehingga akibat dari itu, dalam prosesnya muncullah ke-khas-an "Islam Jawa", "Islam Padang", "Islam Lombok", "Islam Banjar", dll yang walaupun dalam penampakannya pernak-perniknya bisa beragam tapi isinya diusahakan tidak bertentangan dng "Islam genuine". Kalau tidak menggunakan cara begitu, mana mungkin Islam bisa masuk ke Jawa yang sudah begitu mendarah daging keyakinannya terhadap ajaran-ajaran polytheism menjadi monotheism.

Banyak contoh-contoh unik dari strategi Islamisasi Jawa, yang memperlihatkan kecerdasan para wali songo waktu itu. Di Jawa, ada tradisi ruwahan yang masih lekat hingga kini setiap bulan syaban, yaitu tradisi ziarah ke makam orang tua, sedekahan, dll. Komponen-komponen inti yang dijadikan sedekahan itu juga dimasuki pesan-pesan tertentu, seperti kue apem (yg berasal dari kata afuwwun=setiap mau masuk puasa itu mesti bermaaf-maaf-an), kue ketan (yang berasal dari kata khoto'an=kesalahan, bersuci dari kesalahan-kesalahan yang telah lalu), dll. Terus contoh lain ada upacara seserahan di pantai selatan untuk nyi roro kidul, yang kental dengan kesyirikan, kemudian pelan-pelan dimasuki ajaran-ajaran tauhid. Sehingga ketika kirab itu yang diucapkan adalah "La ilaha illa LLah...La ilaha illa LLah...La ilaha illa LLah". Secara halus dan tak sadar mereka telah berikrar monoteism (Tidak ada Tuhan Selain Allah). Dan banyak hal-hal unik lain yang digunakan sebagai strategi dakwah Islam di tanah Jawa. Ada "ning nong ning gung", ada "sekaten/syahadatain", ada wayang, dll. Dan ternyata itu terus bergeser seiring dengan perkembangan pemahaman dan intelektual dari orang-orang Jawa. Kalau sekarang kita lihat acara-acara di kraton-kraton jawa itu sering diisi dengan tadarusan al-Quran, dll. Acara-acara yang nyleneh-nyleneh mulai dikikis karena perkembangan intelektual orang-orang Jawa. Belum lagi kalau kita lihat kultur islam di daerah-daerah lain, ada tradisi meugang di Aceh. Di Banjar, lombok mungkin lain lagi, dst. Itu dari sisi kultur geografis. Belum lagi kalau kita bicara dari sisi zamannya, sepertinya juga mesti mengikuti zamannya.

Salah satu contoh yang sangat menarik adaha bahwa thawaf sudah dilakukan orang di zaman jahiliyyah. Islam tidak menggantinya, tapi menyesuaikannya. Thawaf pada zaman jahiliyyah beragam caranya, ada yang menyembah berhala, ada yang thawaf sambil telanjang, dsb. Islam datang membersihkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, tapi tidak membuangnya.

Dalam al-Quran sering kita temukan ketika mensyariatkan sesuatu kemudian mengatakan "seperti dilakukan oleh orang-orang sebelum kamu". Jadi sepertinya al-Quran mengajarkan bahwa dalam berdakwah itu mesti juga mempertimbangkan kultur/kearifan lokal dan kearifan zamannya dengan tetap memperhatikan koridor prinsip-prinsip Islam baik yang umum ataupun yang khusus. Belakangan prinsip-prinsip seperti ini dirumuskan oleh banyak ahli sebagai konsep strategi Manajemen Perubahan. Ternyata Islam sudah mengatakannya jauh-jauh hari sebelumnya.

Jadi bagaimana dengan ”Islam Jawa”? Menurut saya, bergantung pada definisinya. Kalau didefinisikan sebagai peleburan (sinkretisme) Islam dengan budaya tanpa kecuali, maka saya akan bilang “NO”. Tapi kalau yang dimaksud adalah bahwa segala sesuatu dalam penerapannya harus mempertimbangkan kearifan lokal dan zamannya, maka saya akan bilang “YES”, memang seharusnya lah begitu. So, Islam Jawa? It’s may. May be YES, may be NO...[undzurilaina]

Thursday, December 6, 2007

Panggung Pertunjukan Annapolis


Oleh Abdillah Toha

Konferensi besar perdamaian Palestina dirancang dan diselenggarakan Amerika Serikat di Annapolis, AS, pada 27 November 2007. Hasilnya? Gagal total. Tidak lebih dari pertunjukan belaka.

Konferensi itu dihadiri hampir 52 negara dan organisasi internasional, termasuk Indonesia. Annapolis adalah sebuah kota kecil dengan penduduk kurang dari 500 ribu di Negara Bagian Maryland, dekat Washington DC.

Konferensi Annapolis tidak menghasilkan apa pun yang konkret untuk perdamaian di sana. Banyak pihak yang telah meramalkan hal itu. Sebelum berangkat, PM Israel Olmert menyatakan jangan berharap terlalu banyak dari Annapolis dan di sana nanti tidak akan ada keputusan yang bersifat spesifik. Bahkan, mungkin tidak akan ada pernyataan bersama Palestina-Israel.

Berbagai upaya melalui beberapa kali pertemuan Olmert-Abbas sebelum konferensi selalu gagal mewujudkan pernyataan bersama yang akan dijadikan referensi bagi pertemuan besar itu.

Pihak Israel menyatakan, perundingan Annapolis hanya akan "menghasilkan proses dalam rangka mewujudkan negara Palestina merdeka dengan lintas batas sementara". Entah kapan "proses perdamaian" itu akan berujung pada kesepakatan yang membawa perdamaian. Sebab, sejak era Kssinger sampai sekarang, ketika Amerika melibatkan diri dalam perundingan, selalu hanya menghasilkan "proses perdamaian", bukan perdamaian itu sendiri.

Itu semua sekarang terbukti. Annapolis hanya menghasilkan "janji" untuk melanjutkan dan menyelesaikan perundingan paling lambat sampai akhir tahun depan.

Bagaimana mungkin perundingan Annapolis mampu menghasilkan perdamaian bila tuntutan utama dan sah Palestina untuk merundingkan topik penting selalu ditolak Israel. Bahkan, sebelum pertemuan dimulai.

Israel selalu menolak berunding tentang Jerusalem Timur sebagai bagian Palestina, tidak mau merundingkan pengembalian jutaan pengungsi warga Palestina yang terusir ke luar negeri, menolak menghentikan pembangunan permukiman di daerah pendudukan. Mereka juga tidak bersedia membongkar dan menghentikan pembangunan tembok yang memisahkan warga Palestina dari keluarganya, tanah pertaniannya, dan tempat bekerjanya.

Warga Palestina saat ini seakan hidup di atas "pulau-pulau" di darat, kebebasan bergeraknya dibatasi dengan tembok pemisah, lahan yang diduduki Israel, serta pos-pos pemeriksaan yang tersebar di banyak tempat. Tanah yang awalnya milik Palestina kini diambil Israel. Pada awalnya 20 persen, kini Israel menguasai 88 persen dan sisanya, 12 persen, dibiarkan untuk warga Palestina dalam bentuk terpisah-pisah.

Panggung Politik Washington

Berbagai perundingan perdamaian sebelumnya gagal. Terakhir adalah kuartet Timur Tengah yang terdiri atas Amerika, Uni Eropa, Rusia, dan PBB. Kemungkinan tercapainya kesepakatan di Annapolis lebih diperparah oleh kenyataan bahwa kepemimpinan kedua pihak yang berunding, Olmert dan Abbas, sangat lemah. Olmert menjadi sangat lemah secara politis setelah kegagalannya mengalahkan Hizbullah dalam serangan ke Lebanon pada Juli tahun lalu.

Abbas menghadapi perpecahan, baik di tubuh faksi Fatah sendiri maupun perselisihan berdarah antara faksi Fatah dan faksi Hamas. Abbas dianggap tidak mampu mengendalikan pemerintahannya, terutama di Tepi Gaza yang saat ini sepenuhnya di bawah kendali Hamas, betapa pun Hamas terus-menerus ditekan dengan diisolisasikan dan sumber-sumber pendapatannya ditutup.

Kenyataan bahwa Hamas tidak diajak sebagai peserta konferensi itu telah menunjukkan betapa hasil konferensi, bila pun ada, akan sulit diimplementasikan.

Amerika, sebagai pemrakarsa dan penyelenggara, serta hampir seluruh peserta sadar akan semua kenyataan di atas.

Apa Motivasi AS?

Jadi, apa sebenarnya motivasi Amerika merancang pertemuan besar di Annapolis itu? Bagi Amerika dan Israel, kenyataan bahwa konferensi tersebut diselenggarakan sudah merupakan "sukses" tersendiri. Panggung politik Annapolis, sesuai perkiraan, paling banter menghasilkan "kesepakatan" bahwa Israel dan Palestina akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam perundingan mendatang. Itu ternyata benar terjadi dalam kesimpulan yang disampaikan dalam konferensi pers yang sangat buru-buru, bahkan tanpa teks yang diketik. Sementara itu, Israel akan terus menghukum dengan bom dan peluru kendali terhadap pejuang Palestina yang membangkang dan mengirim roket ke Israel.

Bush yang oleh banyak pihak, termasuk mantan Presiden Carter, dijuluki sebagai presiden terburuk dalam sejarah Amerika yang gagal total dalam politik luar negerinya sehingga sentimen anti-Amerika meluas di banyak negara, ingin menciptakan prestasi terakhir guna memperbaiki citranya sebelum akhir masa jabatannya yang tinggal setahun dengan mengumpulkan 50 negara dalam sebuah pertunjukan politik besar.

Kemungkinan lain adalah Amerika tadinya bermaksud menggunakan forum besar itu untuk mencari dukungan internasional bagi kebijakannya di Iraq yang di dalam negerinya sendiri mendapat kecaman keras dan rencananya dalam menghadapi "pembangkangan" Iran dalam soal nuklir. Agenda itu juga tidak dilanjutkan karena konferensi hanya dihadiri wakil-wakil negara pada tingkat menteri luar negeri, bukan kepala pemerintahan.


Abdillah Toha, anggota Komisi I DPR

Friday, November 30, 2007

Tiru-Tiru Kembang Waru

Alkisah, dulu warga sebuah kota kecil di kawasan Persia (Iran) punya kebiasaan untuk menggunakan toilet umum. Ada beberapa toilet umum yang tersedia di kota itu untuk kepentingan seluruh warga. Uniknya, pada setiap toilet itu penjaganya dibekali sebuah terompet. Terompet itu digunakan untuk memberi sinyal bahwa toilet sudah buka (toilet dibuka sebelum fajar). Sehingga suara terompet itulah yang ditunggu-tunggu oleh warga kota itu sebelum mereka pergi ke toilet.

Nah, suatu ketika warga dikejutkan dengan hilangnya terompet tersebut. Maka bingunglah penjaga dan seluruh warga kota itu. Penjaga toilet bingung, tanpa terompet itu bagaimana dia bisa memberi tahu ke seluruh warga kalau toilet sudah buka. Warga kota itu juga bingung, tanpa terompet itu bagaimana mereka bisa tahu kalau toilet sudah buka.

Akhirnya, semua sepakat untuk mencari ganti terompet yang hilang itu. Setelah susah payah, akhirnya mereka menemukan seorang yang menjual terompet. Walaupun dengan harga yang 10 kali lipat dari harga semestinya, warga pun tetap membeli terompet itu.
Transaksi penjualan terompet dengan harga luar biasa itu ternyata dilihat oleh seorang pendatang. Pendatang tersebut jadi penasaran kenapa terompet itu bisa dijual dengan harga setinggi itu. Setelah mengetahui hal itu karena ketergantungan warga kota itu terhadap terompet, maka ia langsung tergiur untuk berjualan terompet di kota itu. Barangkali yang terbayang di pikirannya saat itu adalah hukum supply demand yang bisa membuatnya cepat kaya.

Keesokan harinya dia kulakan terompet dari luar daerah, dan kemudian dia jajakan di alun-alun kota yang ramai. Tapi di luar dugaannya ternyata terompet jualannya itu tidak laku sama sekali. Bingunglah dia dan tak habis pikir kenapa teori ”supply demand” kok tidak jalan di sini. Sejenak kemudian ada seorang saudagar kaya menghampiri si penjual terompet itu. Saudagar kaya itu kemudian bertanya: ”Apakah engkau bingung kenapa barang dagangan mu tidak laku?”. ”Iya, pak”, jawab penjual terompet itu tangkas. Saudagar itu kembali bertanya: ”Apa alasanmu menjual terompet itu di sini?”. Lalu si penjual itu pun menceritakan latar belakang dia berjualan terompet itu.

Saudagar kaya itu kemudian berkata: ”Ah, berarti engkau kurang cermat! Toilet di kota ini hanya ada dua, jadi tidak mungkin terompetmu akan laku. Lagipula kau tidak tahu karakter orang daerah ini”.”Apa maksudmu, wahai saudagar?”, tanya pedagang terompet itu.
”Ah, kau tak perlu tahu. Berikan padaku 1 terompet. Akan kutunjukkan karakter orang daerah ini.”, kata si saudagar itu. Pedagang terompet itu pun segera memberikannya sambil bertanya: ”Memang apa yang akan kau lakukan, wahai saudagar?”. ”Lihat saja besok!”, jawab saudagar kaya.

Keesokan harinya pedagang itu dibuat terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh saudagar kaya tersebut. Saudagar itu menjadikan terompet jualannya sebagai tongkat dan dia gunakan berkeliling di keramaian. Orang-orang yang melihat pemandangan aneh itu bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan oleh saudagar kaya tersebut. Tapi karena yang melakukannya adalah seorang saudagar kaya, maka orang-orang pun mulai menirunya. Dipikirnya itulah rahasianya saudagar tersebut bisa kaya. Lalu berbondong-bondonglah warga menghampiri sang saudagar untuk bertanya dimana bisa membeli terompet tersebut untuk mereka jadikan tongkat.

Saudagar itu langsung pergi menemui penjual terompet dan memborong semua terompet yang ada. Tak lama semua terompet nya sudah ludes terjual. Penduduk kota itu pun mulai bertongkatkan terompet, meniru apa yang dilakukan oleh saudagar kaya tadi.
Penjual terompet itu pun terheran-heran melihat kejadian yang baru saja ia alami itu.

Keesokan harinya sang saudagar tidak lagi menggunakan terompet sebagai tongkat. Penduduk kota yang kemarin beramai-ramai meniru itu pun jadi sangat menyesal.

Begitulah, saudagar itu benar2 mengetahui bahwa orang yang gampang ikut-ikutan adalah ”ladang emas” yang dengan sukarela memberikan ”emas” kepadanya untuk sesuatu yang belum jelas manfaatnya buat dia.

Orang yang mudah ikut-ikutan itu bak bunga yang membiarkan kuncup-kuncupnya layu tak berkembang hanya karena ingin memiliki sayap agar bisa terbang seperti kupu-kupu. Dia tidak berfikir bagaimana kuncup2 yang ia miliki bisa mekar dan menebar keharuman. Dia tidak menyadari bahwa tidak ada 2 individu yang benar-benar identik di dunia ini dalam semua sisinya. Selayaknya kita berfikir tentang menemukan dan memaksimalkan potensi yang ada pada diri kita, bukannya sibuk untuk menjadi orang lain. Orang-orang besar yang sukses adalah orang2 yang selalu kreatif dan inovatif. Orang-orang besar dan sukses tidak sibuk mengikuti pikiran orang lain, tapi dia selalu berusaha membuat sesuatu yang baru.
Sedang orang yang mudah untuk ikut-ikutan, biasanya akan selalu jadi objek pelengkap atau bahkan penderita dalam hidupnya. Energinya akan dihabiskan untuk meniru gaya orang lain yang belum tentu cocok dan baik dia ikuti.
Walaupun demikian perlu diketahui juga bahwa tidak semua meniru itu tidak baik. Meniru orang atau perbuatan yang baik dari orang yang memang layak untuk ditiru tentu itu adalah perbuatan yang semestinya. Yang tidak semestinya adalah ketika kita meniru perbuatan yang tidak tepat, dan dari orang yang tidak tepat pula. Layaknya sekawanan kambing yang dipimpin oleh seekor kambing jantan. Apabila sang kambing jantan yang ada di depan melompat (karena ada kayu rintangan), maka seluruh kambing yang mengikutinya pun semuanya ikut-ikutan melompat, walaupun kayu rintangan itu sudah disingkirkan.

Tiru-tiru kembang waru, wong sok niru ora mutu (orang yang suka niru nggak bermutu)”. [undzurilaina]

Friday, November 16, 2007

Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally

PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut. Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karna selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan.

Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.

Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri," kata Adi Sasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta. Pendeknya, keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.

Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.[undzurilaina]

Fenomena 'Sabtu Kawin Minggu Cerai' Pengungsi Irak

Sangat menyedihkan. Sementara para tetangga2 Arab-nya sibuk bergandengan tangan mesra dengan para musuh2nya. Dan saudara2 seagamanya di tempat lain masih sibuk utk membuat front masing2 utk "menyerang" saudaranya sendiri. Menari melenggak-lenggok mengikuti irama yang dimainkan musuh2nya. Maafkan kami saudaraku.
Ya Allah.....ampuni kami..

14/11/2007 07:35 WIB
Fenomena 'Sabtu Kawin Minggu Cerai' Pengungsi Irak
Arfi Bambani Amri - detikcom

Jenewa - Peperangan membuat seks dan perkawinan menjadi darurat di antara pengungsi Irak di Suriah. Pada kondisi ini, kaum perempuanlah yang terutama menjadi korban.

Perkawinan darurat ini dikenal sebagai 'perkawinan akhir minggu'. Kawin pada hari Sabtu, lalu hari Minggu bercerai.


"Jadi secara formal tidak disebut pelacuran namun pada dasarnya seks darurat," komentar Asisten Komisioner Tinggi UNCHR Erika Feller seperti dilansir AFP, Rabu (14/11/2007).

Kondisi ini muncul, karena perempuan seringkali tak punya pilihan lain untuk memberi makan anaknya. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terpaksalah dia melakukan pernikahan sehari itu.

Perkawinan digelar melalui 'upacara tradisional' di mana pihak laki-laki harus membayar, lalu hari Minggu kembali dilakukan upacara perceraian sesuai kebiasaan setempat.

Menurut Feller yang sudah berkunjung ke Suriah itu, terdapat 1,4 juta pengungsi Irak di negeri itu. Mereka bukan hanya kekurangan makanan dan bantuan lain, tapi juga menghadapi eksploitasi seksual, kekerasan dan penolakan.

Menurut UNHCR yang menangani isu pengungsi, lebih dari 4,2 juta warga Irak telah mengungsi sejak invasi AS Maret 2003 lalu. Selain ke Suriah, pengungsian juga mengalir ke Libanon, Mesir dan Iran .
(aba/nrl)

Thursday, November 15, 2007

Doa tidak dikabulkan?

Pernah suatu hari, Imam Ali bin Abi Thalib berkhotbah Jumat, dan setelah usai ada seseorang yang berdiri dan bertanya: "Wahai Amirul Mukminin, mengapa doa-doa dan permintaan kita yang senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT tidak dikabulkan oleh Allah SWT, bukankah Dia telah berfirman dalam Alquran:

"Mintalah (berdoalah) kalian pada-Ku pasti akan Kukabulkan doa kalian."( Q.S. al Mu`min [40]: 60.)

Imam Ali as. menjawab: "sesungguhnya hati-hati kalian telah berkhianat kepada Allah SWT dengan delapan sifat (yang menyebabkan doa-doa kalian tidak pernah dikabulkan oleh Allah SWT), yaitu:

1. Kalian mengetahui Allah SWT tetapi kalian tidak pernah memenuhi hak-hak-Nya yang telah diwajibkan kepada kalian, sehingga pengetahuan kalian terhadap Allah tidak akan bermanfaat sama sekali bagi diri kalian.

2. Kalian beriman kepada Rasulullah saw., lalu kalian menentangnya dan bahkan ikut andil dalam mematikan syariat-Nya. Lalu di mana buah iman kalian.

3. Kalian membaca kitab (Alquran) yang diturunkan untuk kalian tetapi kalian tidak mengamalkannya, kalian mengatakan kami mendengar dan kami patuh namun kalian menentangnya.

4. Kalian mengatakan takut dari api neraka, tetapi perbuatan dan kelakuan kalian setiap saat mendorong diri kalian ke sana dengan berbagai kemaksiatan yang kalian lakukan, lalu di mana rasa takut kalian?

5. Kalian mengatakan sangat mendambakan dan senang sekali bila masuk ke dalam surga, tetapi setiap saat kalian melakukan perbuatan yang menjauhkan diri kalian darinya, lalu di mana rasa cinta dan harapan kalian kepada surga itu?

6. Sesungguhnya kalian memakan berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kalian, tetapi kalian tidak pernah mensyukurinya.

7. Sesungguhnya dalam firman-Nya, Allah SWT telah memerintahkan kalian agar menjadikan setan sebagai seteru dan musuh bebuyutan dalam kehidupan kalian "Sesungguhnya setan adalah musuh bagi kalian, maka tempatkanlah dia sebagai musuh,"(Q.S. al Fâthir [35]: 6) tetapi kalian menjadikan setan sebagai teman setia dan mengikuti jejaknya tanpa pernah membantah dan melawannya.

8. Kalian menempatkan aib manusia di pelupuk mata kalian, tetapi meletakkan aib kalian sendiri berada di punggung, kalian mencela orang padahal sesungguhnya kalian lebih patut dan layak mendapat celaan dari pada orang yang kalian cela.

Maka doa apa dan yang mana lagi harus mendapat ijabah Ilahi dari kalian, sedangkan kalian telah menutup rapat-rapat pintu ijabah dan menyumbat celah-celahnya, bertakwalah kalian kepada Allah SWT, perbaikilah amal perbuatan kalian, sucikanlah hati kalian, dan ajaklah orang-orang untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran, niscaya doa-doa yang kalian panjatkan akan dikabulkan Allah SWT.[undzurilaina]

(Dikutip dari "Doa doa dalam Sujud" karya Alwi Husein Lc)

Tuesday, November 13, 2007

Ketika Sakit atau dalam Kesulitan


Bismillahirahmanirrahim,

Ya Allah, bagi MU segala pujian

karena tidak henti-henti nya aku bergerak

berkat kesehatan badanku,

bagi Mu segala pujian

karena penyakit

yang Engkau timpakan pada jasadku,

Aku tidak tahu

keadaan mana yang paling patut aku mensyukuri Mu

waktu yang mana yang paling pantas aku memuji Mu

Apakah waktu sehat?

ketika Engkau senangkan daku

dengan yang baik-baik dari rezki Mu,

Engkau bangkitkan semangatku

untuk mencari Ridho dan karunia Mu,

Engkau kuatkan aku untuk mentaati Mu

pada apa yang telah Kau berikan taufiqnya bagiku?

Ataukah waktu sakit?

ketika Engkau menguji aku

dan Engkau anugerahkan kenikmatan kepadaku,

dengan meringankan dosa-dosa

yang memberati punggungku,

mensucikan kesalahan-kesalahan

yang telah menenggelamkan diriku,

memberikan peringatan

untuk memperoleh pengampunan,

dan menyadarkan akan penghapusan dosa

dengan kenikmatan yang terdahulu

Dalam keadaan demikian,

apa yang dituliskan oleh dua malaikat bagiku

berupa amal yang bersih

yang tidak terpikirkan oleh hati

yang tidak terucapkan oleh lidah

yang tidak dilakukan oleh anggota badan

tetapi semuanya karunia dari Mu atasku

dan anugerah dari perlakuan Mu terhadapku

Ya Allah,

sampaikan salawat kepada Muhammad dan keluarga nya,

Cintakan aku kepada apa yang Kau ridhoi untuk ku,

Ringankan bagiku apa yang telah Engkau timpakan kepadaku,

Sucikan aku dari hal-hal kotor

yang dahulu aku lakukan,

Hapuskan dariku kejelekan

yang sebelumnya aku kerjakan,

Berikan kepadaku nikmatnya kesehatan,

Datangkan kepadaku sejuknya kesejahteraan,

Jadikanlah jalan keluarku dari sakitku

menuju ampunan Mu,

perpindahanku dari kemalanganku

menuju maaf Mu,

lepasnya aku dari deritaku

menuju ketentraman Mu,

keselamatanku dari kesusahan ini

menuju pertolongan Mu,

Sungguh, Engkaulah yang mencurahkan anugerah,

menaburkan karunia,

Maha Pemberi, Maha Pemurah,

Pemilik Keangungan dan Kebaikan.

(dikutip dari kumpulan munajat Imam Ali Zainal Abidin, As-Shahifah as-Sajjadiyyah)

Tuesday, November 6, 2007

PERANGKAP TIKUS

Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikur memperhatikan dengan seksama sambil menggumam "hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus.

Sang tikus kaget bukan kepalang.

Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak

"Ada Perangkap Tikus di rumah....di rumah sekarang ada perangkap tikus...."

Ia mendatangi ayam dan berteriak " ada perangkat tikus"

Sang Ayam berkata " Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.

Sang Kambing pun berkata " Aku turut ber simpati...tapi tidak ada yang bisa aku lakukan"

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. " Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata " Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku”

Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat
perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah.

Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.

Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.

Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. (kita semua tau, sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam)

Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya.

Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda.

Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing.

Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya.

Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.

Dari kejauhan...Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.

SUATU HARI….KETIKA ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN DAN MENGIRA ITU BUKAN URUSAN ANDA...PIKIRKANLAH SEKALI LAGI. [undzurilaina]

Roger Cohen: From Paris with love

By Roger Cohen
Sunday, November 4, 2007

NEW YORK: French President Nicolas Sarkozy arrives in Washington on Tuesday for a visit billed as sealing "the renewal of ties between France and the United States following the crisis of 2003." Here's how the post-Iraq Franco-American lovefest may unfold at the White House.

BUSH: Yo, Sarko!

SARKOZY: Bonjour, George!

BUSH: I was thinking - it happens - you're now my best friend in Europe. Berlusconi's toast. Where's Blair? As for the ex-Commie Pole, I never could remember his name. I may have to learn French!

SARKOZY: Up to a point, Mr. President.

BUSH (laughing): Yeah, amigo, maybe I'll leave that to Giuliani. What's French for prostate cancer? Well, this is déjà vu all over again! As I said up in Kennebunkport, we've had our good disagreements on Iraq but I never allowed disagreements to not find other ways to work together - or not.

SARKOZY (puzzled): Your philosophy is too clever!

BUSH: Next you'll call me a Ph.D.-type!

SARKOZY: No, no! The important thing is we are family. Iraq is ancient history. Between old allies there can be no divorce.

BUSH (startled): Divorce?

SARKOZY: When husband and wife split.

BUSH: You know, I don't hold it against her, the way she trashed my Maine burgers and corn, but . . .

SARKOZY (interrupting): Speaking of history, I'm going to decorate six of your World War II veterans with the Legion d'Honneur.

BUSH: That's just outstanding, Sarko. Look, you and me are levelers who level with people. I'll be blunt. There's still this opinion that the French are ungrateful wimps who have the opinion they won the war when, in my opinion and our opinion and almost everybody's opinion, we won it for them. So dishing out those legions is good.

SARKOZY: Merci, George. I'm determined to change the image of France here. You know, more than 200,000 new businesses were started last year.

BUSH: No surprise there, Sarko. I've learned since taking office that the French for "entrepreneur" is "entrepreneur." And, since you took office, I've learned the French for "weekend" is not "long weekend." And that's been a revelation!

SARKOZY: The French want to work and make money. The American way! That's why I just gave myself a $200,000 raise. Before, politicians were afraid, but my theory is we're just as greedy as Anglo-Saxons!

BUSH: You still earn about $150,000 less than me, and $17 million less than Charles Prince and Stan O'Neal. So it's the right move. But the way you jumped on the global-warming bandwagon with that pinhead pseudo-prophet, Al Gore! My folks tell me you're going to stop building roads!

SARKOZY: Oui, oui, we levy an eco-tax on pollutant cars, and cut taxes on environmentally friendly products, and double the size of our high-speed train network. Europeans go nuts over this stuff. Ask Angie Merkel!

BUSH (breaking into song): Angie, Annnn-gie, ain't it good to be alive?

SARKO (concerned): Mr. President, are you . . .

BUSH (interrupting): Never could figure the euros. No More roads! Try that in Texas! And you guys oppose the death penalty. We say it's letting 'em off lightly.

SARKOZY: One must look forward. What's new, Mr. President?

BUSH: Well, let's see, what do you make of our Middle East peace conference?

SARKOZY: Not much. You spend six years doing nothing and then you call a big meeting. Bizarre. Still, as we say in France, it's better to appear to do something with nothing than to appear to do nothing with something.

BUSH: Huh? Don't go left-bank on me, Sarko. My view is simple: anything to please Blair! I miss that guy. Brown reminds me it's not difficult to tell the difference between a sour Scotchman and a ray of sunlight.

SARKOZY: No comment, Mr. President.

BUSH: Iran tops our agenda. If they get a nuke they could proliferate. They could become perpetuators of attacks on freedom's march and the homeland's ballgames. And Democrats wouldn't recognize Hitler if they sat down to breakfast with him.

SARKOZY: Up to a point, George. As I've said, the choice could be between the Iranian bomb and the bombing of Iran. Tough diplomacy is how to avoid that. You want three wars in Islamic states?

BUSH: It's mucho, but Dick's still hungry!

SARKOZY: Anyway, no daylight between us, that's my motto!

BUSH: Paris by night between us, that's mine! One decider to another!

SARKOZY: I address Congress tomorrow. What should I say?

BUSH: That they're a bunch of UN-hugging, French-speaking, garlic-eating, cheese-loving losers!

SARKOZY: Pardon? What?

BUSH: Sorry, Sarko. I get terrible flashbacks. God Bless la France!

SARKOZY: Et Vive l'Amerique!

http://www.iht.com/articles/2007/11/04/opinion/edcohen.php

Wednesday, October 31, 2007

DUHAI IBU

Oleh: Abdullah Ass.

DALAM al-Quran, Allah Swt menjelaskan soal kedudukan orang tua dan hak-hak yang harus diberikan kepada mereka.

Allah Swt berfirman: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.(Luqman: 14)

Dalam firmannya, Allah Swt menyebutkan tentang hak perlakuan bagi kedua orang tua. Namun, dalam memberikan contoh terhadap orang tua yang berhak memiliki penghormatan besar, Allah mewajibkan bersyukur kepada mereka dan disandingkan dengan syukur kepada Allah. Allah Swt hanya membawa contoh tentang jasa seorang ibu yang mengandung dan menyusui anaknya hingga dua tahun. Sehingga kita dapat memahami bahwa penekanan penghormatan kepada kaum ibu jauh lebih besar dibandingkan penghormatan terhadap kaum bapak. Banyak riwayat yang menceritakan tentang kedudukan ibu yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan seorang ayah.

Pernah seseorang datang kepada Rasulullah Saw dan bertanya tentang siapa yang harus dimuliakan setelah Allah dan rasul-Nya. Rasul Saw bersabda, “Ibumu! Kembali orang itu bertanya, “Setelah itu siapa, ya Rasulullah?” . Rasul menjawab, “Ibumu!” Sampai tiga kali Rasul tetap menjawab, “Ibumu.”. Setelah keempat kalinya, barulah Rasulullah Saw menjawab, “Ayahmu!”

Dalam riwayat lain, seseorang datang kepada Rasul Saw untuk ikut berjihad bersama Rasulullah Saw. Rasul bertanya, “Adakah ibumu masih hidup?” Orang itu menjawab, “masih.” Rasul Saw pun bersabda, “Pulanglah dan berbaktilah kepada ibumu.” Rasul Saw juga bersabda, “Bahwa surga ada di bawah telapak kaki para ibu.”

Alangkah tingginya Islam dalam memposisikan kaum ibu, sehingga (dalam kondisi tertentu) Rasul Saw menggantikan kewajiban berjihad dengan berbakti kepada seorang ibu. Bangsa Arab sebelum Islam amat merendahkan posisi kaum ibu. Dalam pernikahan, mereka hanya dijadikan alat kaum bapak untuk menjaga dan melanjutkan keturunan. Dan, setelah sang anak lahir, otomatis hilanglah hak-hak ibu atas diri anaknya itu.

Lebih buruk lagi, para ibu adakalanya dijadikan barang warisan seorang ayah bagi anak-anaknya. Sedemikian buruknya posisi kaum wanita, sehingga sering terjadi pembunuhan terhadap bayi wanita pada awal kelahirannya. Sayang, dewasa ini, sebagian pihak yang melakukan pembelaan terhadap kaum wanita yang dimanfaatkan kaum lelaki justru menuding Islam sebagai agama yang merendahkan derajat kaum wanita. Mereka menuduh Islam telah memposisikan kaum wanita sebagai makhluk kedua (secondary creation) setelah kaum pria.

Tidak! Tuduhan mereka sama sekali tidak berdasar. Apabila Islam menganjurkan kaum wanita untuk tinggal di rumah bukan lantaran Islam hendak membatasi kaum wanita. Tetapi Islam melihat persoalan tersebut dari sudut pandang universal. Bahwa wanita dan pria pada dasarnya sama dan setara sebagai bagian dari suatu kesatuan masyarakat. Islam melihat bahwa tugas kaum wanita, juga kaum pria, diarahkan semata-mata untuk mendukung kesempurnaan suatu masyarakat. Wanita dan pria harus berjalan bersama mengisi kekosongan masing-masing demi mewujudkan sebuah konstruk masyarakat yang sempurna.

Keharusan kaum ibu tinggal di rumah dimaksudkan untuk memenuhi hasrat setiap anak yang terlahir dalam rumah tersebut. Tugas kaum ibu adalah menjadikan rumah sebagai surga bagi orang-orang yang tinggal di dalamnya. Sehingga setiap anak yang lahir dalam rumah tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki talenta dan sangat cenderung terhadap kesempurnaan.

Allah Swt berfirman:

Siapa yang membunuh seseorang dengan selain (bayaran) jiwa (atas orang lain) atau karena selain membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa memberikan (pemeliharaan) hidup seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memberikan (pemeliharaab) hidup manusia seluruhnya.(al-Mâ’idah: 32)

Memberikan (pemeliharaan) hidup kepada seseorang, menurut Imam Ja’far al-Shadiq, adalah menghantarkan seluruh kehidupan seseorang menuju kesempurnaan eksistensinya. Karenanya, menurut al-Quran, itu sama belaka dengan menghantarkan seluruh kehidupan umat manusia kepada kesempurnaan. Lewat perhatian dan kasih sayang seorang ibu, serta pendidikan yang benar, niscaya akan terlahir dan tercipta para pemimpin umat yang ideal.

Islam memiliki alasan yang apik dan paripurna perihal setiap aturan yang diturunkannya. Dan manusia yang terpedaya hawa nafsunya akan berputus asa dalam menemukan kelemahan atas segenap alasan yang tercantum di dalamnya. Jadinya, mereka pun meracau dan dengan brutal menuduh Islam begini dan begitu, berdasarkan prasangka-prasangka buruk yang tidak masuk akal. Wallâhua’lam bi al- shawab.[]

Monday, October 29, 2007

Mengunjungi Negeri Sengketa Israel-Palestina Jelang Konferensi Damai (3-habis)

Terkepung Tembok, Jarak 30 Kilometer Ditempuh Dua Jam

Kondisi permukiman Yahudi dan Palestina ibarat bumi dengan langit. Saat warga Israel hidup makmur, warga Arab yang kota-kotanya kini dikepung tembok pemisah itu semakin terisolasi.

TOFAN MAHDI, Tel Aviv

TEMBOK yang memisahkan Jerman -termasuk yang membelah ibu kota Berlin- menjadi wilayah barat dan timur sudah hampir 20 tahun lalu dirobohkan. Tapi, tidak demikian halnya dengan Israel. Dengan alasan keamanan, Negeri Zionis itu justru getol membangun tembok pemisah antara wilayah Israel dan Palestina.

Hingga kini, tembok yang dibangun untuk membentengi permukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat (juga di Jerusalem) sepanjang 850 kilometer. Dengan rentang yang hampir sepadan dengan jarak Surabaya-Jakarta itu, Israel membangun 500 security check point yang sehari-hari dijaga ketat oleh tentara.

Memang, sejak tembok-tembok mulai berdiri p ada pertengahan 2002, intensitas terjadinya serangan bom bunuh diri di wilayah yang diduduki Israel jauh berkurang. Dinilai efektif, pembangunan tembok-tembok berlanjut hingga membelah kota Jerusalem dan wilayah-wilayah Palestina yang lain. Misalnya, Ramallah, Hebron, Nablus, Jericho, dan Betlehem.

Selain dibangun menjorok di tanah Palestina, tembok itu tidak hanya memisahkan warga Palestina dengan Israel, tapi juga antara warga Palestina. "Tembok-tembok itu telah menghancurkan kehidupan sosial ekonomi rakyat Palestina," kata Rami Nasrallah, warga Arab-Palestina di Jerusalem Timur.

Rami yang juga peneliti di International Peace and Cooperation Center (IPCC), sebuah LSM Palestina di Jerusalem, menuturkan, tembok tersebut membatasi akses warga Palestina bepergian dari satu tempat ke tempat lain di dalam negeri sendiri. Sebelum ada tembok, banyak warga Hebron yang melaksanakan salat Jumat di Masjid Al Aqsa, Jerusalem.

Namun, setelah Hebron dikepung tembok, untuk datang ke Jerusalem dengan mobil, warga harus berputar-putar d an memakan waktu empat hingga lima jam.

"Padahal, ini kan wilayah kecil. Sebelum ada tembok, dua jam mungkin sudah sampai," kata Rami, yang menolak menjadi warga negara Israel.

Terbatasnya akses tersebut juga dirasakan Jawa Pos saat menyewa mobil dari kota Jerusalem (sekitar Al Aqsa) menuju Betlehem, Palestina. Melihat peta, jarak di antara kedua kota tersebut hanya sekitar 30 kilometer (karena berbatasan dengan Jerusalem Barat).

Saat itu kondisi lalu lintas tidak terlalu padat. Tapi, akibat adanya tembok pemisah tersebut, untuk sampai ke Betlehem, memakan waktu sekitar dua jam, plus 15 menit menjalani pemeriksaan.

"Kita akan melewati check point. Tolong, siapkan paspor dan jangan coba-coba mengambil gambar. Sebab, kamera, paspor, dan Anda sendiri bisa diambil," kata Mahmud, sopir van yang kami sewa mengingatkan.

Dua tentara Israel bersenjata laras panjang berbicara dengan Mahmud, meminta identitas, dan menanyakan siapa saja yang berada d i dalam van. Seorang tentara lain masuk ke van, memeriksa penumpang, dan barang-barang bawaan.

"Ada yang membawa senjata?" kata tentara yang di dalam van. Setelah mendapat jawaban "tidak", dia turun dan berlalu seraya mempersilakan mobil masuk ke Betlehem.

Di Betlehem kami melihat kehidupan yang sangat kontras dengan kehidupan di wilayah yang dikuasai Israel. Lalu lintas macet, jalanan sempit, dan bangunan-bangun rumah atau toko yang tak terawat. Hanya satu hal yang berbeda: tak ada tentara berkeliaran seperti di Jerusalem atau Tel Aviv.

"Tentara Israel masuk wilayah ini hanya ketika menangkap orang. Kemudian, mereka langsung pergi," kata Mahmud, yang tinggal Betlehem.

Di Bethlehem juga ada taksi. Tapi, taksi-taksi itu tak bisa melayani rute ke kota-kota Palestina lainnya. "Mereka hanya berputar-putar di Betlehem. Batasnya hingga check point tadi," jelas Mahmud. Padahal, kalau merasakan putar-putar Betlehem, luas wilayah tersebut tak sampai sepe rempat wilayah Surabaya.

Wakil Gubernur Betlehem Marwan Khadle r yang ditemui di kantornya mengakui, kehidupan ekonomi Palestina sangat sulit setelah Israel membangun tembok pemisah. "Banyak desa yang terisolasi karena warganya tidak bisa menjual barang dagangan lagi. Tentu, ini berpengaruh ke hal lain, seperti pendidikan," kata Marwan.

Gedung tiga lantai yang menjadi kantor Marwan tergolong sederhana. Di ruang kerjanya terpampang foto pendiri PLO (Front Pembebasan Palestina) Yassir Arafat dan Presiden Mahmud Abbas.

Namun, kata Marwan, Betlehem masih lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain, seperti Ramallah, apalagi Nablus atau Hebron. Sebab, Betlehem masih bisa meraup pendapatan dari kunjungan wisata ke Nativity Church yang cukup besar. Gereja itu adalah tempat kelahiran Jesus.

Setelah di Betlehem, Jawa Pos juga mengunjungi wilayah Palestina lain, yaitu Ramallah. Saat tiba di kota itu (setelah melewati check point tentara Israel), kondisi sangat kontras dengan wilayah Israel kembali terlihat. Jalanan macet, ka mpung kumuh, dan tak tertata. Itulah tantangan sebetulnya pemerintah Palestina. Yakni, membangun ekonomi wilayah mereka sekaligus mengupayakan proses perdamaian dengan Israel.

Sebab, jika ekonomi kacau, Israel bisa mengklaim bahwa mereka lebih baik daripada Palestina. Dengan begitu, mereka merasa lebih berhak menguasai wilayah yang disengketakan saat ini.

Berbeda dengan di Betlehem, nasionalisme bangsa Palestina lebih tampak di Ramallah. Sebab, kota ini menjadi markas PLO dan juga makam Yassir Arafat. Di berbagai sudut jalan banyak terpampang poster Arafat yang suka menutup kepala dengan kafiyeh, Mahmud Abbas, dan graffiti bertulisan hujatan kepada Israel dan Amerika.

Bocah-bocah Ramallah gemar bermain perang-perangan, tentu dengan senjata mainan. Kalau kita tanya kepada mereka, mengapa kok memilih main perang-perangan, mereka akan menjawab intifadah (rebut kembali). Kita tidak tahu apakah anak-anak itu paham dengan konflik yang terjadi. Hanya satu ha l yang selalu mereka dengar bahwa Israel dan Amerika adalah musuh mer eka.

Konflik Palestina-Israel memang sangat rumit. Rencana pembagian Jerusalem menjadi dua, misalnya, di internal kedua negara juga menuai kontroversi. Apalagi, tempat suci tiga agama di Jerusalem berada di sebuah areal yang sama. Masjid Al Aqsa milik umat Islam, Western Wall atau Mourning Wall (Tembok Ratapan), dan tempat-tempat suci umat kristiani.

"Kalau mau dibagi dua, caranya bagaimana? Masak mau dibangun tembok untuk memisahkan ketiga tempat suci itu," kata Issa Jaber, warga Arab muslim, yang tinggal di Abu Gosh -wilayah Israel.

Jaber mengakui, sebagai seorang Arab muslim, namun berkewarganegaraan Israel, dirinya menghadapi situasi yang rumit dengan konflik yang terjadi. Sebab, di satu sisi, tidak mungkin mendukung Israel yang berperang dengan bangsa Palestina. Di sisi lain, dia hidup dan menafkahi keluarganya di Israel. Saat ini ada sekitar 1,25 juta (hampir 25 persen) warga Arab yang hidup di Israel (di luar wilayah sengketa). Di antara mereka i tu 80 persen adalah muslim.

"Kalau ditanya apa ada diskriminasi, ya pasti ada. Sebab, ada kelompok radikal yang tidak menghendaki orang Arab hidup di tanah Israel. Demikian juga sebaliknya, ada kelompok radikal Arab yang menuntut agar Israel tidak hidup di Timur Tengah ini," ujar Jaber.

Sebagai muslim, tetapi berpaspor Israel, apakah Anda juga bisa pergi haji? "Dulu negara-negara Arab melarang (kecuali Mesir dan Jordania, Red). Itu antara 1968-1978. Tetapi, setelah Anwar Sadat (presiden Mesir saat itu, Red) melakukan lobi, akhirnya diizinkan. Teknisnya, kami lewat Jordania dan mengurus paspor sementara Jordania," tutur Jaber.

Setelah perjanjian Camp David, Konferensi Madrid, dan Perjanjian Dayton, konflik Arab (Palestina)-Israel yang sudah berlangsung 60 tahun dicoba untuk diselesaikan lagi lewat jalur diplomasi. "Kami berharap, kali ini berhasil," kata Jaber tentang konferensi di Annapolis, Maryland, Amerika, bulan depan.
(*) [undzurilaina]

Mengunjungi Negeri Sengketa Israel-Palestina Jelang Konferensi Damai (2)

Diskriminasi Warga Arab hingga Denda Tilang


Oleh:
Tofan Mahdi
Dari Tel Aviv, Israel

Mengunjungi Negeri Sengketa Israel-Palestina Jelang Konferensi Damai (2)
Salah satu isu paling berat pada perundingan Israel-Palestina menyangkut status kota Jerusalem. Apa harapan warga Palestina tentang kota yang menjadi tempat suci agama Islam, Kristen, dan Yahudi itu?

TOFAN MAHDI, Tel Aviv

"Come to Israel before Israel come to You."
(Datanglah ke Israel sebelum Israel mendatangi Anda). Ini joke yang juga sangat populer tentang Negeri Yahudi itu.

Karena menduduki sebidang tanah yang dulu milik warga Arab-Palestina, Israel oleh negara-negara Arab tetangganya lebih dianggap sebagai penjajah. Sebab, di beberapa wilayah pendudukan seperti Jerusalem dan Tepi Barat, aparat keamanan Israel menerapkan sejumlah aturan ketat dan diskriminatif.

Status Kota Jerusalem dan kawasan Tepi Barat itulah yang akan dibahas secara detail dala m konferensi di Annapolis, Maryland, Amerika, bulan depan. Jika disepakati, perjanjian damai Israel-Palestina yang disponsori AS kembali diteken.

Secara geografis, Jerusalem dibagi dua wilayah: barat dan timur. Warga Yahudi tinggal di Jerusalem barat, sedangkan warga Arab-Palestina (Islam dan Kristen) di Jerusalem timur. Namun, setelah Perang Arab-Israel pada 1967, administrasi dan kontrol keamanan seluruh wilayah kota itu dikendalikan Israel. Jumlah permukiman dan warga Yahudi di Jerusalem timur pun terus bertambah.

"Meski tinggal dalam satu wilayah, warga Yahudi dan Arab-Palestina hidup saling curiga. Masing-masing hidup eksklusif, menjaga jarak, dan selalu khawatir penyerangan secara fisik," kata Hasan Nasralah, warga Arab-Palestina yang tinggal di Jerusalem timur.

Seperti halnya Tel Aviv, Haifa, dan kota-kota besar lain di Israel, pengamanan di Jerusalem sangat ketat. Aparat keamanan yang bersenjata bertugas di berbagai sudut kota. Mereka ada di hotel, supermarket, mal, dan tempat-tempat publik lain.

Setel ah maraknya aksi intifadah dan bom bunuh diri melawan pendudukan Israel, setiap mobil yang masuk halaman hotel harus melalui pemeriksaan ketat. Bahkan, ruang-ruang konferensi di hotel berbintang pun dibangun di lantai bawah tanah (underground level).

"Tidak seluruh hotel. Tetapi, banyak yang seperti itu. Alasan sesungguhnya menyangkut lahan yang terbatas. Tetapi, aspek keamanan juga menjadi pertimbangan," ujar Roley Horowitz, warga Yahudi yang bermigrasi dari India.

Meski sekarang Kota Jerusalem diklaim sebagai ibu kota negara Yahudi itu, warga Palestina terus berjuang agar kelak kota ini menjadi ibu kota negaranya. Di kota ini berdiri salah satu tempat suci umat Islam, yaitu Masjid Al Aqsa.
Di areal, Al Aqsa juga berdiri Qubah al Sahra (Dome of The Rock). Dari tempat ini, Nabi Muhammad mengawali perjalanan ke langit (dalam peristiwa Isra Mikraj) untuk menerima perintah salat lima waktu.

Dengan dalih keamanan pula, akses warga muslim untuk beribadah di Al Aqsa, Jerusalem, makin terbatas. Ada sejumlah check point (pos pemeriksaan) untuk masuk ke sana.

"Yang diberi akses masuk ke Al Aqsa, umumnya, warga Arab Palestina berusia di bawah 18 tahun dan di atas 45 tahun," kata Syekh Bukhari, salah seorang pemuka agama Islam di Jerusalem timur.

Saya beruntung bisa melaksanakan ibadah salat Jumat pada 18 Oktober pekan lalu. Saat itu, saya melihat tindakan tentara Israel yang memeriksa warga Arab-Palestina yang akan masuk ke masjid tersebut. Semua harus menunjukkan identitas. Mobil juga diperiksa. Lantas, tentara Israel itulah yang berhak menentukan siapa yang bisa masuk dan siapa yang tidak.

Warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat (Hebron, Nablus, Ramallah, dan sejumlah kota lain) jelas dilarang masuk ke Al Aqsa. Tak ada toleransi sama sekali. Selain itu, sejak ada ratusan kilometer tembok pembatas yang dibangun Israel, akses warga Tepi Barat menuju ke Jerusalem menjadi sangat terbatas. Jadi, Al Aqsa h anya bisa diakses oleh muslim di Jerusalem setelah lolos pemeriksaan tentara Israel.

"Wisatawan asing seperti Anda lebih mudah (masuk ke Al Aqsa) daripada kami," kata Bukhari.

Hidup di Jerusalem bagi warga Arab-Palestina juga sarat dengan diskriminasi. Memang, mereka memiliki opsi jika mau menjadi warga negara Israel. Namun, sebagian besar warga Arab-Palestina menolak.

"Kami tetap warga Palestina. Namun, karena tinggal di Jerusalem yang dikuasai Israel, kami harus memegang kartu identitas penduduk Israel," kata Shuha, warga Jerusalem timur yang mengantarkan saya ke Ramallah.

Shuha menceritakan sejumlah perlakuan yang menyinggung perasaan warga Arab-Palestina. Suatu hari, pencuri masuk ke rumah Shuha. Dia lalu melaporkan kejadian tersebut kepada polisi Israel.

Tahu korbannya adalah warga Arab-Palestina, kata dia, tidak ada seorang polisi pun yang datang.

"Juga kalau ditilang akibat pelanggaran lalu-lintas. Denda untuk warga Arab-Palestina pasti lebih mahal daripada denda bagi orang Yahudi. Terus tera ng, kami sangat berat hidup seperti ini," kata wanita berwajah cantik itu.

Jika Israel tetap menguasai Jerusalem, Shuha yakin selamanya orang-orang Arab-Palestina menjadi warga negara kelas dua. Mereka tidak bisa bekerja di pemerintahan dan sektor-sektor strategis lain. "Sebagian besar kami di sini bekerja di sektor informal. Misalnya, menjadi pedagang dan sopir taksi," ujarnya.

Sejumlah upaya dilakukan kedua pihak (Arab-Yahudi) agar bisa berintegrasi. Salah caranya, mendirikan sekolah multicultural. Harapannya, sekolah itu dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang tiga agama yang sama-sama menjadikan Jerusalem sebagai tempat suci mereka: Islam, Kristen, dan Yahudi.

"Namun, kami akui respons atas sekolah multikultural seperti ini sangat kecil. Bahkan, di sekolah kami yang sudah berdiri 10 tahun, hanya ada 40 siswa," kata Adena Levine, direktur Peace Preschool International YMC, satu-satunya sekolah antaragama di Jerusalem.

Meski banyak yang pesimistis, warga Arab Palestina berharap agar akan ada kesepakatan t entang pembagian wilayah Israel-Palestina, termasuk tentang status Kota Jerusalem, pada konferensi di Annapolis bulan depan. Kalaupun diberikan kepada Palestina, opsi lain yang diharapkan adalah yurisdiksi Jerusalem dikendalikan dunia internasional (PBB).
Tidak lagi di bawah kekuasaan negeri Zionis Israel. (bersambung)