Thursday, April 19, 2007

PERBEDAAN ADALAH RAHMAT BUKAN BENCANA




Pada hari Jumat beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan sholat Jumat di masjid yang berlokasi dekat kantor saya di Jl.Tubagus Ismail Bandung. Sebagai gambaran, Masjid yang cukup megah tersebut terdiri atas 2 lantai, dimana lokasi Imam dan Khatib ada pada lantai atas. Sedangkan di lantai 1 disediakan sebuah TV Monitor yang menayangkan lokasi Imam dan Khatib di lantai 2 tersebut. Karena saya datang ke masjid agak terlambat (walaupun saat itu adzan belum dikumandangkan dan khutbah belum dimulai), maka saya kebagian duduk di shaf-shaf depan lantai satu.



Tak lama setelah saya duduk, adzan pun dikumandangkan, lalu seperti biasa khatib pun mulai naik mimbar. Setelah baca salam, khatib berkata : "sebelum saya memulai khutbah saya, saya ingin mengingatkan.......". Pesan-pesan tersebut (sebelum masuk khutbah jumat) intinya kira-kira adalah bahwa tidak sempurna bahkan mendekati tidak sah sholat seseorang yang dalam sholatnya tidak menggunakan peci/kopiah. Pesan seputar perintah tsb cukup panjang, dan diselingi juga dengan mengutip beberapa hadits Nabi SAW yang terus terang saya baru dengar pada saat itu. Mungkin dari panjangnya, sampai-sampai saya tidak sadar kapan sang khatib memulai khutbah jum'atnya (karena di awal tadi beliau bilang "sebelum memulai khutbah saya....").

Sampai akhirnya sang khatib mengakhiri khutbah pertama nya, duduk, lalu berdiri untuk melanjutkan khutbah keduanya secara singkat dan diakhir do'a.


Setelah khotib mengakhiri khutbahnya, sebelum memulai mengimami sholat, beliau memberi peringatan terhadap para makmum nya untuk memperlihatkan mata-kakinya ketika sholat karena menurutnya tidak sah sholat seseorang ketika mata kakinya tidak terlihat.

Setelah Imam mengatakan itu, dari shaf belakang ada seorang makmum yang berusaha meminta jalan untuk berbicara di depan. Sesampainya di depan, dia menghadap ke arah makmum dan berbica keras : "Bapak2 dan Saudara2 sekalian, khutbah yang dilakukan bapak tadi tidak sah karena tidak memenuhi rukun2 sholat Jumat, jadi saya mempersilahkan untuk sholatnya 4 rakaat (dzuhur) bukan 2 rakaat (jum'at)". Mendengar itu, kontan saja sang Imam merasa tersinggung, lalu berkata kepada orang tadi : "Anda ingin menjadi Imam ? Silahkan !". Orang tadi menjawab : "Tidak..". "Ayo, Silahkan !?"..Karena tetap menggeleng, Imam pun memulai mengimami sholat Jumat. Dari suaranya saya dapat mendengar emosi yang belum reda dari sang Imam akibat kejadian yang baru ia hadapi. Dan setelah Imam mengucap Salam, ada beberapa orang yang melanjutkan sholatnya menjadi 4 rakaat karena beranggapan sholat yang dia lakukan adalah sholat Dzuhur, bukan sholat Jumat yang 2 rakaat.



Sampai di kantor, ternyata temen2 masih menggunjingkan khatib barusan, yang ternyata khatib tsb selalu membawakan perintah "peci" pada khutbah2 sebelumnya. Materi khutbah tsb baik soal "peci" ataupun soal lainnya pun jadi bahan tertawaan temen2 di kantor. Bahkan ada salah satu temen yang bilang juga : "wah, khatib itu tadi pasti orang NU, seandainya tadi ada orang PERSIS bakal habislah si khatib dibantai olehnya..". Dan kemudian pembicaraan merembet untuk mengolok2 cara2 beberapa syariat madzhab muslim lain.



Saya terus terang sangat prihatin melihat kejadian tersebut. Keprihatinan saya utamanya adalah :

  • Bagaimana kita sesama muslim dapat berselisih dan mengolok-olok satu sama lain hanya karena masalah-masalah kecil atau dalam istilah fiqh disebut masalah furu'iyyah (cabang) ?
  • Bagaimana kita muslim begitu fanatik terhadap sebuah ormas (NU, Muhammadiyah, PERSIS, DDII, dll) seolah2 pendapat organisasi nya lah yg paling hebat.
  • Bagaimana bisa kita mengolok2 pandangan sebuah madzhab padahal dia tidak tahu benar (kalau tidak bisa dikatakan tidak tahu sama sekali) tentang madzhab tsb. Apa gunanya ?
Apa gunanya itu semua ? Saya punya keyakinan apabila "kebiasaan" tersebut di atas tidak segera disadari dan dihentikan maka setidaknya hal tsb akan membuat :
  • Perpecahan antara sesama muslim yang berujung kepada kemandegan atau bahkan kemunduran muslimin bahkan dalam waktu yg tidak terlalu lama
  • Menunjukkan kebodohan orang yang meributkannya, karena kefanatikan buta hanyalah milik kaum yang tidak mau belajar
Oleh karena itu marilah kita ubah cara pandang kita dalam melihat perbedaan pandangan dari saudara kita sesama muslim. Bukankan Nabi SAW yang kita cintai bersama mengatakan "Perbedaan pendapat di antara umat ku adalah Rahmat" ? Lalu mengapa kita yang mengaku ummat nya malah menjadikan perbedaan menjadi sumber bencana perpecahan, bukan Rahmat ? Sebagai penutup tulisan ini, saya coba mengutip perkataan indah dari Imam Ali b. Abi Thalib k.w bahwa "Tak seorang pun dapat mencari kebenaran sebelum ia sanggup berfikir bahwa jalan kebenaran itu sendiri mungkin salah". Mari kita terus belajar, belajar tanpa apriori, belajar tanpa merasa paling benar, semoga Allah SWT membantu kita mendapatkan ilmu-Nya. Wallahu a'lam.

Bandung, 1 Oktober 2006

1 comment:

  1. Assalamu'alaikum. Di check lagi ya akhi. Hadits "perbedaan di antara umatku adalah rakhmat"

    ReplyDelete