Thursday, January 24, 2008

O' Muhammadku....

Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rinduku naik kapal Nabi Nuh
Jika adalah rinduku yang tertahan
Adalah rinduku memegang tongkat Nabi Musa

Dari seribu kerinduan
Berapakah kiranya yang dikau berikan?
Dari sepuluh kerinduan
Berilah rindu yang amat bersangatan

Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rinduku terhadap Nabi Ayyub
Jika adalah rindu yang tak tertahan
Rinduku mendengar merdu Nabi Daud


Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rindu bersalam Nabi Khidir
Jika adalah rindu yang bersangatan
Adalah rinduku syafaat Nabi Muhammad

Aku merindukanmu, O’ Muhammadku!!!

Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan

Air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan lembut wibawamu...

Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu menghibur suaramu
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku…

Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur ke sana kemari
Mencari mangsa memakan kurban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu,
O’ Muhammadku, O’ Muhammadku...

Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Quran dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku...

Aku merindukanmu, O’ Muhammadku...
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak ummatmu
O’ Muhammadku, shalawat dan salam bagimu

Bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkakan yang telah tergayakan?
Bagaimana memerangi umat sendiri?
O’ Muhammadku
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu...

Ketika Tangan dan Kaki Bicara

Penyair Taufiq Ismail menulis sebuah artikel tentang Krismansyah Rahadi atau yang akrab dipanggil dengan Chrisye (1949-2007) di majalah sastra HORISON.

Krismansyah Rahadi (1949-2007): KETIKA MULUT, TAK LAGI BERKATA.
oleh: TAUFIQ ISMAIL

Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, "Bang, saya punya
sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas… Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?"


Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.

Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan.


Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya, macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu. Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin.

Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy syaithonirrojim.
"Alyauma nakhtimu 'alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun" saya berhenti.

Maknanya, "Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan."


Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!

Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke lirik-lirik lagu tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai.

Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut.

Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.

Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye, Sebuah Memoar Musikal,
2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye: Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan.
Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi.
Menangis lagi. Yanti (istri Chrisye) sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa takberdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya.

"Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65..." kata Taufiq.

Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.
Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!

Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya. Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.

Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!

Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benarbenar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman
batin saya yang paling dalam selama menyanyi.

Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna
Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.

Mengenai menangis, menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu
tersebut.

* * *

Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya.


Chrisye terkejut. " Kenapa Bang, kurang?"

Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.

Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. "Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun ' kan?"

Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye
senang, saya pun senang.

* * *

Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat.


Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem.


Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya.

Amin.
#

Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lirik : Taufiq Ismail
Lagu : Chrisye

Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita

Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja
dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba

Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya.... sempurna

Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina (1997).
[undzurilaina]

Monday, January 21, 2008

Value, Risk, dan Hamba Allah

Sebilah pisau umumnya dibuat dengan tujuan untuk memotong daging, buah, sayur dan sejenisnya. Sebuah pensil dibuat dengan tujuan untuk menulis dan menggambar. Mobil dibuat dengan tujuan untuk membuat orang dapat melakukan perjalanan dengan cepat dan nyaman. Teknologi diterapkan di sebuah perusahaan untuk mendukung perusahaan dalam mencapai objektif dan strategi bisnisnya.

Memotong dan menulis itu adalah nilai (value) dari pisau dan pensil. Melakukan perjalanan dengan cepat dan nyaman adalah nilai (value) dari sebuah mobil. Mendukung pencapaian objektif bisnis adalah nilai (value) dari sebuah solusi Teknologi. Semakin sesuai sebuah produk dengan tujuannya maka akan semakin tinggi pula nilainya.

Kemudian kalau kita bertanya mungkinkah produk-produk tersebut tidak mencapai tujuannya, atau bahkan melenceng jauh dan bertolak belakang dengan tujuan pembuatannya? Mungkinkah sebuah pisau yang dibuat dengan tujuan untuk memotong buah dan sayur malah digunakan untuk membunuh orang? Mungkinkah sebuah pensil yang dibuat untuk menulis, malah digunakan untuk menyolok mata temannya oleh seorang anak? Mungkinkah TI yang diterapkan dengan tujuan untuk mendukung pencapaian objektif bisnis malah disalah gunakan oleh sebagian orang untuk melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dan/atau bahkan membahayakan perusahaan seperti manipulasi data, hacking, dll?

Bukankah itu semua sangat mungkin terjadi? Hal-hal tersebut diatas biasanya disebut sebagai resiko (risk) dari produk-produk tersebut. Adalah tugas penggunanya untuk menjaga dan memelihara agar produk-produk tersebut digunakan sesuai petunjuk pembuatnya sehingga kemudian dapat mencapai tujuan pembuatan / penerapannya.


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.٭
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. 3:190-191)

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik (QS. 15:85)

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.(QS. 21:16)

Segala sesuatu diciptakan oleh Allah SWT tidaklah sia-sia. Allah SWT pasti memiliki tujuan. Allah menciptakan manusia, matahari, bulan, gunung-gunung, tumbuhan, binatang, batu, tanah, angin, dll masing-masing dengan tujuan penciptaannya.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS. 51:56)

Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi...(QS. 35:39)

Manusia diciptakan tidak lain untuk mengabdi kepada-Nya. Manusia ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi salah satunya berkewajiban untuk menjaga dan memelihara semua ciptaan Allah yang ada di bumi agar mencapai tujuan penciptaannya. Aturan-aturan yang dibuat oleh Allah juga memiliki tujuan tertentu yang dicanangkan-Nya. Allah menjelaskan apa yang ada di setiap perintah dan larangan-Nya. Nilai dari setiap apa yang kita lakukan itu akan bergantung pada kesesuaian kita dalam mewujudkan tujuan aturan-aturan tsb. Nilai amalan yg kita lakukan akan semakin rendah ketika kita menjauh dari tujuan pembuatan aturan2 tsb.

”Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.29:45)

”...sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku” (QS. 20:14)

Ayat2 di atas menjelaskan diantara tujuan (nilai) dari perintah Sholat. Tapi apakah semua orang yang melakukan sholat akan mencapai tujuan yang diinginkan oleh Allah? Mari kita perhatikan ayat berikut:

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. 4:142)

Ayat di atas mengemukakan bahwa aturan Sholat yang memiliki tujuan dan nilai luhur disalah gunakan oleh orang munafik untuk tujuan-tujuan lain. Di ayat lain (surat al-Ma’un) Allah mengecam orang-orang yang melakukan sholat tapi lalai (terhadap nilai-nilai sholat).

Allah SWT juga mensyariatkan pernikahan pada manusia. Dalam perintah nikah tsb terkandung nilai-nilai yang luhur seperti salah satunya dijelaskan pada ayat berikut:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

Namun demikian apakah setiap orang yang melakukan nikah memiliki tujuan yang mulia sesuai dengan nilai-nilai luhur yang disyariatkan-Nya?

Ternyata tidak! Apa yang akan kita katakan ketika membaca berita bertajuk ”Fenomena ’Sabtu Kawin Minggu Cerai’ Pengungsi Irak”, atau fenomena ”Wisman timteng yang nikah di Puncak”, yang kemudian ditinggal balik ke negaranya setelah meninggalkan sejumlah uang, atau fenomena orang yang nikah beberapa hari kemudian cerai dengan maksud untuk mendapatkan harta ”gono-gini”, popularitas, kedudukan atau hal-hal lain?, dst, dst...

Kemudian kita dapat bertanya, Apakah pernikahan-pernikahan mereka itu sah secara hukum? Sepertinya, Iya!

Lantas kenapa jauh dari NILAI pernikahan yang dikehendaki-Nya? Menurut saya, setiap perintah itu juga mengandung ”resiko” yang harus kita kelola dengan baik. Tugas kita sebagai pengguna syariat adalah menjaga agar nilai-nilai pernikahan itu lah yang terjadi, dan resikonya minimal.

Menurut yang saya pahami, dalam menjalani kehidupan ini kita akan selalu dihadapkan pada ”nilai” (value) dan ”resiko” (risk). Tugas kita adalah menjaga dan meningkatkan value dan me-manage resiko (karena menghilangkan resiko sama sekali nyaris mustahil). Kata junjunganku SAW, manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat (memberikan value) untuk selainnya.

Saya punya keyakinan bahwa proses mengelola “value” dan “risk” ini bukanlah sebuah one-cycle process yang langsung sempurna dalam sekali putaran. Tapi ia adalah sebuah proses kontinu untuk selalu melakukan perbaikan dari waktu ke waktu (continous improvement). Semakin baik kita mengelola “value” dan “risk” ini maka akan semakin tinggi tingkat keberagamaan kita. Dan titik akhir dari proses tersebut adalah tujuan penciptaan kita semua, yaitu menjadi hamba Allah, Abdullah. [undzurilaina]