Thursday, April 19, 2007

"BUANG ANGIN" dan AKHLAQ


As-Sayyidul Wujud, Rasululullah SAW pernah bersabda: "Innakum lan tas'awun naasa bi amwaalikum wa anfusikum fas'auhum bi akhlaaqikum", yang terjemahan bebasnya adalah kira2: Engkau tidak akan berhasil mempengaruhi orang selamanya dengan harta2mu dan diri2mu, tapi pengaruhi mereka dengan akhlak mu. Pengaruh yang ditanamkan dengan menggunakan harta atau diri/fisik seseorang hanya akan berhasil sesuai dengan umur dari keduanya tsb. Begitu harta habis, begitu diri/fisik sudah tidak menarik lagi, maka pengaruh orang tsb pun akan ikut habis pula.



Dikisahkan pada zaman Muawiyyah, terdapat seseorang bernama Abu al-Aswad. Beliau adalah seorang ahli tata bahasa Arab (nahwu). Pada suatu hari dia memenuhi panggilan Muawiyyah untuk suatu urusan. Ketika sedang berbincang-bincang, tanpa ia sadari dan sengaja, dia keluar angin (maaf : kentut). Sialnya suara kentut nya tersebut terdengar oleh Muawiyyah. Karena "buang angin" merupakan sebuah aib yang memalukan bagi bangsa Arab, maka Abu Al-Aswad memohon kepada Mu'awiyyah untuk tidak menceritakan kejadian barusan kepada orang lain. Dan kemudian Mu'awiyyah mengiyakannya seraya bersumpah demi Allah untuk tidak menceritakan kejadian yang memalukan Abu al-Aswad tsb kepada orang lain.


Esok paginya, ketika Abu al-Aswad kembali datang ke kediaman Muawiyyah, dia bertemu dengan Amr bin Ash. Lalu Amr bin Ash berkata kepada abu al-Aswad "Kemana perginya angin itu ?". Pertanyaan tersebut kontan membuat abu al-aswad merah padam karena malu, dan juga marah kepada Muawiyyah yang telah bersumpah untuk tidak membuka rahasia ini kepada siapa pun. Lalu Abu al-Aswad pergi menemui Muawiyyah dan berkata : "Kalau masalah 'angin' saja engkau telah berani berbohong di bawah sumpah, bagaimana aku akan percaya apabila engkau menjadi pemimpin ?!".



Pada peristiwa yang lain, dikisahkan k
etika Umar b. Khaththab mengimami shalat, terdengar bunyi suara kentut dari arah makmum. selesai shalat Umar berkata : "Siapa tadi yg merasa kentut agar berdiri, mengambil wudhu dan shalat lagi!"

Tak seorangpun yg berani berdiri, lalu Jarir b. Abdullah berkata pada Umar: "wahai amirul mukminin, mengapa tidak kita semua wudhu lalu bersama-sama shalat lagi. shalat kita yg tidak kentut akan menjadi shalat sunnah, sadang kawan kita yg kentut bisa mengqadha salatnya".

Mendengar saran bijak dari Jarir, Umar pun memujinya : Semoga Allah merahmatimu, kau orang terhormat di zaman Jahiliyah dan arif di zaman Islam.


Sepertinya Jarir telah meneladani Rasulullah SAW dalam berakhlak mulia. Diriwayatkan pernah ada suatu peristiwa dimana Al-Rasul SAW beserta sahabat-sahabatnya sedang diundang untuk makan Onta oleh seorang sahabat yang lain. Jamuan tersebut dilakukan di dekat Masjid Quba pada saat menjelang waktu Maghrib. Ketika Beliau tengah makan, salah seorang dari sahabat "buang angin" sehingga baunya tercium oleh Beliau dan sahabat-sahabat lainnya. Karena waktu Ashar sudah habis dan sebentar lagi akan dilakukan shalat maghrib, yang dengan demikian sahabat akan tahu siapa yang buang angin tadi karena dia harus berwudhu lagi. Untuk menjaga perasaan orang ini supaya tidak dipermalukan oleh sahabat-sahabat yang lain (karena "buang angin" merupakan aib besar menurut adat istiadat bangsa Arab), maka Al-Rasul SAW bersabda bahwa barangsiapa yang makan daging onta ini maka dia harus mengambil Wudhu lagi. Karena semua sahabat makan daging Onta tersebut, maka semuanya mengambil Wudhu kembali dan terhindarlah orang tersebut dari aib. ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD.



Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran : "Laqad Kaana fi ar-Rasulullahi Uswatun Hasanah...". Bahwa di dalam diri Rasulullah SAW itulah kamu akan mendapati contoh teladan yang baik dan mulia. Semoga kita bisa meneladaninya.


Bandung, 4 Oktober 2006

No comments:

Post a Comment