Friday, June 19, 2009

Bersama Kita Bisa?

Seorang Pria mengendarai mobilnya di sebuah jalan yang sepi ketika salah satu bannya meledak, hingga mobilnya menjadi tak terkendali sampai terperosok ke parit di tepi jalan. Dia berusaha keluar tapi urung setelah menyadari dirinya berada di suatu tempat yang amat sepi. Dan saat dia mulai panik, seorang petani melewati jalan itu dengan seekor keledai, Gus namanya.

Petani itu mengikatkan satu ujung tali ke mobil dan satu ujung lagi ke leher Gus. Kemudian ia melecutkan cemetinya di udara dan berteriak:
“Yaaa, Sam! Tarik, Sam, tarik!”
Keledai itu tak bergerak. Sang petani melecutkan cemetinya lagi dan berteriak lebih keras:
“Yaaa, Jake. Tarik, Jake, tarik!”
Keledai itu masih tak bergerak. Sekali lagi, petani mengibaskan cemeti dan berteriak:
“Yaaa, Pete! Tarik, Pete, tarik!”
Gus masih belum bergerak. Dan kemudian petani itu melecutkan cemetinya dan berteriak lagi:
“Yaaa, Gus! Tarik, Gus, tarik!”
Sejenak kemudian, Gus menghentakkan salah satu kaki belakangnya, lalu bergerak ke depan dengan sekuat tenaga, menarik mobil itu keluar dari selokan. Hasilnya, beberapa saat kemudian, mobil itu sudah berada di jalan raya lagi. Pengendara mobil gembira, mengucap terima kasih, tapi tak habis pikir mengapa petani itu menyebut beberapa nama sebelum memerintahkan keledainya bergerak.

Ia bertanya, “Mengapa Anda memanggil semua nama tadi, wahai Petani?”
“Gus ini buta”, kata petani itu, “dan jika dia merasa harus sendirian menarik mobil Anda, dia tidak akan berusaha melakukannya. Tapi bila dia fikir ada yang membantunyya, dia lebih kuat daripada yang dia sadari.”

Sepertinya setiap orang punya naluri “keledai buta” dalam dirinya. Tinggal bagaimana seseorang bisa memanfaatkannya itu sehingga dapat digerakkan untuk mencapai tujuan.
Dalam “Imagine”, John Lenon mengatakan: “You may say that I’m a dreamer, But I’m not the only one”. Dia mengatakan itu ketika ingin meyakinkan setiap orang yang menginginkan kedamaian bahwa ia tidak sendirian.

Klub penggemar “The Reds” (Liverpool) punya slogan yang terkenal: “You’ll Never Walk Alone”. Bahkan slogan itu terpampang jelas di pintu gerbang markas Liverpool untuk menyemangati semua pemain dan official, dan tentunya semua fans, sekaligus juga sebagai strategi untuk menarik fans-fans baru.

Jadi, “bersama kita bisa” ini memang terbukti mujarab sebagai pendongkrak semangat, moral booster.
Tapi....kalau ditanya bisa apa? Jawabnya tergantung “si petani” nya. Mau dipakai untuk menolong mengeluarkan mobil yang terperosok, atau malah memerosokkan si Gus, keledai yang buta tadi. Tapi kita kan bukan keledai buta toh? Hehehe..

Sunday, June 14, 2009

Lanjutkan?!

Zona kenyamanan atau comfort zone adalah kondisi dimana seseorang merasa aman pada sebuah setting kondisi tertentu. Seseorang yang merasa berada dalam zona kenyamanan ini pada umumnya cenderung enggan untuk melakukan perubahan. Terdapat berbagai sebab dan alasan mengapa kelompok tersebut enggan melakukan perubahan, misalnya karena takut akan risiko kegagalan, takut posisinya akan terusik kalau terjadi perubahan, dan ketakutan-ketakutan lain yang menyebabkannya enggan untuk berubah.

Tapi sebenarnya perlu nggak sih kita berubah?


Allah SWT telah mengatakan dalam al-Quran suci bahwa Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka sendiri berusaha untuk mengubahnya. Ada keterkaitan kuat antara usaha untuk berubah dengan hasil yang akan didapat. Berharap hasil yang lebih baik tanpa melakukan perubahan dalam cara kita untuk meraihnya adalah sebuah angan-angan kosong.

C.K. Prahalad, seorang konsultan manajemen kondang, mengatakan “if you don’t change, you die!”. Kaizen, sebuah filosofi terkenal asal Jepang yang juga menuntut untuk senantiasa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik (continuous improvement). Rheinald Kasali, juga berteriak “Change! Tak peduli berapa jauh jalan salah yang Anda jalani, putarlah sekarang juga!”.

Tapi tentu saja tidak semua perubahan adalah positif. Perubahan yang positif adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Sang junjungan alam, Rasulullah SAW, dalam kaitan ini pernah mengatakan bahwa “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, sesungguhnya dia telah beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat/celaka”.

Jadi kesimpulannya, Perubahan itu perlu bahkan harus, tapi harus perubahan yang positif. Tapi di lain pihak, pada umumnya manusia cenderung resisten terhadap apapun yang baru. Oleh karena itu kemudian implementasi perubahan tersebut membutuhkan pengelolaan yang baik, atau yang sering dikenal dengan manajemen perubahan (change management).

Manajemen perubahan (Change Management) adalah sebuah istilah yang mungkin sering kita dengar, tapi sering kurang diperhatikan ketika akan mengimplementasikan suatu hal yang baru pada suatu masyarakat/komunitas/organisasi/dsb. Padahal kesuksesan penerapannya sangat bergantung kepada pemilihan strategi yang tepat dalam manajemen perubahan ini. Apa sih sebenarnya manajemen perubahan itu?

Manajemen perubahan secara definisi adalah sebuah pendekatan terstruktur untuk melakukan perubahan pada individu-individu, komunitas, organisasi ataupun masyarakat sehingga memungkinkan transisi dari kondisi sekarang menuju ke sebuah kondisi tertentu yang diinginkan. Implementasi sebuah konsep/sistem memerlukan strategi manajemen perubahan yang baik dan perencanaan yang baik pula menyangkut semua pihak yang terkait (stakeholders) sedemikian sehingga objektif dari perubahan tersebut dapat tercapai dengan sukses.

Salah satu tahapan penting dalam manajemen perubahan adalah menetapkan strategi dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menerapkan perubahan yang ditawarkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Ada banyak strategi dalam manajemen perubahan, namun pada dasarnya merupakan kombinasi dari alternatif strategi berikut ini:
Pertama, pendekatan Empirical-Rational
Strategi ini akan tepat jika diasumsikan bahwa pihak-pihak yang terkait adalah orang-orang yang rasional dan akan mengikuti apa yang menurutnya paling baik.

Kedua, Normative-Reeducative
Strategi ini tepat jika diasumsikan bahwa pihak-pihak yang terkait adalah orang-orang yang sosial dan patuh terhadap norma-norma dan nilai-nilai kultural.

Ketiga, Power-Coercive
Strategi ini tepat jika diasumsikan bahwa pihak-pihak yang terkait termasuk orang-orang yang penurut dan secara umum mau melakukan apa yang diperintahkan atau dapat ”dipaksa” untuk melakukannya.

Keempat, Environmental-Adaptive
Strategi ini tepat jika diasumsikan bahwa pihak-pihak yang terkait telah merasakan kerugian dan keburukan konsep/sistem lama tapi lingkungan dimana mereka berada sudah susah diperbaiki. Mereka telah siap untuk beradaptasi dengan sistem yang baru.

Pertimbangan pemilihan strategi tersebut di atas bisa terdiri atas banyak hal, diantaranya besar kecilnya perubahan, tingkat resistensi, populasi, kerangka waktu, kualitas personal, dll. Tapi yang pasti, setiap strategi perubahan yang baik tidak pernah tunggal. Dia selalu merupakan kombinasi antara alternatif strategi-strategi yang ada.

Seorang manajer Teknologi Informasi di sebuah perusahaan besar di Indonesia pernah bercerita kepada saya, “Perusahaan ini aneh! Masak iya, ada seorang direktur merasa tersinggung karena saya mengirim laporannya via e-mail?!”. Ini adalah salah satu contoh riak kecil ketika perubahan sistem dan mekanisme tidak diikuti dengan manajemen perubahan yang baik. Lebih ironis lagi dalam kasus ini sang pemimpin sendiri yang tidak ingin berubah. Dia masih betah di comfort zone nya.

Adalah tugas seorang pemimpin untuk memimpin umat, masyarakat, atau komunitas yang dipimpinnya senantiasa untuk mau segera berubah ke arah yang lebih baik. Adalah tugasnya untuk senantiasa mendorong komunitas yang dipimpinnya untuk bersemangat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Adalah tidak baik jika seorang pemimpin justru menakut-nakuti komunitas yang dipimpinnya terhadap perubahan hanya karena keinginannya untuk tetap lanjutkan posisinya sebagai pemimpin.

Perubahan ke arah yang memiliki potensi lebih baik, perlu didorong oleh semua pihak, terutama oleh para pemimpin. Bagi komunitas yang dipimpin hal ini juga dapat dijadikan kriteria untuk mengevaluasi pemimpinnya. Evaluasi terus bagaimana sikap pemimpin atau calon pemimpin terhadap perubahan ke arah yang lebih baik.

Jadi, selamat Lanjutkan (evaluasinya)!! Lebih cepat, lebih baik.