Friday, April 27, 2007

Wejangan Sang Ayah kepada Anaknya: Antara Sunnah dan Syiah


(by Yamani, edited by Undzurilaina)

Syi'ah (berarti pengikut) adalah kelompok umat Islam yang terbentuk sejak meninggalnya Nabi Muhammad saaw (shallal-Laahu 'alaihi wa sallam, semoga keselamatan dan kedamaian dari Allah kepada beliau) yang percaya bahwa Sayidina/Imam Ali adalah khalifah yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad sendiri untuk menggantikan/meneruskan kepemimpinan umat Islam.

Tapi, sebagian besar kaum muslimin pada waktu itu menganggap bahwa Rasulullah -- lewat berbagai sabdanya mengenai Imam 'Ali -- tak secara tegas bermaksud menunjuknya sebagai pemimpin, melainkan menegaskan kedekatan dan keutamaan Imam Ali. Karena itu, mereka pun bermusyawarah untuk menunjuk pengganti Rasulullah. Terpilihlah Abu Bakar, kemudian -- sepeninggal Abu Bakar -- Umar, dan -- sepeninggal Umar -- Usman. Baru setelah Usman, musyawarah kaum Muslimin menghasilkan keputusan untuk mengangkat Sayidina/Imam Ali sebagai khalifah (keempat). Kaum Muslimin yang memilih untuk bermusyawarah dalam memilih khalifah ini belakangan disebut sebagai kelompok Ahlus Sunnah, atau Sunnah saja.
Tapi, selama kekhalifahan-kekhalifahan -- meski percaya bahwa dialah yang berhak meneruskan kepemmpinan Nabi Muhammad -- Imam 'Ali tetap menjaga hubungan baik dengan ketiga khalifah sebelumnya -- yang tentu saja adalah juga sahabat-sahabatnya. Bahkan para khalifah itu mengatakan bahwa, tanpa bantuan Imam Ali, niscaya mereka akan mengalami kesulitan dalam mengemban tugas sebagai khalifah.

Setelah Imam Ali meninggal -- terbunuh di ujung belati seorang Muslim pembangkang -- kekhalifahan direbut secara tidak sah oleh Mu'awiyah, sepupu Usman. Mu'awiyah mengubah sikap-sikap pemimpin yang baik seperti diajarkan Rasulullah menjadi kerajaan, yang bermewah-mewah, dan tidak mementingkan kesejahteraan masyarakat. Bukan itu saja, ia malah menunjuk anaknya, Yazid, yang berakhlak buruk dan suka bermaksiat, untuk menjadi penggantinya. Maka Imam Husain -- putra Imam Ali, yang oleh sebagian kaum Muslim yang baik-baik ditunjuk sebagai pengganti kakaknya, Imam Hasan -- merasa wajib melawan Mu'awiyah, untuk mengembalikan kekhalifahan ke tangan orang yang berhak, yang baik-baik. Sayangnya, seperti biasa, banyak orang takut pada kelaliman Yazid, tertarik pada hartanya, atau termakan oleh politik-liciknya. Sehingga Imam Husain dibiarkan hanya dengan sekitar kurang dari seratus pendukung untuk melawan lebih dari seribu pasukan Yazid. Dengan kejam, Imam Husain dan seluruh keluarganya dibantai di Padang Karbala, Iraq. Untungnya, ada satu putranya yang selamat, bernama Ali Zainal Abidin. Dialah yang kemudian meneruskan keturunan Imam Husain, hingga sampai ke zaman sekarang.

Apa bedanya mazhab (kelompok) Syi'ah dan Sunnah. Kelompok Syi'ah terbagi menjadi beberapa kelompok lagi. Yang besar ada tiga : Ja'fariyah (mengikuti Imam Ja'far al-Shadiq putra Imam Muhammad al-Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin), Zaydiyah (mengikuti Imam Zayd, paman Imam Ja'far), dan Isma'iliyah (kakak Imam Ja'far). Sedangkan kelompok Sunnah terbagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu Hanafiah (mengikuti Imam Abu Hanifah), Malikiyah (mengikuti Imam Malik), Syafi'iyah (mengikuti Imam Syafi'i), dan Hambaliyah (mengikuti Imam Hambali). Dalam prakteknya, perbedaan di antara Syi'ah dan Sunnah adalah sangat sedikit sekali. Bukan hanya kesemuanya tentu saja mengikuti (Sunnah) Nabi Muhammad, tapi al-Qur'an mereka sama, rukun-rukun Iman dan Islamnya sama. Bahkan hampir seluruh hukum fikih Syi'ah -- kecuali dalam beberapa hal saja -- memiliki kesamaan-kesamaan dengan salah satu atau lebih mazhab-mazhab di kalangan Sunnah. Kalau pun ada perbedaan yang penting, hal itu terletak pada keyakinan kaum Syi'ah bahwa setelah Rasulullah, terdapat 12 Imam anak-cucu beliau sendiri sebagai penerus beliau -- mulai Imam Ali hingga Imam Mahdi. Imam Mahdi inilah yang dipercayai akan dibangkitkan kembali oleh Allah pada saat-saat terakhir sebelum kiamat tiba (Meski agak berbeda dalam rinciannya, sebagaian besar Kaum Sunnah percaya juga pada kebangkitan Imam Mahdi di akhir zaman ini).
Kenapa perbedaan di antara kedua kelompok ini sangat sedikit? Karena para Imam itu pada dasarnya memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Imam Ja'far adalah guru Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Imam Syafi'i, selain belajar pada keturunan Imam Ja'far, adalah murid Imam Malik. Dan Imam Hambali adalah murid Imam Syafi'i. Jadi, semuanya, sedikit atau banyak, bermuara kepada Imam Ja'far al-Shadiq (salah seorang kakek kita juga). Yang pasti, meski bukan Syi'ah, para Imam kelompok Sunnah ini amat mencintai dan menghormati para Imam dari anak-cucu atau keturunan Rasulullah itu.

Jumlah kaum Syi'ah di dunia Islam adalah sekitar 20% dari seluruh kaum Muslimin. Selebihnya adalah kaum Sunnah. Kecuali sedikit ketegangan di sana-sini, umumnya hubungan di antara kedua kelompok ini cukup baik. Mayoritas penduduk Indonesia adalah bermazhab Syafi'i. Kaum Syi'ah banyak terdapat di Irak, Iran, India, beberapa propinsi Saudi Arabia, dan negara-negara Emirat. Di Indonesia sejak dulu juga ada, meski jumlahnya banyak meningkat karena makin banyak orang tertarik kepada Syi'ah setelah kemenangan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.

Mengingat itu semua, hendaknya kita menghargai semua kelompok dalam Islam ini tanpa kecuali. Meski kita Syafi'i, misalnya, kita harus menghargai juga kelompok Hanafi, Maliki, Hambali, Ja'fari, Zaydi, dan lain-lain. Demikian juga, jika kita Ja'fari, kita harus menghargai kelompok-kelompok lainnya. Semuanya adalah saudara-saudara kita kaum Muslimin. Semuanya berusaha mengikuti ajaran al-Qur'an dan Sunnah dengan sebaik-baiknya. Sedangkan perbedaan-perbedaan kecil yang ada di antara kelompok-kelompok ini, seperti dikatakan oleh Rasulullah, harus dilihat sebagai rahmat. Yakni agar pandangan dan wawasan kita lebih luas. Kalau pun ada di antara keyakinan atau praktek kelompok lain yang kita anggap keliru, hendaknya kita mencoba memperbaikinya dengan diskusi yang baik di atas landasan persaudaraan yang kuat. Karena, siapa tahu, ternyata bahwa pandangan kelompok lain yang tadinya kita anggap salah itu, justru terbukti benar. Ya, siapa tahu. Karena bukankah yang paling tahu tentang kebenaran hanyalah Allah Swt.?

Thursday, April 26, 2007

Akhir Zaman menurut Imam Ali bin Abi Thalib


(Diambil dari Kitab Nahjul Balaghah, Khutbah 146)


Allah mengutus Muhammad saw dengan kebenaran agar beliau mengeluarkan manusia dari penyembahan berhala kepada penyembahan kepada-Nya, dan dari menaati iblis kepada menaati Dia, dan mengutus beliau dengan Al-Qur'an yang beliau terangkan dan kuatkan, agar manusia mengetahui Pemelihara mereka, karena (dahulu) mereka menyangkali-Nya, agar mereka mengakui-Nya karena (dahulu) mereka menolak-Nya, dan menerima-Nya karena (dahulu) mereka mengingkari-Nya. Karena Dia Yang Mahasuci mewahyukan kepada mereka melalui Kitab-Nya tanpa mereka melihat-Nya, yang dengan jalan itu la menunjukkan kepada mereka (sebagian) dari kekuatan-Nya dan membuat mereka takut kepada kekuasaan-Nya. Bagaimana la menghancurkan mereka yang la kehendaki untuk dihancurkan melalui hukuman-Nya, dan meruntuhkan mereka yang la kehendaki untuk diruntuhkan melalui pembalasan-Nya!


Tentang Masa Depan
Sesungguhnya suatu saat akan datang kepada Anda setelah saya, ketika tak ada yang lebih tersembunyi dari kebenaran, tak ada yang lebih nampak daripada kebatilan, dan tak ada yang lebih lumrah dari dusta terhadap Allah dan Rasul-Nya. Bagi manusia di masa itu, tak ada sesuatu yang lebih tak berharga selain Al-Qur'an yang dibaca sebagaimana seharusnya ia dibaca, dan tak ada sesuatu yang lebih berharga dari Al-Qur'an yang disalah-tempatkan dari kedudukannya. Dan di kota-kota tak ada yang lebih dibenci dari kebajikan, dan tak ada yang lebih disukai ketimbang kejahatan.

Para pemegang Kitab itu akan membuangnya dan para penghafalnya akan melupakannya. Di hari-hari itu Al-Qur'an dan umatnya akan terasing dan tercampak. Mereka akan menjadi sahabat-sahabat yang berkumpul di satu jalan, tetapi tak seorang pun akan memberikan perlindungan kepada mereka. Akibatnya, di masa itu Al-Qur'an dan umatnya akan berada di antara manusia tetapi tidak termasuk kalangan mereka, akan berada pada mereka tetapi tidak bersama mereka, karena kesesatan tak akan bersesuaian dengan petunjuk sekalipun mereka mungkin berada bersama-sama. Manusia akan bersatu pada perpecahan dan oleh karena itu akan memutuskan diri dari umat, seakan-akan mereka adalah para pemimpin Al-Qur'an dan bukan Al-Qur'an pemimpin mereka. Tak ada darinya yang akan tertinggal pada mereka, kecuali namanya, dan mereka tak akan mengetahui apa-apa kecuali tulisan dan kata-katanya. Sebelum itu mereka akan menimpakan kesukaran pada orang berkebajikan, menamakan pandangan orang bajik mengenai Allah hujatan palsu, dan menerapkan kepada orang bajik hukuman orang jahat.

Orang-orang sebelum Anda berlalu karena perpanjangan hawa nafsu mereka dan kelupaan akan kematian mereka, hingga peristiwa yang dijanjikan itu menimpa mereka, yang dalih-dalihnya ditampik, taubat ditolak serta hukuman dan pembalasan ditimpakan.

Wahai manusia, orang yang mencari nasihat dari Allah, mendapatkan petunjuk-Nya, dan orang yang mengambil sabda-Nya sebagai petunjuk, dipimpin kepada yang lebih lurus, karena pencinta Allah merasa aman dan lawan-Nya merasa takut. Orang yang mengetahui keagungan-Nya tidaklah pantas mengaku besar, tetapi kebesaran orang yang mengakui kebesaran-Nya ialah bahwa mereka mengagungkan Dia, dan keselamatan orang yang mengetahui kekuasaan-Nya terletak pada penyerahan diri kepada-Nya. Jangan melarikan diri ketakutan dari kebenaran seperti ketakutan orang sehat terhadap orang berkudis, atau orang sehat dari orang sakit.

Hendaklah Anda ketahui bahwa Anda tak akan pernah mengenal petunjuk kalau Anda tidak mengenali siapa yang telah meninggalkannya; Anda tak akan berpegang pada janji-janji Al-Qur'an apabila Anda tidak mengenali siapa yang telah melanggarnya, dan (Anda) tak akan pernah berpegang erat padanya kecuali apabila Anda ketahui siapa yang telah meninggalkannya. Carilah hal-hal ini dari orang-orang yang memilikinya, karena mereka adalah sumber hidupnya pengetahuan dan matinya kejahilan. Mereka adalah orang-orang yang perintah-perintahnya akan mengungkapkan kepada Anda (besarnya) pengetahuan mereka, diamnya mereka mengungkapkan (kemampuan) nya berbicara, dan wajah lahir mereka akan mengungkapkan batin mereka. Mereka tidak menentang agama, dan tidak saling berbeda tentang itu, sementara ada di antara mereka suatu saksi yang benar dan pembicara yang diam.

Tuesday, April 24, 2007

Doa yang dikabulkan

Dikisahkan tentang seorang peminum khamr berencana mengumpulkan teman-temannya yang biasa minum-minum bersamanya. Ia memberikan empat dirham kepada budaknya agar membeli buah-buahan sebagai pelengkap hidangan majlisnya malam itu. Dalam perjalanannya ke pasar, si budak lewat di depan majlis Manshur bin `Ammar, sedang memintakan sumbangan untuk seorang miskin. Katanya, “Siapa saja yang memberi orang miskin ini sebanyak empat dirham, aku akan mendoakan baginya empat jenis doa.” Mendengar itu, si budak menyerahkan keempat dirham milik majikannya kepada Manshur yang lalu bertanya kepadanya, “Doa apa yang kauingin aku doakan untukmu?” Jawab si budak, “Aku mempunyai seorang majikan yang aku ingin sekali terbebas darinya.”

Manshur segera berdoa, lalu bertanya lagi, “Apa lagi?” “Agar Allah menggantikan keempat dirham yang telah kuserahkan kepada Anda,” jawab budak itu. Lalu Manshur berdoa lagi, dan setelah itu berkata, “Apa lagi?” “Agar Allah mengabulkan taubat majikanku itu,” jawab si budak. Sekali lagi Manshur berdoa, lalu berkata, “Apa lagi?” “Agar Allah memberikan ampunan-Nya bagiku, bagi majikanku, bagi Anda dan bagi semua yang hadir.” Dan Manshur pun berdoa untuk keempat kalinya, lalu si budak pulang dan ditanya oleh majikannya,

“Mengapa lama sekali engkau pergi?” Budak itu menceritakan apa yang dialaminya bersama Mnshur bin `Ammar.

“Apa yang kauminta didoakan olehnya?” tanya sang majikan.

“Pertama,” jawab si budak, “Agar aku memperoleh kebebasan.”

“Baiklah, kini engkau telah kubebaskan, dan boleh pergi kemana saja engkau kehendaki. Apa permintaanmu yang kedua?”

“Agar Allah menggantikan keempat dirham yang kuberikan kepada orang miskin itu.”

“Baiklah, ini empat ribu dirham hadiah untukmu. Apa yang ketiga?”

“Agar Allah mengabulkan taubat Anda.”

“Baiklah. Sekarang juga aku bertaubat kepada Allah. Apa yang keempat?”

“Agar Allah memberi ampunan bagiku, bagi Anda, bagi semua yang hadir dan bagi orang itu yang mengingatkan aku.”

“Wah, kalau yang ini, bukan wewenangku!” kata si mantan majikan.

(Malam itu juga, ia melihat seolah-olah ada yang berseru kepadanya, “Engkau telah melakukan apa yang mampu kaulakukan. Apakah kaukira Aku tidak akan melakukan apa yang mampu Aku lakukan? Aku telah memberikan pengampunan bagimu, bagi mantan budakmu, bagi Manshur bin `Ammar dan bagi semua yang hadir!”).

MEMAHAMI AL-QURAN


Seseorang datang menemui Imam Jafar as Shadiq dan berkata, “Aku telah mengamalkan dua perkara berdasarkan dua ayat yang terdapat di dalam Alquran, akan tetapi aku tidak mendapat hasilnya !”

Imam Jafar As-Shadiq bertanya, “Dua ayat yang mana?”

Orang tersebut menjawab, “Ayat pertama berbunyi, ‘Berdoalah kepadaku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’ (QS: Al-Mukmin:60). Dan ayat kedua berbunyi, ‘Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya’. (QS. As-Saba’:39). Aku berdoa, tapi tidak dikabulkan. Dan aku telah mengeluarkan infak, tapi aku tidak melihat gantinya !”.

Imam Jafar Ash-shadiq berujar, ”Apa engkau berfikir Allah SWT akan mengingkari janji-Nya ?”
Orang tersebut menjawab, ”Tidak”

Kemudian Imam Jafar melanjutkan pertanyaannya dan berkata, ”Lantas, apa yang menyebabkan doamu tidak terkabul ?”.

Orang tersebut menjawab, ”Aku tidak tahu”

Imam Jafar berkata,”Aku akan memberi tahukannya kepadamu. Allah SWT ketika memerintahkan seseorang untuk berdoa dan orang tersebut menaati perintah-Nya serta menjaga sisi-sisi doa, maka doanya akan terkabulkan.”

Orang tersebut bertanya, ”Apakah sisi-sisi dan syarat-syaratnya?”

Imam berkata, ”Pertama-tama, hendaklah engkau memuja dan memuji Allah SWT serta mengingat segala nikmat-Nya. Kemudian, bersyukurlah. Selanjutnya bershalawatlah kepada Rasulullah SAW. Lalu, ingatlah segala dosamu dan berjanjilah kepada Allah untuk meminta perlindungan dan berpaling kepada Allah dari dosa-dosa tersebut.

Adapun berkenaan dengan ayat kedua, apakah engkau berfikir bahwa Allah SWT akan mengingkari janji-Nya?”

Orang tersebut berkata, ”Tidak”.
Kemudian Imam mengatakan, ”Lantas, mengapa infakmu belum atau tidak diganti (oleh-Nya)?”

Orang tersebut berkata, ”Aku tidak tahu”
Imam menuturkan, ”Jika seseorang di antara kalian memperoleh harta dengan cara yang halal dan menginfakkannya di jalan yang halal pula, maka tidak ada sepeser dirham pun yang ia keluarkan kecuali Allah SWT akan menggantinya.”

Monday, April 23, 2007

Imam Al-Haddad ra: Berbagai Kelompok dalam Memilih Jalan (Thariqah)

Dari Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah karya Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad.ra:

Jika Anda telah mengetahui maksud pengambilan perumpamaan dengan meja hidangan dan pasar serta dengan banyaknya ragam makanan dan barang dagangan pada keduanya, dan bahwa itu semua disediakan untuk semua hadirin agar masing-masing mengambil yang diinginkannya dari apa yang cocok baginya dan baik untuk dirinya, kini ketahuilah bahwa berkenaan dengan itu manusia terbagi menjadi empat golongan:

1. Orang yang jika melihat banyaknya ragam makanan dan barang hanya mau mengambil apa yang sekiranya baik dan cocok untuk dirinya tanpa memiliki keberatan ataupun keinginan pada sesuatu selain dari itu. Inilah orang yang sehat akalnya, piawai, dan berpandangan luas.

2. Orang yang mengambil apa yang dianggapnya baik untuk dirinya sendiri, tidak menyukai sesuatu selain itu, dan mengira bahwa tidak seorang pun akan menyukainya pula. Orang seperti ini agak bodoh dan berpandangan sempit.

3. Orang yang menginginkan segala yang dilihatnya, yang baik dan cocok baginya maupun yang tidak baik dan tidak sesuai dengannya. Sehingga, adakalanya ia menginginkan sesuatu yang tidak baik baginya dan tidak patut. Mungkin pula pada suatu waktu ia menginginkan yang "ini" dan pada waktu lain ia menginginkan yang "itu". Orang seperti itu selain agak dungu, juga gemar mencampuri segala sesuatu tanpa pemikiran yang bijaksana.

4. Orang yang jika melihat banyaknya ragam makanan dan barang menjadi ragu-ragu dan bingung, lalu tidak mampu menentukan apa yang diinginkannya atau apa yang diambilnya. Orang seperti itu terus-menerus berada dalam kebingungan dan keraguan.

Keadaan-keadaan yang bersesuaian dengan pembagian ini dapat terjadi pula atas diri orang-orang yang memerhatikan berbagai ilmu, ibadah, thariqah, dan ihwal yang berlainan. Berkaitan dengan itu, seseorang dari mereka adakalanya menginginkan "semuanya"; yang lain berada dalam kebingungan dan tidak tahu lagi apa yang akan diikutinya, ada pula yang berpegang erat-erat pada sesuatu yang dianggapnya baik untuk dirinya, lalu ia sangat membenci segala sesuatu selainnya, menentangnya, dan memusuhinya; itu semua menunjukkan kekurangan pengetahuan, kelemahan jiwa, dan kepicikan pandangan".

Thursday, April 19, 2007

Sekilas Muhammad Rasulullah SAW (4)

Teratur dan Tertib
Semua tindakan Nabi saw teratur dan tertib. Nabi saw bekerja sesuai dengan jadwal. Nabi saw mengajak para sahabatnya untuk berbuat sama. Berkat pengaruh Nabi saw, para sahabat jadi penuh disiplin. Bahkan ketika Nabi saw memandang perlu merahasiakan keputusan tertentu agar musuh tidak menaruh syak wasangka terhadap kaum Muslim, para sahabat serta merta melaksanakan perintah Nabi saw. Misal, Nabi saw pernah memerintahkan agar para sahabat bergerak esok hari. Keesokan harinya semua sahabat yang diperintah itu bergerak bersama Nabi saw tanpa tahu maksud finalnya, dan para sahabat baru tahu maksudnya pada saat-saat terakhir. Terkadang Nabi saw memerintahkan beberapa orang untuk bergerak ke arah tertentu, memberikan surat untuk komandan mereka dan memerintahkan agar komandan tersebut membuka surat itu begitu sampai di tempat tertentu dan agar bertindak sesuai dengan perintah. Sebelum mencapai tempat tertentu, mereka tidak tahu maksud mereka dan untuk apa mereka ke sana. Dengan cara ini Nabi saw membuat musuh dan mata-mata tak tahu apa-apa, dan sering kali musuh serta mata-mata tak menduganya.

Mau Mendengarkan Kritik dan Tak Suka Pujian yang Bersifat Menjilat
Terkadang Nabi saw terpaksa menghadapi kritik para sahabat. Namun tanpa bersikap keras terhadap mereka, Nabi saw menjelas-kan keputusannya, dan para sahabat pun akhimya mau menerima. Nabi saw membenci sekali pujian yang bersifat menjilat. Nabi saw mengatakan: "Lemparkan debu ke wajah orang yang menjilat."

Nabi saw suka bekerja sempurna. Nabi saw biasa mengerjakan sesuatu dengan benar dan efisien. Ketika Sa'ad bin Mu'adz meninggal dan kemudian dibaringkan di makamnya, Nabi saw dengan kedua tangannya sendiri meletakkan batu dan bata di makam Sa'ad persis pada tempatnya dan dengan efisien. Nabi saw bersabda: "Aku mau segalanya dikerjakan dengan benar dan efisien."

Memerangi Kelemahan
Nabi saw tidak mengeksploitasi titik lemah dan kebodohan orang. Nabi saw justru berupaya memperbaiki kelemahan orang dan membuat orang mengetahui apa yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Pada hari meninggalnya putra Nabi saw yang berusia tujuh belas bulan, kebetulan terjadi gerhana matahari. Orang pada mengatakan bahwa gerhana tersebut terjadi karena duka cita yang merundung Nabi saw. Nabi saw tidak tinggal diam menghadapi pikiran yang keliru ini. Nabi saw kemudian naik ke mimbar dan mengatakan: "Wahai manusia! Bulan dan matahari adalah dua tanda dari Allah. Terjadinya gerhana keduanya bukan karena kematian seseorang."

Memiliki Kualitas Sebagai Pemimpin
Nabi saw memiliki kualitas maksimum kepemimpinan seperti sifat mau tahu orang, teguh had, efisien, berani, tak takut meng­hadapi konsekuensi suatu tindakan, mampu melihat ke depan, mampu menghadapi kritik, mengakui kemampuan orang lain, mendelegasikan kekuasaan kepada orang lain yang mampu, luwes dalam masalah pribadinya, keras dalam masalah prinsip, memandang penting orang lain, memajukan bakat intelektual, emosional dan praktis mereka, menjauhkan diri dari praktik lalim, tidak meminta ketaatan buta, bersahaja dan rendah hati, bermartabat dan sangat memperhatikan pengelolaan sumber daya manusia. Nabi saw sering mengatakan: "Jika kamu bertiga mengadakan perjalanan bersama, maka pilih salah satu dari kalian sebagai pemimpin."

Di Madinah, Nabi saw mendirikan sebuah sekretariat khusus. Nabi saw menunjuk sekelompok orang untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Ada ahli tulis wahyu yang bertugas menulis Al-Qur'an. Beberapa orang diberi amanat membuat draft dan menulis surat khusus. Beberapa orang diberi tugas mencatat transaksi legal. Beberapa orang diberi tanggung jawab memegang pembukuan. Beberapa orang diberi tanggung jawab membuat draft perjanjian. Semua perincian ini dicatat dalam buku sejarah seperti "Tarikh Ibn Wazih, al-Ya'qubi, at-Tanbîh wa al-Isyrâf karya Mas'udi, "Mu'jam al-Buldân" karya al-Bilâdzuri dan "at-Thabaqât" karya Ibn Sa'ad.

Metode Berdakwah
Dalam mendakwahkan Islam, metode Nabi saw lembut, tidak keras. Nabi saw terutama berupaya membangkitkan harapan, dan menghindari penggunaan ancaman. Kepada salah seorang sahabat, yang diutus Nabi saw untuk mendakwahkan Islam, Nabi saw mengatakan: "Bersikaplah yang menyenangkan, dan jangan bersikap keras. Katakan apa yang menyenangkan hati orang, dan jangan buat mereka jadi benci."

Nabi saw memiliki perhatian yang aktif terhadap dakwah Islam. Pernah Nabi saw pergi ke Thaif untuk berdakwah. Pada musim haji, Nabi saw suka menyeru berbagai suku dan menyampaikan pesan Islam kepada mereka. Nabi saw pemah mengutus Imam Ali bin Abi Thalib as dan pada kesempatan lain Mu'adz bin Jabal ke Yaman untuk berdakwah. Sebelum ke Madinah, Nabi saw mengutus Mus'ab bin Umair untuk berdakwah di Madinah. Nabi saw mengutus sejumlah sahabat ke Ediiopia. Di samping untuk meng­hindari penganiayaan kaum musyrik Mekah, mereka mendakwah­kan Islam di Ethiopia dan memuluskan jalan bagi diterimanya Islam oleh Negus, Raja Ethiopia, dan 50 persen penduduk Ethiopia. Pada tahun ke-6 Hijrah, Nabi saw mengirim surat kepada pemimpin sejumlah negara di berbagai bagian dunia dan mengenalkan kepada mereka tentang kenabiannya. Sekitar seratus surat yang ditulis Nabi untuk berbagai pemimpin, sampai sekarang masih ada.

Mendorong Pengetahuan
Nabi saw mendorong para sahabat untuk mencari ilmu. Nabi saw mewajibkan anak-anak mereka untuk belajar membaca dan menulis. Nabi saw memerintahkan sebagian sahabat untuk belajar bahasa Syiria kuno. Nabi saw sering berkata: "Setiap Muslim wajib menuntut ilmu."
Nabi saw juga mengatakan: "Di mana pun kamu mendapati satu ilmu yang berguna, ambillah. Tak masalah apakah ilmu itu ada pada orang kafir atau orang munafik."
"Tuntutlah ilmu sekalipun hams pergi ke negeri Cina."

Penekanan arti pentingnya ilmu ini menjadi sebab kenapa kaum Muslim begitu cepat tersebar ke seluruh penjuru dunia untuk menuntut ilmu dan untuk mencari karya-karya ilmiah. Kaum Muslim tidak saja menerjemahkan karya-karya ini, namun juga menelitinya. Dengan begitu mereka menjadi penghubung antara budaya-budaya kuno Yunani, Roma, Iran, Mesir serta India, dan budaya modern Eropa. Dengan berlalunya waktu, kaum Muslim sendiri menjadi pendiri salah satu peradaban dan budaya terbesar dalam sejarah manusia, yang oleh dunia dikenal sebagai peradaban dan budaya Muslim.

Karakter dan perilaku Nabi saw, seperti sabda dan agamanya, lengkap. Sejarah tak pernah menyaksikan pribadi lain selain Nabi saw yang berhasil mencapai kesempurnaan dalam semua dimensi manusia. Memang Nabi saw merupakan seorang manusia yang sempurna.

(Dikutip dari buku "Manusia dan Alam Semesta", Bab 21 "Nabi Muhammad SAW")

Sekilas Muhammad Rasulullah SAW (3)

Ibadah

Untuk sebagian malam, terkadang separo malam, dan terkadang sepertiga atau dua pertiga malam, Nabi saw selalu melakukan ibadah. Meski siang harinya sibuk, khususnya selama Nabi saw berada di Madinah, Nabi saw tak pernah mengurangi waktu ibadahnya. Nabi saw menemukan kenikmatan penuh dalam ibadah dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Ibadahnya merupakan ungkapan cinta dan rasa syukur, dan motivasinya bukan keinginan masuk surga, juga bukan karena takut neraka.

Suatu hari salah seorang istrinya bertanya kepada Nabi saw, bahwa kenapa Nabi saw begitu kuat dedikasinya untuk ibadah? Jawab Nabi saw: "Kepada siapa lagi aku mesti bersyukur, kalau bukan kepada Tuhanku?"

Nabi saw sangat sering berpuasa. Di samping puasa di bulan Ramadhan dan di sebagian bulan Syakban, Nabi saw selalu puasa dua hari sekali. Nabi saw selalu melewatkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan iktikaf di masjid. Dalam iktikaf ini Nabi saw mencurahkan segenap waktunya untuk ibadah. Namun kepada umatnya Nabi saw mengatakan bahwa sudah cukup kalau berpuasa tiga hari setiap bulannya. Nabi saw suka mengatakan bahwa ibadah dikerjakan menurut kemampuan masing-masing, dan tidak boleh memaksakan diri, karena kalau dipaksakan, maka efeknya akan buruk. Nabi saw menentang kehidupan rahib, menentang sikap hidup yang tak mau terlibat dalam urusan duniawi, dan menentang sikap hidup yang menolak kehidupan berkeluarga. Beberapa sahabat Nabi saw mengutarakan niat untuk hidup seperti rahib. Nabi saw mencela mereka. Nabi saw sering mengatakan:

Tubuh, istri, anak-anak dan sahabat-sahabatmu semuanya punya hak atas dirimu, dan kamu harus memenuhi kewajibanmu."

Bila salat sendirian, salat Nabi saw lama, bahkan terkadang Nabi saw berjamjam menunaikan salat sebelum subuh. Namun bila salat berjamaah, salat Nabi saw tidak lama. Dalam hal ini Nabi saw memandang penting memperhatikan orang-orang usia lanjut dan orang-orang yang lemah jasmaninya di antara para pengikutnya.

Hidup Sederhana

Hidup sederhana merupakan salah satu prinsip hidup Nabi saw. Makanan Nabi saw sederhana. Pakaian yang dikenakannya sederhana. Nabi saw, bila mengadakan perjalanan, caranya sederhana. Nabi saw lebih sering tidur di atas tikar, duduk di tanah, dan memerah susu kambing dengan kedua tangannya sendiri. Nabi saw, bila naik binatang tunggangan, tidak memakai pelana. Kalau sedang naik binatang tunggangan, Nabi tak mau ada pengiringnya. Makanan pokok Nabi saw adalah roti dan kurrna. Nabi saw memperbaiki sepatunya sendiri dan menjahit pakaiannya sendiri dengan kedua tangannya sendiri. Kendati hidup bersahaja, Nabi saw tak pernah menganjurkan filosofi asketisisme (hidup dengan disiplin diri yang keras dan berpantang dari segala bentuk kesenangan atau kenikmatan—pen.). Nabi saw percaya bahwa uang perlu dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat dan untuk tujuan-tujuan halal lainnya. Nabi saw biasa mengatakan: "Sungguh menyenangkan kekayaan itu, jika didapat dengan cara yang halal oleh orang yang tahu cara membelanjakannya."

Nabi saw juga mengatakan: "Kekayaan merupakan bantuan yang baik bagi ketakwaan."

Ketetapan Hati dan Sabar

Tekad atau kemauan keras Nabi saw sungguh luar biasa. Tekad ini mempengaruhi para sahabatnya juga. Periode kenabiannya benar-benar merupakan pelajaran tentang kemauan keras dan kesabaran. Dalam masa hidupnya, beberapa kali kondisi sedemikian rupa sehingga kelihatannya tak ada lagi harapan, namun tak pernah ada kata gagal dalam benaknya. Keyakinannya bahwa dirinya pada akhirnya akan sukses, tak pernah goyah sekejap pun.

Kepemimpinan, Administrasi dan Konsultasi

Sekalipun para sahabat Nabi saw menjalankan setiap perintah Nabi saw tanpa ragu, dan berulang-ulang mengatakan percaya penuh kepada Nabi saw dan bahkan mau terjun ke sungai atau ke dalam kobaran api jika saja Nabi saw memerintahkannya, namun Nabi saw tak pernah menggunakan cara-cara diktator. Mengenai masalah-masalah yang belum ada ketentuan khususnya dari Allah SWT, Nabi saw berkonsultasi dengan sahabat-sahabatnya dan menghargai pandangan mereka, dan dengan demikian membantu mereka mengembangkan pribadi mereka. Ketika Perang Badar, Nabi saw menyerahkan persoalan mengambil aksi militer untuk menghadapi musuh, memilih lahan untuk mendirikan tenda, dan mengenai perlakuan terhadap tawanan, kepada nasihat sahabat-sahabatnya. Ketika Perang Uhud, Nabi saw berkonsultasi soal perlu tidaknya tentara Muslim bertempur dari dalam kota Madinah ataukah tentara Muslim perlu keluar dari kota. Nabi saw juga berkonsultasi dengan para sahabatnya ketika Perang Ahzab dan Tabuk.

Kebaikan hati dan toleransi Nabi saw, keinginannya untuk mengupayakan ampunan bagi dosa-dosa umatnya, sahabat-sahabat­nya dan konsultasi dengan mereka yang dipandangnya penting, merupakan faktor-faktor utama yang memberikan sumbangsih bagi pengaruhnya yang luar biasa di kalangan para sahabatnya. Fakta ini ditunjukkan oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an memfirmankan:

Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan din dari sekelitingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Âli 'Imrân: 159)

(dikutip dari buku "Manusia dan Alam Semesta", bab 21 "Nabi Muhammad SAW")

Sekilas Muhammad Rasulullah SAW (2)

Sikap Terhadap Keluarga
Muhammad saw baik hati sikapnya terhadap keluarganya. Terhadap istri-istrinya, Muhammad saw tak pernah kasar sikapnya. Orang-orang Mekah pada umumnya merasa aneh dengan perilaku baik seperti itu. Nabi saw mentoleransi perkataan sebagian istrinya yang terasa menyakitkan hati, meskipun perkataan semacam itu tidak disukai sebagian istrinya yang lain. Nabi dengan penuh empati mengajak para pengikutnya untuk bersikap baik hati terhadap istri-istri mereka, karena, seperti sering kali diucapkannya, lelaki dan perempuan itu keduanya sama-sama memiliki sifat baik dan sifat buruk. Suami tidak boleh cuma gara-gara kebiasaan istri­nya yang tak menyenangkan lalu menceraikannya. Jika suami tak menyukai beberapa sifat istrinya, istri tentu memiliki sifat-sifat lain yang menyenangkannya. Dengan demikian urusannya jadi seimbang. Nabi Suci saw sangat menyayangi anak-anak dan cucu-cucunya. Nabi saw memperlihatkan rasa cinta dan kelembutan hatinya kepada mereka. Nabi saw mencintai mereka, memangku mereka, mendudukkan mereka di atas kedua bahunya dan menciumi mereka. Semua ini bertentangan dengan adat dan kebiasaan masyarakat Arab pada masa itu.
Nabi saw juga memperlihatkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak-anak kaum Muslim. Nabi saw memangku mereka dan mengusap-usap kepala mereka. Para ibu sering kali membawa anak-anak mereka kepada Nabi saw untuk mendapatkan berkahnya. Bahkan pernah ada kejadian anak mengencingi pakaian Nabi saw. Dan para ibu pun jadi marah serta merasa malu. Sebagian ibu mencoba menghentikan anak main air. Namun Nabi Suci Saw. meminta ibu-ibu itu untuk tidak mengganggu anak tersebut. Nabi saw mengatakan bahwa anak itu akan membersihkan pakaiannya kalau pakaian itu kotor.

Sikap Terhadap Sahaya
Nabi saw luar biasa baik hati sikapnya terhadap kaum sahaya. Nabi saw suka mengatakan kepada orang bahwa sahaya adalah saudara. Nabi saw mengatakan: "Beri mereka makanan sepeiti yang kamu makan, pakaian seperti yang kamu pakai. Jangan paksa mereka mengerjakan sesuatu yang terlalu sulit bagi mereka. Beri mereka pekerjaan mereka, dan bantulah mereka dalam melaksanakan pekerjaan. Jangan panggil mereka dengan sebutan budak, karena semua manusia adalah hamba Allah. Allahlah Tuan sejati bagi semua manusia. Panggillah sahaya lelaki dan sahaya perempuanmu dengan panggilan anak muda."
Islam memberikan kepada kaum sahaya semua kemudahan yang dapat diberikan, kemudahan yang melahirkan kemerdekaan penuh mereka. Nabi Suci saw menggambarkan perdagangan sahaya sebagai seburuk-buruk pekerjaan. Nabi saw mengatakan bahwa orang yang memperdagangkan manusia adalah seburuk-buruk orang di mata Allah SWT.

Bersih, Rapi dan Memakai Wewangian
Nabi saw sangat menyukai kebersihan, kerapian dan wewangian. Nabi saw mendorong sahabat dan pengikutnya untuk menjaga kebersihan tubuh dan rumah mereka dan untuk memakai we­wangian. Nabi saw khususnya mengajak mereka untuk mandi dan memakai wewangian pada hari-hari Jumat agar tak ada bau badan yang tak sedap yang dapat mengganggu jamaah salat Jumat.

Perilaku Sosial
Dalam kehidupan di tengah masyarakat, Nabi saw selalu baik hati, riang dan sopan terhadap semua orang. Nabi saw selalu yang lebih duluan memberikan salam, sekalipun kepada anak-anak dan para sahaya. Nabi saw tak pernah meregangkan kakinya di hadapan orang, dan tak pernah berbaring di hadapan orang. Kalau tengah bersama Nabi saw, semua orang duduk mengelilingi Nabi saw. Tak ada yang punya tempat khusus. Nabi saw selalu memperhatikan sahabat-sahabatnya. Kalau Nabi saw tak melihat siapa pun di antara sahabat-sahabatnya itu selama dua atau tiga hari, Nabi saw menanyakannya. Jika ternyata sahabat itu sakit, Nabi saw menjenguknya. Dan jika sahabat itu mendapat kesulitan, Nabi saw berupaya memecahkan problemnya. Dalam majelis, Nabi saw tak pernah bicara atau memberi perhatian hanya kepada seseorang, namun Nabi saw bicara dan memberikan perhatian kepada semuanya. Nabi saw tak suka kalau Nabi saw tinggal duduk saja lalu orang melayaninya. Nabi saw sendiri ikut dalam semua yang harus dikerjakan. Nabi saw suka mengatakan bahwa Allah SWT tak suka melihat seorang hamba yang merasa unggul sendiri.

Lembut Namun Tegas
Dalam masalah pribadi, Nabi saw lembut, simpatik dan toleran. Pada banyak peristiwa sejarah, toleransi Nabi saw merupakan salah satu alasan kenapa Nabi saw sukses. Namun dalam masalah prinsip ketika mengenai masalah kepentingan masyarakat atau hukum, Nabi saw tegas dan tak pernah memperlihatkan sikap toleran. Ketika peristiwa penaklukan atas Mekah dan kemenangan Nabi saw atas kaum Quraisy, Nabi saw mengabaikan kesalahan-kesalahan yang pernah mereka lakukan terhadap diri Nabi selama dua puluh tiga tahun. Nabi saw justru menyatakan amnesti umum. Nabi saw menerima permintaan maaf pembunuh paman tercintanya, Hamzah. Namun Nabi saw menjatuhkan hukuman kepada seorang wanita Bani Makhzum yang mencuri. Padahal wanita ini dari keluarga yang sangat terhormat, yang memandang penerapan hukuman atas dirinya sebagai penghinaan besar bagi keluarga tersebut. Keluarga ini tak henti-hentinya meminta Nabi saw untuk memaafkannya. Beberapa sahabat terkenal Nabi saw juga memintakan pengampunan baginya. Namun Nabi saw dengan marah me­ngatakan bahwa tidaklah mungkin karena untuk kepentingan seseorang lalu hukum Allah tidak diterapkan. Pada sore hari itu juga Nabi saw menyampaikan khotbah:
"Bangsa-bangsa dan umat-umat terdahulu mengalami kemunduran dan lalu punah akibat mereka bersikap diskriminatif dalam pelaksanaan hukum Allah. Kalau orang berpengaruh berbuat kejahatan, dia dibiarkan begitu saja. Namun jika orang lemah dan tak penting berbuat kejahatan, dia dihukum. Aku bersumpah demi Allah yang di tangan-Nya jiwaku bahwa aku akan tegas dalam melaksanakan keadilan sekalipun yang berbuat salah itu salah seorang keluargaku."

(Dikutip dari buku "Manusia dan Alam Semesta", Bab 21 "Nabi Muhammad SAW")

Sekilas Muhammad Rasulullah SAW (1)

Nabi Muhammad bin Abdullah saw adalah nabi terakhir. Lahir pada tahun 570 M di Mekah. Diutus menjadi nabi ketika berusia empat puluh tahun. Selama tiga belas tahun Nabi saw berdakwah Islam di Mekah. Di Mekah Nabi saw mengalami banyak sekali kesulitan. Selama periode Mekah ini Nabi saw mendidik beberapa orang pilihan. Kemudian Nabi saw hijrah ke Madinah. Di Madinah Nabi saw mendirikan sentranya. Selama sepuluh tahun Nabi saw terang-terangan berdakwah Islam di Madinah. Nabi saw melakukan sejumlah perang yang berhasil menundukkan kaum Arab yang arogan. Pada akhir periode ini seluruh jazirah Arab memeluk Islam. Al-Qur'an Suci diwahyukan kepadanya secara bertahap dalam waktu dua puluh tiga tahun. Kaum Muslim memperlihatkan dedikasi yang luar biasa dan takzim kepada Al-Qur'an dan kepada pribadi Nabi Muhammad saw. Nabi saw wafat pada tahun 11 H pada tahun ke-23 misi kenabiannya dalam usia enam puluh tiga tahun. Nabi saw meninggalkan suatu masyarakat yang belum lama lahir, suatu masyarakat yang penuh dengan semangat spiritual, suatu masyarakat yang mempercayai suatu ideologi yang konstruktif dan yang menyadari tanggung jawabnya di dunia.

Ada dua hal yang memberi masyarakat yang baru lahir ini semangat antusiasme dan persatuan: Pertama, Al-Qur'an yang menyemangati kaum Muslim, yang senantiasa dibaca oleh kaum Muslim. Kedua, pribadi mulia dan berpengaruh Nabi saw yang sangat memesona kaum Muslim. Kini kami bahas secara ringkas pribadi Nabi Suci saw.

Masa Kanak-kanak
Muhammad saw masih berada dalam rahim ibundanya, ketika ayahandanya, yang kembali dari perjalanan bisnis ke Syiria, meninggal di Madinah. Kemudian Abdul Muthalib, kakeknya, mengambil alih pengasuhannya. Sejak kanak-kanak, tanda-tanda bahwa kelak dia akan menjadi nabi sudah terlihat jelas dari keistimewaan dan perilakunya. Abdul Muthalib secara intuitif mendeteksi bahwa cucunya memiliki masa depan yang luar biasa cemerlang.
Muhammad saw baru berusia delapan tahun ketika kakeknya juga meninggal. Dan sesuai dengan wasiat kakeknya, pengasuhan Muhammad saw diberikan kepada paman Muhammad saw yang bernama Abu Thalib as. Abu Thalib as juga terkejut ketika tahu bahwa perilaku anak ini beda dengan perilaku anak-anak lainnya. Tak seperti anak-anak sekitamya, Muhammad saw tak pemah tamak dengan makanan. Dan tak seperti adat yang berlaku pada masa itu, Muhammad saw selalu menyisir rapi rambutnya, dan wajah serta tubuh Muhammad saw selalu bersih.

Suatu hari Abu Thalib ingin Muhammad saw berganti pakaian di hadapan Abu Thalib sebelum pergi tidur. Si kecil Muhammad saw tak menyukai keinginan seperti itu. Namun karena tak dapat mentah-mentah menolak keinginan pamannya, si kecil Muhammad saw meminta pamannya untuk memalingkan mukanya ketika Muhammad saw melepaskan pakaiannya. Tentu saja Abu Thalib kaget, karena orang dewasa Arab sekalipun pada masa itu tak menolak bila diminta telanjang bulat di hadapan orang lain. Kata Abu Thalib: "Aku tak pernah mendengar dia berbohong, juga tak pernah aku melihat dia melakukan sesuatu yang tak senonoh. Kalau perlu saja Muhammad tertawa. Dia juga tak ingin ikut dalam permainan anak-anak. Dia lebih suka sendirian, dan selalu sopan, rendah hati dan bersahaja."

Tak Suka Nganggur dan Malas-malasan
Beliau saw tak suka nganggur dan bermalas-malasan. Beliau saw senantiasa mengucapkan: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan, ketidakberdayaan dan sesuatu yang tak ada nilainya." Beliau saw selalu menyuruh kaum Muslim untuk bekerja keras dan kreatif. Beliau saw selalu mengatakan bahwa kemuliaan itu memiliki tujuh bagian, dan bagian terbaiknya adalah mencari nafkah dengan halal.

Jujur
Nabi saw, sebelum diutus menjadi rasul, mengadakan perjalanan ke Syiria untuk kepentingan Khadijah as. Dan Khadijah as ini di kemudian hari menjadi istrinya. Perjalanan ini, lebih dari sebelumnya, memperjelas kejujuran dan efisiensinya. Kejujuran dan keandalannya jadi begitu terkenal, sampai-sampai dia mendapat julukan tepercaya (al-Amin). Orang mempercayakan penjagaari harta mereka yang berhafga kepada Muhammad saw. Bahkan setelah diutus menjadi rasul, meskipun memusuhinya, kaum Quraisy tetap saja menyerahkan penjagaan harta berharga mereka kepadanya karena merasa yakin akan aman di tangannya. Itulah sebabnya ketika hijrah ke Madinah, Muhammad saw meninggalkan Imam Ali bin Abi Thalib as untuk beberapa hari demi mengembali-kan titipan kepada para pemiliknya.

Menentang Kezaliman
Pada masa pra-Islam, ada perjanjian yang dibuat oleh para korban kekejaman dan kezaliman dengan tujuan untuk melakukan upaya bersama guna melindungi kaum tertindas terhadap para tiran yang zalim. Perjanjian ini dikenal dengan nama "Hilful Fudhûl". Perjanjian ini dibuat di rumah Abdullah bin Jad'in di Mekah oleh tokoh-tokoh penting tertentu pada masa itu. Kemudian, selama masa kenabiannya, Muhammad saw sering menyebut perjanjian ini. Beliau mengatakan masih mau ikut dalam perjanjian serupa, dan tak mungkin melanggar isi perjanjian.

(dikutip dari buku "Manusia dan Alam Semesta", Bab 21 "Nabi Muhammad SAW")

"BUANG ANGIN" dan AKHLAQ


As-Sayyidul Wujud, Rasululullah SAW pernah bersabda: "Innakum lan tas'awun naasa bi amwaalikum wa anfusikum fas'auhum bi akhlaaqikum", yang terjemahan bebasnya adalah kira2: Engkau tidak akan berhasil mempengaruhi orang selamanya dengan harta2mu dan diri2mu, tapi pengaruhi mereka dengan akhlak mu. Pengaruh yang ditanamkan dengan menggunakan harta atau diri/fisik seseorang hanya akan berhasil sesuai dengan umur dari keduanya tsb. Begitu harta habis, begitu diri/fisik sudah tidak menarik lagi, maka pengaruh orang tsb pun akan ikut habis pula.



Dikisahkan pada zaman Muawiyyah, terdapat seseorang bernama Abu al-Aswad. Beliau adalah seorang ahli tata bahasa Arab (nahwu). Pada suatu hari dia memenuhi panggilan Muawiyyah untuk suatu urusan. Ketika sedang berbincang-bincang, tanpa ia sadari dan sengaja, dia keluar angin (maaf : kentut). Sialnya suara kentut nya tersebut terdengar oleh Muawiyyah. Karena "buang angin" merupakan sebuah aib yang memalukan bagi bangsa Arab, maka Abu Al-Aswad memohon kepada Mu'awiyyah untuk tidak menceritakan kejadian barusan kepada orang lain. Dan kemudian Mu'awiyyah mengiyakannya seraya bersumpah demi Allah untuk tidak menceritakan kejadian yang memalukan Abu al-Aswad tsb kepada orang lain.


Esok paginya, ketika Abu al-Aswad kembali datang ke kediaman Muawiyyah, dia bertemu dengan Amr bin Ash. Lalu Amr bin Ash berkata kepada abu al-Aswad "Kemana perginya angin itu ?". Pertanyaan tersebut kontan membuat abu al-aswad merah padam karena malu, dan juga marah kepada Muawiyyah yang telah bersumpah untuk tidak membuka rahasia ini kepada siapa pun. Lalu Abu al-Aswad pergi menemui Muawiyyah dan berkata : "Kalau masalah 'angin' saja engkau telah berani berbohong di bawah sumpah, bagaimana aku akan percaya apabila engkau menjadi pemimpin ?!".



Pada peristiwa yang lain, dikisahkan k
etika Umar b. Khaththab mengimami shalat, terdengar bunyi suara kentut dari arah makmum. selesai shalat Umar berkata : "Siapa tadi yg merasa kentut agar berdiri, mengambil wudhu dan shalat lagi!"

Tak seorangpun yg berani berdiri, lalu Jarir b. Abdullah berkata pada Umar: "wahai amirul mukminin, mengapa tidak kita semua wudhu lalu bersama-sama shalat lagi. shalat kita yg tidak kentut akan menjadi shalat sunnah, sadang kawan kita yg kentut bisa mengqadha salatnya".

Mendengar saran bijak dari Jarir, Umar pun memujinya : Semoga Allah merahmatimu, kau orang terhormat di zaman Jahiliyah dan arif di zaman Islam.


Sepertinya Jarir telah meneladani Rasulullah SAW dalam berakhlak mulia. Diriwayatkan pernah ada suatu peristiwa dimana Al-Rasul SAW beserta sahabat-sahabatnya sedang diundang untuk makan Onta oleh seorang sahabat yang lain. Jamuan tersebut dilakukan di dekat Masjid Quba pada saat menjelang waktu Maghrib. Ketika Beliau tengah makan, salah seorang dari sahabat "buang angin" sehingga baunya tercium oleh Beliau dan sahabat-sahabat lainnya. Karena waktu Ashar sudah habis dan sebentar lagi akan dilakukan shalat maghrib, yang dengan demikian sahabat akan tahu siapa yang buang angin tadi karena dia harus berwudhu lagi. Untuk menjaga perasaan orang ini supaya tidak dipermalukan oleh sahabat-sahabat yang lain (karena "buang angin" merupakan aib besar menurut adat istiadat bangsa Arab), maka Al-Rasul SAW bersabda bahwa barangsiapa yang makan daging onta ini maka dia harus mengambil Wudhu lagi. Karena semua sahabat makan daging Onta tersebut, maka semuanya mengambil Wudhu kembali dan terhindarlah orang tersebut dari aib. ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD.



Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran : "Laqad Kaana fi ar-Rasulullahi Uswatun Hasanah...". Bahwa di dalam diri Rasulullah SAW itulah kamu akan mendapati contoh teladan yang baik dan mulia. Semoga kita bisa meneladaninya.


Bandung, 4 Oktober 2006

Tobat...Tobat


Alkisah pada jaman Dinasti Abbasiyah, hiduplah seorang bernama Bisyr. Pada masa itu Bisyr ini terkenal sebagai seorang durjana yang gemar maksiat. Segala hal maksiat dia lakukan, dari mulai minum khamr, zina, judi, dll. Mungkin kalau orang jawa dia itu dibilang sudah khatam Molimo. Pendek kata Bisyr adalah seorang pendosa yang terkenal pada masa itu.


Pada suatu malam, lewatlah Imam Musa Kadzim di depan rumah Bisyr. Beliau mendengar suara2 musik, cekikikan ketawa laki dan perempuan dari rumah yang beliau lewati tersebut. Kebetulan pada saat itu, salah seorang pembantu wanita Bisyr tersebut keluar dari pintu rumah Bisyr dengan maksud untuk membuang sampah di depan rumah. Melihatnya, Imam Musa Kadzim memanggil wanita tersebut:


Imam MK: "Hai Fulanah, saya mau tanya apakah pemilik rumah ini merupakan seorang merdeka (hurr) atau budak ('abd)?"

Pembantu Bisyr: "Pemilik rumah ini adalah seorang merdeka.."

Imam MK: "Oh, Pantas! Kalau dia seorang budak, pasti dia akan takut kepada majikannya.."


Kemudian Imam Musa Kadzim melanjutkan perjalanannya, dan si pembantu tadi pun kembali masuk ke dalam rumah Bisyr. Ketika masuk, sang majikan yang sedang duduk dikelilingi oleh teman2 maksiatnya, bertanya kepada si pembantu tadi: "Hai! kenapa kamu lama sekali di luar, kenapa? apa yang terjadi?!". Pembantu tadi pun menceritakan pertemuan singkatnya dengan Imam Musa Kadzim tsb kepada Bisyr. Seketika, Bisyr menjadi gemetar dan lantas berlari keluar rumah dan mengejar Imam Musa Kadzim. Akhirnya Bisyr berhasil mengejar Imam Musa Kadzim, kemudian berkata sambil menangis dihadapan Imam: "Lima puluh tahun aku hidup tidak merasa bahwa aku ini seorang hamba Allah. Maka saksikanlah wahai Imam, mulai detik ini aku bertaubat dan tidak akan mengulangi segala larangan Allah dan menjalankan segala apa yang di perintahkan-Nya".



Mulai saat itu, Bisyr berubah menjadi seorang muslim yang taat. Dia kemudian dipanggil orang dengan sebutan Bisyr al-Hafi (orang yang tidak pakai sandal), karena kebiasaannya tidak pernah memakai sandal semenjak dia bertobat. Ketika ditanya mengapa engkau tidak pernah memakai sandal, wahai Bisyr? Maka Bisyr pun menjawab: "Karena waktu aku bertaubat dulu, aku tidak memakai sandal. Aku ingin seluruh hidupku selalu ingat saat-saat yang indah itu!"

Taubat memang sering kali membutuhkan tekad, momen dan kata-kata yang menggugah. Kalau kita lihat dari kisah di atas, Imam Musa Kadzim tidak banyak mengeluarkan kata-kata, cukup menanyakan tentang apakah ia orang merdeka atau budak. Cukup. Tapi kata-kata tsb ternyata membuat Bisyr seperti ditampar dan akhirnya tersadar untuk bertaubat. Teman saya pernah bilang ke teman yang lain, bertobatlah sebelum orang sekelilingmu yang bilang ke kamu: Tobaaat...Tobaaat!!

Bandung, 2007 Jan 08.

Kerinduan Pecinta dengan Sang Tercinta

Seperti biasanya, pada setiap lebaran saya, istri dan anak2 saya ajak untuk mudik ke kampung halaman. Karena kampung halaman saya berbeda dengan istri, maka "terpaksa" harus disepakati untuk menggilir tujuan mudik pada setiap tahunnya. Jadi kalau tahun kemarin saya dan keluarga berlebaran di Lampung (kampung istri saya), maka tahun ini giliran kami semua berlebaran di Solo (kampung halaman saya). Walaupun direncanakan seperti itu, tapi pada prakteknya sejauh ini setiap tahun kami selalu mengunjungi ke dua tempat tsb (Solo dan Lampung). Alhamdulillah kedua orang tua kami masih hidup, sehingga semangat untuk mudik pada setiap tahunnya selalu menggebu-gebu pada hati kami.



Tahun ini giliran kami berlebaran di Solo. Biasanya kami berada di sana sampai sekitar seminggu setelah hari lebaran, kadang kurang atau lebih bergantung hari libur kerja (cuti bersama) dan juga ketersediaan tiket untuk pulang. Tapi nggak seperti biasanya, tahun ini saya pulang lebih cepat karena ada acara yg diagendakan 2 hari setelah lebaran. Maka saya terpaksa balik duluan ke Bandung sendirian, karena kalau saya ajak anak & istri saya pasti akan banyak "protes". Lagian saya ingin lebih menyenangkan kedua orang tua saya dengan memberikan "hiburan" kehadiran cucu nya yang jarang ia temui (karena beda kota). Oya, sejauh ini diantara saudara kandung baru saya yg dikaruniai anak, sedangkan kakakku tercinta belum dikaruniai oleh Allah keturunan. Semoga Allah segera memberinya keturunan yang Sholih/Sholihah, segerakan ya Allah, Amien ya Allah ya Rab al-Alamin.



Kembali ke cerita awal, jadi saya balik ke bandung duluan. Sampai di Bandung, saya langsung kontak2 ke orang yang kasih info tentang rencana pertemuan hari itu. Ternyata alangkah keselnya saya ketika tahu bahwa pertemuan tsb batal tanpa alasan yg jelas. Karena sudah terlanjur sampai di bandung, dan karena alasan biaya dan susah untuk cari tiket baliknya lagi (krn masih musim mudik), maka akhirnya saya terpaksa memutuskan untuk menerima kondisi "home alone".



Saya menulis tulisan ini ketika saya dalam kondisi "home alone" tsb. Ini bukan kali pertama saya mengalami kondisi "home alone", tahun yg lalu saya juga mengalami hal yg serupa, malahan waktu itu dalam kondisi bulan puasa, dan beberapa kali sebelumnya. Bukan kali pertama ini saya menyadari betapa beratnya di rumah sendirian. Bukan kali pertama ini saya menyadari betapa beratnya mendapati di rumah tidak ada yang bisa diajak omong, atau hal2 lain yang biasa kami lakukan bersama istri ataupun anak2. Tapi pengalaman beberapa kali menghadapi situasi sendiri seperti itu membuktikan betapa lemahnya saya, betapa tak berdayanya saya, betapa bingungnya saya tanpa mereka, betapa sumpek nya saya sendirian. Kenapa bisa begitu ?

Jawabannya menurut saya adalah disamping karena kebutuhan juga karena betapa CINTA-nya saya dengan istri dan anak2 saya sehingga menimbulkan kerinduan yang amat sangat ketika sekian waktu tidak berjumpa dengannya. Kerinduan seorang pecinta terhadap sang tercinta. Dalam kesendirian ini, saya coba membuat kesimpulan sementara bahwa kerinduan seorang pecinta terhadap sang tercinta karena terpisah dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan setidaknya beberapa hal sbb :


  • Kelemahan : kesepian berpotensi besar menyebabkan kita menjadi lemah, mudah tergoda syaitan, mudah patah semangat, dll.

  • Kebingungan : kesendirian sering membuat kita bingung untuk bertindak. Mondar-mandir dalam rumah, masuk keluar kamar, baca buku cepat bosan, nonton tv malas, dan aktifitas-aktifitas lain menjadi tidak ada daya tarik yg cukup sehingga akhirnya kita jadi bingung apa yang mesti kita kerjakan.

  • Kegelisahan (hati sumpek) : kesendirian membuat hati gelisah/sumpek dan tidak tenang. Dengan kondisi seperti ini waktu jadi seperti berjalan sangat lambat, sungguh kondisi yg tidak mengenakkan sama sekali.


Setidaknya itu kesimpulan sementara saya waktu saya buat tulisan pendek ini.


Lalu saya berfikir apakah efek yg mirip seperti tersebut di atas juga terjadi ketika kita "berpisah" dengan Sang Pencipta Cinta itu sendiri, Sang Maha Cinta, Sebaik-baiknya Pecinta dan Yang Dicinta, Allah Rabb al-Alamiin ? Aha ! Ternyata jawabnya adalah IYA ! Ketika kita "berpisah" dengan Allah, dalam artian kita tidak mengingat Allah, jauh dari Allah (karena beberapa sebab, misal maksiat), maka kita juga akan merasakan setidaknya ketiga hal yg saya sebutkan di atas : kelemahan, kebingungan dan kegelisahan.


Setidaknya itu kesimpulan sementara saya waktu saya buat tulisan pendek ini.


Kesimpulan2 saya tersebut diatas membuat saya menyadari bahwa saya tidak boleh sering2 atau lama2 berpisah dengan yang kita cintai. Perpisahan itu dapat kita sambung lagi dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan :


  • Menghadirkan sang tercinta ke hadapan kita : Apabila memungkinkan kita dapat menghadirkan sang tercinta ke hadapan kita, sehingga kita dapat bergaul dengannya untuk saling bertukar cinta dan kasih. Yang saya maksud dengan kata "apabila memungkinkan" disini adalah bahwa harus dilihat situasi dan kondisi dari pecinta dan tercinta juga untuk memutuskan menghadirkan ini. Misalnya ketika sang tercinta itu adalah istri/suami, maka sebisa mungkin untuk selalu kumpul. Tapi kalau sang tercinta itu adalah pihak lain seperti orang tua atau saudara kita tercinta, maka kehadiran menjadi tidak mutlak harus diwujudkan.

  • Menjalin komunikasi yang intensif dengan sang tercinta : Selain menghadirkan sang tercinta, komunikasi yang intensif dengan sang tercinta dapat juga mengobati kerinduan kita kepada sang tercinta dan juga menjaga kedekatan hati dengan sang tercinta. Solusi ini dapat diterapkan untuk pihak2 yang tidak memungkinkan untuk selalu dihadirkan bersama2 kita, misalnya orang tua/saudara tercinta ketika kita sudah berkeluarga. Begitu juga dengan sang Maha Pengasih dan Penyayang, kita sangat dianjurkan untuk menjalin komunikasi yang intensif (dengan sholat, doa, dzikir, dll) sehingga kita akan selalu merasa dekat dengan-Nya. Kita akan merasa tentram dengan selalu mengingat-Nya. Seperti yang disabdakan oleh sang kekasih Allah, sebaik-baik makhluq Allah, Rasulullah SAW bahwa dengan mengingat Allah maka hati akan tenang. Dan tak kalah pentingnya melakukan apa yang disukai-Nya dan menjauhi apa yang tidak disukai-Nya adalah hal yang mutlak harus dilakukan untuk dapat melakukan komunikasi yang baik dengan sang Maha Pengasih dan Penyayang.

Membiarkan kondisi kesendirian tanpa melakukan kedua hal tersebut di atas secara cukup, akan berbahaya sekali. Karena akan membuat hubungan cinta kasih tsb menjadi terganggu, menjauhkan yang sebelumnya dekat, dan bisa2 mengikis rasa cinta yang ada sebelumnya. Apakah itu tidak berbahaya untuk hubungan kita denga istri/suami, atau dengan orang tua atau saudara kita ? Terlebih lagi dalam kasus hubungan kita dengan sang Khaliq. Naudzubillah min dzalik.



Setidaknya itu kesimpulan sementara dari renungan saya waktu saya buat tulisan pendek ini.



Saya mencintai Mu wahai Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah SWT.

Saya mencintai Mu wahai kekasih Allah, Rasulullah SAW.



Saya mencintaimu wahai istri dan anak-anak ku, karena itu Cintailah kami ya Allah, Cintai kami ya Rasulullah.

Saya mencintaimu wahai orang tuaku, karena itu Cintailah orang tua kami ya Allah, Cintai orang tua kami ya Rasulullah.


Cintailah kami semua, ya Allah wa ya Rasulullah.

Jagalah hati kami untuk selalu mencintai-Mu lebih dari cinta kepada selain-Mu

Sampaikan sholawat dan salam dari kami sekeluarga kepada Nabi dan Rasul-Mu Muhammad beserta keluarganya.

Assalamu alaika ayyuha Nabiyu wa aalihi wa rahmatullah wa barokatuh.






Bandung, 29 Oktober 2006, baina dzhuhur wa ashr.

PERBEDAAN ADALAH RAHMAT BUKAN BENCANA




Pada hari Jumat beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan sholat Jumat di masjid yang berlokasi dekat kantor saya di Jl.Tubagus Ismail Bandung. Sebagai gambaran, Masjid yang cukup megah tersebut terdiri atas 2 lantai, dimana lokasi Imam dan Khatib ada pada lantai atas. Sedangkan di lantai 1 disediakan sebuah TV Monitor yang menayangkan lokasi Imam dan Khatib di lantai 2 tersebut. Karena saya datang ke masjid agak terlambat (walaupun saat itu adzan belum dikumandangkan dan khutbah belum dimulai), maka saya kebagian duduk di shaf-shaf depan lantai satu.



Tak lama setelah saya duduk, adzan pun dikumandangkan, lalu seperti biasa khatib pun mulai naik mimbar. Setelah baca salam, khatib berkata : "sebelum saya memulai khutbah saya, saya ingin mengingatkan.......". Pesan-pesan tersebut (sebelum masuk khutbah jumat) intinya kira-kira adalah bahwa tidak sempurna bahkan mendekati tidak sah sholat seseorang yang dalam sholatnya tidak menggunakan peci/kopiah. Pesan seputar perintah tsb cukup panjang, dan diselingi juga dengan mengutip beberapa hadits Nabi SAW yang terus terang saya baru dengar pada saat itu. Mungkin dari panjangnya, sampai-sampai saya tidak sadar kapan sang khatib memulai khutbah jum'atnya (karena di awal tadi beliau bilang "sebelum memulai khutbah saya....").

Sampai akhirnya sang khatib mengakhiri khutbah pertama nya, duduk, lalu berdiri untuk melanjutkan khutbah keduanya secara singkat dan diakhir do'a.


Setelah khotib mengakhiri khutbahnya, sebelum memulai mengimami sholat, beliau memberi peringatan terhadap para makmum nya untuk memperlihatkan mata-kakinya ketika sholat karena menurutnya tidak sah sholat seseorang ketika mata kakinya tidak terlihat.

Setelah Imam mengatakan itu, dari shaf belakang ada seorang makmum yang berusaha meminta jalan untuk berbicara di depan. Sesampainya di depan, dia menghadap ke arah makmum dan berbica keras : "Bapak2 dan Saudara2 sekalian, khutbah yang dilakukan bapak tadi tidak sah karena tidak memenuhi rukun2 sholat Jumat, jadi saya mempersilahkan untuk sholatnya 4 rakaat (dzuhur) bukan 2 rakaat (jum'at)". Mendengar itu, kontan saja sang Imam merasa tersinggung, lalu berkata kepada orang tadi : "Anda ingin menjadi Imam ? Silahkan !". Orang tadi menjawab : "Tidak..". "Ayo, Silahkan !?"..Karena tetap menggeleng, Imam pun memulai mengimami sholat Jumat. Dari suaranya saya dapat mendengar emosi yang belum reda dari sang Imam akibat kejadian yang baru ia hadapi. Dan setelah Imam mengucap Salam, ada beberapa orang yang melanjutkan sholatnya menjadi 4 rakaat karena beranggapan sholat yang dia lakukan adalah sholat Dzuhur, bukan sholat Jumat yang 2 rakaat.



Sampai di kantor, ternyata temen2 masih menggunjingkan khatib barusan, yang ternyata khatib tsb selalu membawakan perintah "peci" pada khutbah2 sebelumnya. Materi khutbah tsb baik soal "peci" ataupun soal lainnya pun jadi bahan tertawaan temen2 di kantor. Bahkan ada salah satu temen yang bilang juga : "wah, khatib itu tadi pasti orang NU, seandainya tadi ada orang PERSIS bakal habislah si khatib dibantai olehnya..". Dan kemudian pembicaraan merembet untuk mengolok2 cara2 beberapa syariat madzhab muslim lain.



Saya terus terang sangat prihatin melihat kejadian tersebut. Keprihatinan saya utamanya adalah :

  • Bagaimana kita sesama muslim dapat berselisih dan mengolok-olok satu sama lain hanya karena masalah-masalah kecil atau dalam istilah fiqh disebut masalah furu'iyyah (cabang) ?
  • Bagaimana kita muslim begitu fanatik terhadap sebuah ormas (NU, Muhammadiyah, PERSIS, DDII, dll) seolah2 pendapat organisasi nya lah yg paling hebat.
  • Bagaimana bisa kita mengolok2 pandangan sebuah madzhab padahal dia tidak tahu benar (kalau tidak bisa dikatakan tidak tahu sama sekali) tentang madzhab tsb. Apa gunanya ?
Apa gunanya itu semua ? Saya punya keyakinan apabila "kebiasaan" tersebut di atas tidak segera disadari dan dihentikan maka setidaknya hal tsb akan membuat :
  • Perpecahan antara sesama muslim yang berujung kepada kemandegan atau bahkan kemunduran muslimin bahkan dalam waktu yg tidak terlalu lama
  • Menunjukkan kebodohan orang yang meributkannya, karena kefanatikan buta hanyalah milik kaum yang tidak mau belajar
Oleh karena itu marilah kita ubah cara pandang kita dalam melihat perbedaan pandangan dari saudara kita sesama muslim. Bukankan Nabi SAW yang kita cintai bersama mengatakan "Perbedaan pendapat di antara umat ku adalah Rahmat" ? Lalu mengapa kita yang mengaku ummat nya malah menjadikan perbedaan menjadi sumber bencana perpecahan, bukan Rahmat ? Sebagai penutup tulisan ini, saya coba mengutip perkataan indah dari Imam Ali b. Abi Thalib k.w bahwa "Tak seorang pun dapat mencari kebenaran sebelum ia sanggup berfikir bahwa jalan kebenaran itu sendiri mungkin salah". Mari kita terus belajar, belajar tanpa apriori, belajar tanpa merasa paling benar, semoga Allah SWT membantu kita mendapatkan ilmu-Nya. Wallahu a'lam.

Bandung, 1 Oktober 2006