Wednesday, May 30, 2007

Jeritan Anak Palestina

Ayah..! kata mereka kau penjahat

Padahal sebenarnya engkau bukan penjahat,

Ayah..! mengapa merka jauhkan aku darimu

Mereka menangkapmu tanpa memberi kesempatan

untuk menciumku meski hanya sekali

atau mengusap air mata Ibu

Ibu..!! Aku melihat air mata di kelopak matamu setiap pagi,

Apakah Palestina tidak berhak diberi pengorbanan..?

Setiap hari aku bertanya kepada matahari

Ibu, apakah ayah akan kembali pada suatu hari?

Ataukah dia akan pergi selamanya sampai hari Qiyamat

Atau dia akan mengusap air mata Ibu yang terus menetes setiap hari...??

Wahai Ayah, dimanakah engkau...??

Oooh....bayi-bayi yang dijajah,

Kini telah datang hari raya baru setelah hari raya tahun lalu

Dan bayi baru pun terlahir sesudah bayi yang itu

Dan para syuhada berguguran setelah gugurnya Syahid yang lalu

Sedang ayah masih disembunyikan di sebalik jeruji besi,

Dalam sel mengerikan yang tidak layak dihuni manusia

Mana hari kemenangan dan kehancuran penjara-penjara besi itu...??

Majulah kalian.....

Majulah kalian.....

Majulah kalian.....

Aku ingin Ayah pulang

------------


Hari-hari ini rakyat Palestina diserang dengan tanpa peri kemanusiaan di tanah air mereka sendiri. Rezim Zionis Israel secara terang-terangan mengeluarkan pengumuman untuk melakukan aksi teror terhadap para pemimpin Palestina terutama HAMAS.


Namun, apa salah anak-anak dan wanita? Bi ayyi dzanbin qutilat !!



Hidup IS Perjuangan

Siapakah orangnya di dunia ini yang tidak pernah susah? Siapakah orangnya di dunia ini yang tidak pernah menemui masalah? Siapakah di dunia ini orangnya yang tidak pernah merasakan kegelisahan? Jawabannya pasti tidak ada. Cobalah masuk ke setiap rumah orang, pasti kita akan mendapatinya mereka sering mendapatkan masalah. Apakah itu karena anaknya, istrinya, suaminya, orang tuanya, hartanya, kebutuhan yang tidak terpenuhi, kesehatannya, ketuaannya, dll. Selalu saja setiap orang dalam hidupnya menemui masalah demi masalah, keresahan demi keresahan.

Sesungguhnya, Kami menciptakan manusia untuk mengatasi kesukaran (QS.Al-Balad: 4).

Inilah makna dari keadaan manusia, ia berada dalam kabad, ”kesukaran, penderitaan, kerja keras dan cobaan”. Kabad juga dapat diartikan sebagai ”hati (liver)”, dimana tugas hati adalah terus-menerus menderita untuk membersihkan darah. Kewajibannya adalah bekerja keras tanpa henti.

Keadaan manusia adalah keadaan yang kacau dan bingung, dan untuk mengatasinya ia harus terus menerus berjuang. Tidak ada jalan lain untuk menghilangkannya selain ia harus berjuang. Melarikan diri dari masalah itu tak akan dapat menghilangkan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru di atas masalah yang sudah ada.

Maka berusahalah (dengan bersemangat) untuk mendaki jalan naik yang curam (aqabah). (QS. Al-Balad: 11)

Kita ingin hidup kita senang dan bahagia, happy ending? Maka, ayo bersemangatlah kita untuk mendaki aqabah (jalan menaik yang curam). Kita akan menikmatinya setelah kita berhasil sampai di puncaknya.

Dan apakah jalan naik yang curam (aqabah) itu? (QS. Al-Balad: 12)

Jalan yang mendaki tersebut dijelaskan pada ayat-ayat selanjutnya, yang intinya kira-kira adalah kita mesti membebaskan belenggu kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang lain, membantu disaat orang lain sedang kesusahan, menolong orang yatim, orang miskin dan berkekurangan. Kemudian setelah itu surat tersebut menjelaskan pula bahwa kita mesti saling nasehat menasehati untuk selalu bersabar, bahwa hidup ini memang naik dan turun, ada pasang dan surutnya, maka kita diminta untuk saling menasehati untuk senantiasa bersabar dalam hidup. Disamping itu juga diperlukan untuk saling menasehati untuk saling mengasihi sesama. Saling menasehati untuk mempunyai empati terhadap orang lain yang sedang berkesusahan.

Itulah jalan yang mendaki itu. Bersiaplah kita untuk mendakinya dengan penuh semangat.

Mereka itu, apabila mereka beriman, adalah orang-orang yang di akherat kelak beruntung menerima kitabnya dengan tangan kanan (ashaab al-maimanah), yang berarti bahwa mereka ditetapkan masuk surga.

Jadi hidup ini memang harus selalu berjuang, Kawanku. Kalau sebuah atom saja tidak bisa dilihat kalau ia tidak berada dalam keadaan bergerak secara tidak beraturan, maka bagaimana mungkin makhluk yang paling menakjubkan dan kompleks ini (kita, manusia) berharap untuk selalu dalam kondisi yang statis tanpa dinamika? Berada dalam kondisi statis mutlak itu tak ubahnya laksana sebuah batu, mati. [undzurilaina]

Monday, May 21, 2007

Doa dan Sang Pendoa

Siapa yang semestinya berdoa? Doa adalah memohon apa yang telah ditindaklanjuti dengan kelayakan, pekerjaan dan pemikiran. Doa bukan cara ngotot untuk meminta “godot” (sesuatu yg mustahil). Ia adalah rentangan kehendak dan hasrat; pemantapan tiang-tiang agama; pelestarian kehendak dan akidah-akidah suci manusia. Jika tidak demikian, jiwa akan tetap tersimpuh dalam pasungan materi yang nista dan menjijikkan.

Doa ialah memohon keperluan hidup yang seharusnya ada pada kita (bukan keperluan yang mengada-ada atau diada-adakan). Ia bukanlah kesendirian. Isi doa adalah hasrat kepada apa yang tidak konkret.

Siapakah orang yang berdoa itu?

Ia adalah orang yang dengan segenap potensi, cinta, keguncangan dan kelembutan dirinya mengharapkan sesuatu. Dialah orang yang menyingkap betapa jauh jarak antara modus being dan becoming yang harus ditempuhnya.[1]

Dialah orang yang guncang dan bergetar karena selalu menginginkan sesuatu. Dia adalah orang yang selama-lamanya merindukan, membutuhkan, kehausan dan merintih. Adapun orang yang jarak antara being dan becoming-nya tidak jauh, maka dia hanya akan melakukan perjalanan yang pendek dan mudah. Orang jenis kedua ini, hanya akan berdoa agar yayasannya diperkaya, diutuhkan kesehatan tubuhnya, dan dihilangkan semua bentuk kemalsan dalam dirinya. Sedangkan doa sebuah jiwa yang kehausan dan kasmaran adalah mi’raj keabadian, pendakian ke puncak yang mutlak, dan perjalanan memanjat dinding keluar dari batas alam fisik (mundus sensibilis).
(dikutip dari "Makna Doa", oleh: Dr.Ali Syariati)



[1] Terminology being dan becoming adalah temuan Erich Fromm yang telah dijabarkannya dalam buku "The Art of Loving". Intinya, bahwa manusia di dunia ini selalu dilengkapi dua corak keberadaan atau dua modus ontologis (hakikat hidup) yaitu being dan becoming. Being merujuk pada keadaan yang telah dimiliki manusia baik secara spiritual, kognitif (berdasarkan pengetahuan faktual dan empiris), mental, psikologis, maupun material. Sedangkan modus becoming merujuk pada proses manusia meningkatkan dirinya kepada apa yang semestinya.

Tuesday, May 15, 2007

Hidayah

Hidayah dari segi bahasa memiliki akar kata yang sama dengan hadiah. Dari asal katanya hidayah itu artinya pemberian yg diberikan secara lemah lembut. Menurut para ulama, Hidayah itu ada beberapa macam yaitu:


  1. Hidayah Naluri,

contohnya adalah yang diberikan kepada bayi yg baru lahir langsung bisa menyusu kepada ibunya, menangis ketika ngompol, dll.

  1. Hidayah Indrawi,

Selain hidayah naluri, ada hidayah indrawi yg bisa didapat melalui panca indra. Melalui panca indra, manusia dapat mengenali bentuk, bau, rasa, suara dan raba.

  1. Hidayah Akal,

Hidayah indrawi yang didapat melalui panca indra tersebut di atas kadang suka salah dalam mempersepsikan, misalnya ketika kita lihat tongkat yg tercelup di air, terlihat bengkok, padahal sebenarnya kan tidak bengkok. Nah, untuk meluruskan indra ini maka manusia membutuhkan hidayah Akal. Dimana akal bisa "meluruskan tongkat yg bengkok" tadi dengan ilmu pengetahuan yg diolahnya.

  1. dan Hidayah Agama.

Diluar itu ada wilayah-wilayah yang akal tidak mampu untuk menjangkaunya, maka manusia membutuhkan hidayah lain yang dinamakan hidayah agama.

Allah Maha Adil. Semua makhluk (bukan hanya manusia) telah diberi hidayah oleh Allah SWT. Seperti disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-A'laa: 1-3 berikut ini:


Sucikanlah Nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi (Sabbihisma rabbika al-A'laa),

yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), (alladzi khollaqa fasawwaa)

dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (wa alladzii qaddara fa hadaa)

Jadi semua makluk Allah itu sudah diberi hidayah. Semua manusia sudah diberi hidayah oleh Allah. Kepada manusia sudah diberi hidayah naluri, indra, akal, sudah diturunkan kitabullah, sudah diutus Nabi dan Rasul untuk menjelaskannya, dll. Tapi manusia adalah makhluk yg terhormat, dia diberi kebebasan untuk memilih jalan. Mau jalan yang benar atau yang salah itu adalah pilihan masing-masing individu. Kalau manusia mau ke jalan yang benar maka Allah akan tunjukkan. Kalau mau ke jalan yang sesat, maka ia akan juga sampai pada yang dipilihnya tersebut.

Jadi syarat untuk memperoleh hidayah Allah itu yang pertama adalah kita harus MAU untuk menerimanya. Jadi kita yang harus aktif untuk mendapatkan petunjuk tersebut. Hidayah itu bak matahari, semua orang bisa mendapatkannya kalau mau. Kalau kita berlindung di dalam rumah atau ruangan yang tertutup, maka kita tidak akan dapat cahayanya. Kalau mau dapat sinar matahari, keluarlah, jangan tutupi sinarnya. Jadi dalam konteks mau tersebut, kemudian kita harus melakukan usaha-usaha yg mendukung ke arah sana. Kalau kita misalnya besok mau naik pesawat jam 5 pagi, maka kita harus bangun pagi lebih awal supaya tidak terlambat. Itu sebagai bukti bahwa kita memang mau naik pesawat jam 5 pagi tsb. Hanya mau tanpa usaha, tidak ada artinya.

Selain itu, kalau kita lihat beberapa ayat al-Quran, disebut juga ada beberapa kelompok/golongan yang tidak akan diberi hidayah oleh Allah, diantaranya:

  1. Orang-orang yg menutupi (kafir) kebenaran. Mereka ini menutup mata dan telinganya untuk memperoleh kebenaran. Orang semacam ini kata Allah tidak akan mendapat petunjuk kebenaran tersebut,

".....Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS At-Taubah: 37)

  1. Orang-orang fasik, yaitu orang-orang yang bergelimang dosa, orang yang tahu mana yang benar dan mana yang salah tapi dia tetep melakukan dosa demi dosa.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik." (QS Al-Hadid: 26.)


"....Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik". (QS At-Taubah: 80:)

  1. Orang-orang yg melupakan Allah, maka Allah pun akan melupakannya

"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An'am:44.)

"....Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka..."(QS At-Taubah: 67)

Kemudian setelah mau dan berusaha sekuat daya untuk mencarinya dan menghindari untuk masuk ke dalam golongan-golongan yang tidak akan diberi hidayah Allah, maka selanjutnya yang bisa kita lakukan adalah berdoa supaya kita selalu diberi petunjuk dan bimbingan ke jalan yang lurus. Mangkanya setiap Sholat, kita selalu bermohon

"Ihdina as-shirat al-mustaqiim". (Ya Allah, bimbinglah kami ke jalan yang lurus)

Shirat al-ladziina ‘an‘amta ‘alaihim” (Jalannya orang2 yg Engkau beri Nikmat)

Ghairi al-Maghdubi alaiihim wa la ad-Dhaalin”. (Bukan Jalan orang-orang yangg dimurkai dan juga sesat).


Konteks permohonan dalam surat al-Fatihah yang dikutip di atas dimaksudkan untuk bukan sekedar meminta petunjuk untuk kita melaksanakannya. Tapi juga bermohon untuk diantar/dibimbing sampai ke jalan yang lurus tersebut, yaitu as-sirath al-mustaqim. Karena bisa saja kita tahu petunjuk jalan ke suatu tempat, tapi pada prakteknya kita melenceng tersesat ke mana-mana karena berbagai sebab.

Jadi semua orang bisa mendapatkan hidayah Allah, kalau syarat-syarat itu dilakukan. Kalau syarat-syarat nya sudah dilakukan, kemudian dia sudah melakukan usaha sekuat tenaga tapi belum menemukan kebenaran, mungkin juga belum nemui orang yang menyampaikan risalah Allah kepadanya (mungkin seperti orang-orang pedalaman papua, dayak, dll), maka Allah Maha Adil dan Bijaksana.

Wallahu a’lam bishowab.

*) Tulisan ini banyak diilhami dari Ceramah Tafsir al-Misbah untuk surat al-Fatihah oleh Ustadz Quraisy Syihab

Monday, May 14, 2007

Sukses Cara al-Quran

Sukses, siapa yang tidak mau sukses? Setiap orang yang sehat akal dan jiwanya pasti ingin sukses di dunia dan akherat. Tapi bagaimana caranya? Apa yang harus diperhatikan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Dalam buku “Quranic Quotient for a lasting success”, penulisnya (Ahimsa Riyadi) mengajukan tesis yang menarik tentang konsep al-Quran dalam bagaimana mencapai kesuksesan yang abadi. Sebagai seorang muslim, kita sangat perlu untuk mengetahui dan mempelajari kitab suci yang penuh hikmah tersebut, al-Quran yang mulia. Walaupun saya sangat yakin masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam al-Quran yang mulia tersebut.

Ahimsa mendasarkan tesis utamanya pada ayat berikut:

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. Fathir[35]:29)

Berdasarkan ayat tersebut di atas, ada 3 hal yang mesti dilakukan oleh manusia untuk mencapai kesuksesan, yaitu perniagaan yang tidak akan merugi. Ayat tersebut menyebutkan tiga amalan sebagai kunci sukses, yaitu membaca kitab Allah, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang didapat. Penulis memetakan ketiga amalan tersebut ke dalam tiga kelompok perbuatan sbb:

  1. Personal Improvement

Membaca kitab Allah tidaklah terbatas pada hanya membaca al-Quran saja. Tapi kitabullah adalah semua ilmu yang dapat dipelajari dan bermanfaat. Jadi kunci sukses pertama adalah selalu meningkatkan kualitas individu dengan selalu belajar dan menggali ilmu-ilmu yang bermanfaat.

  1. Spiritual Improvement

Mendirikan sholat atau secara umum ibadah dapat diartikan untuk meningkatkan kualitas spritual seseorang. Dan memang al-Quran menegaskan banyaknya berkah dan manfaat dari sholat dan beribadah kepada Allah, seperti ketenangan hati, mencegah perbuatan keji dan munkar, dll. Jadi kunci sukses kedua adalah selalu meningkatkan kualitas spiritual dengan beribadah dan senantiasi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

  1. Social Empowerment

Menafkahkan sebagian rezeki kepada yang membutuhkan diartikan sebagai pemberdayaan sosial. Pribadi muslim bukanlah pribadi yang individualistis dan anti sosial. Seorang muslim dituntut untuk memperhatikan keadaan sosial di lingkungannya, saling tolong menolong dalam kebaikan dan kesabaran. Pada beberapa ayat al-Quran dan hadits Rasulullah SAW dinyatakan bahwa tidak akan berkurang harta orang yang menafkahkan sebagiannya kepada pihak-pihak yang membutuhkannya, bahkan akan bertambah (tumbuh). Seperti di antaranya ayat berikut:

Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak. (QS. 57:18)

Itulah menurut al-Quran tiga hal yang perlu kita lakukan untuk menggapai kesuksesan di dunia dan akherat. Ketiganya saling terkait dan mendukung. Mengambil yang satu dengan membuang yang lain tidaklah akan membawa kita kepada kesuksesan yang dicitakan. Hanya menuntut ilmu tanpa peningkatan spiritual dan memperhatikan masyarakat tidak akan sukses. Hanya beribadah tanpa ilmu dan pengabdian sosial juga tidak akan sukses. Hanya beribadah dan berilmu tanpa kepedulian sosial, juga tidak akan membawa kita ke arah sukses. Dan begitu seterusnya, ketiganya saling terkait dan menuntut perhatian yang proporsional.

Memang, semakin kita mengkaji al-Quran semakin banyak hikmah yang kita dapat. Maha Benar Allah atas segala Firman-Nya. [undzurilaina].

Indonesiaku

Indonesia, sebuah negeri yang subur dan alamnya kaya raya...tapi kelaparan dan penyakit ada di mana-mana.....



keadilan sosial sungguh sesuatu yang nun jauh disana....

Dalam Catatan Pinggir di majalah Tempo 11-17 Juli 2005, Gunawan Muhammad menulis antara lain:

Kelaparan tak terjadi karena sebuah negeri kekurangan pangan, tapi karena tak ada pembagian yang baik dari mereka yang berlebihan kepada yang defisit.


Lebih dari empatbelas abad lalu, Imam Ali bin Abi Thalib (karramallahu wajhahu) pernah menyatakan:

Sesungguhnya Allah swt telah menetapkan bagian untuk fakir miskin dalam harta para hartawan. Tiada seorang pun di antara kaum miskin menderita kelaparan, melainkan hal itu pasti disebabkan kelebihan kemewahan dalam cara hidup kaum hartawan. Dan kelak, Allah niscaya akan menuntut pertanggungjawabannya dari mereka!

Friday, May 11, 2007

"New Mecca", Tujuan Wisata Baru?

Tahukah kita bahwa saat ini sedang dilakukan perombakan terhadap wajah Makkah al-Mukarramah oleh sang "Khadim al-Haramain"?





Salah seorang teman yang memberi gambar-gambar ini, mengutip hadits Rasulullah SAW sbb:
Salah satu diantara tanda-tanda Akhir zaman adalah perjalanan ibadah haji dilakukan untuk bertamasya, bisnis, riya ( pamer ) atau mengemis.

Akan tiba suatu masa di mana orang-orang kaya akan pergi haji untuk bertamasya, orang yang berpunya untuk kepentingan bisnis, orang bijak untuk pamer dan orang miskin untuk mengemis.
( Diriwayatkan oleh Anas r.a. )


Menyedihkan!

Tuesday, May 8, 2007

Tenang

Tenang. Sebuah kata yang gampang diucap, tapi tidak gampang untuk didapat. Hanya air yang tenang yang dapat memantulkan sempurna. Beberapa hari yang lalu, seorang artis senior ketika ditanya apa visi dia dalam berbisnis, dia menjawab saya berbisnis untuk mendapatkan ketenangan, bukan untuk mendapatkan banyak harta tapi hati tidak tenang. Memang kenyataannya ketenangan itu tidak mudah untuk didapat oleh setiap orang. Selalu saja ada hal yang membuat jiwa ini tidak tenang.

Professor Muhsin Qiraati dalam buku kecilnya berjudul “Tafsir Sholat” mengatakan bahwa salah satu diantara tujuan Allah memerintahkan manusia untuk Sholat adalah untuk mengingat-Nya. Ini adalah salah satu diantara banyak aspek manfaat dan berkah sholat yang lain.

“…dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku.” (QS. 20:14)

Kemudian di ayat yang lain disebutkan bahwa sesungguhnya dengan mengingat Allah itu hati menjadi tenang.

“…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang” (QS. 13:28)

Ayat tersebut mengingatkan kita bahwa jalan untuk menjadi tenang itu adalah dengan mengingat Allah. Memang kalau kita benar-benar renungkan, hati kita akan menjadi tidak tenang apabila kita tidak ingat bahwa Allah lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hati kita akan menjadi tidak tenang apabila kita tidak ingat Dia Yang Rahmatnya meliputi segala sesuatu. Hati kita akan menjadi tidak tenang apabila kita tidak ingat Dia yang dengan Kekuatannya tunduk segala sesuatu. Begitu kita mengingatNya dengan benar, maka semestinya tidak ada alasan bagi kita untuk gelisah setelah usaha-usaha yang telah kita lakukan tidak berhasil. Karena pasti ia masih dalam lingkup Rahmat-Nya yang Maha Luas.

Yah, memang tidak mudah mencapainya. Perlu usaha dan latihan yang terus menerus. Duhai, alangkah nikmatnya ya menjadi orang-orang yang tenang itu. Kapan aku bisa masuk kelompok orang-orang yang tenang itu. Sehingga aku akan menoleh ketika Engkau memanggil dengan panggilan mesra:

Hai jiwa yang tenang.

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.

Maka masuklah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku,

dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS. 27-30)

Duhai, alangkah nikmatnya apabila kita di posisi itu...

Monday, May 7, 2007

CINTA dan WAKTU

Tersebutlah, di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak. Ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri.

Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta.

Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. "Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.

"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini."

Lalu Kakayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. "Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang. Ia kian panik. Tak lama lewatlah Kecantikan. "Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta.

"Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini," sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan. "Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta.

"Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!"

Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya lelaki tua tadi.

"Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu.

"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran.

"Sebab," kata orang itu, "hanya Waktu-lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ..."

Friday, May 4, 2007

Pak Amir dan Bule Prancis

Minggu yang lalu saya silaturahmi ke rumah salah seorang tetangga, sebut saja namanya pak Amir. Ada sebuah cerita menarik yang disampaikan oleh pak Amir tadi. Pak Amir ini cerita kalau dia pernah dapat tamu di kantornya sepasang suami istri, bule Prancis. Tidak seperti penampilan bule-bule yg biasanya, bule tersebut katanya berpakaian ala sebuah kelompok muslim yang pernah dilarang di Malaysia dan juga Indonesia. Tahu kan? Jadi mereka yang laki pakai jubah lengkap dengan sorban/penutup kepala yang khas Arab. Sementara yang perempuan pakai baju kurung, jilbab dan cadar penutup muka. Merasa penasaran, pak Amir ini terus nanya ke bule itu:

Pak Amir: “Mister, kenapa atau apa alasan Anda mengenakan pakaian seperti ini?”.

Bule: “Pak Amir, saya ini lahir dari keluarga Muslim. Ayah ibu saya itu seorang muslim di Prancis sana. Tapi kehidupan muslim di sana jauh dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri.”

Pak Amir: “Maksud mister gimana?”

Bule: “Saya dan keluarga sudah sangat terbiasa untuk minum minuman keras walaupun itu dilarang oleh Islam. Sehingga adalah sesuatu yang sudah sangat biasa sekali kalau ada minuman keras di hidangan-hidangan di rumah saya. Bahkan sudah seperti refleks, kalau di jalan ketemu ada kedai minuman, saya langsung mampir dan minum-minum disitu..”


Pak Amir: “Oya, terus..? (sambil sedikit mengernyitkan dahi)”

Bule: “Pak Amir, jadi kalau saya berpakaian seperti yang Bapak pakai sekarang ini, alias pakain biasa, maka refleks saya akan langsung “aktif” begitu ketemu kedai minuman di jalan. Nah, dengan berpakaian seperti ini, saya dapat memproteksi diri saya, Pak. Malu dong, kalau saya yang berpakaian seperti ini kok bertindak yang nggak bener”

Pak Amir: “Hmmm…gitu ya, Mister (sambil mengangguk-angguk)? Saya hampir salah dalam menilai Anda.“


Well, terlepas dari benar salahnya, setuju atau tidaknya berpakaian begitu, pepatah “Don’t Judge the Book from its cover” tepat untuk diterapkan disini. Sering kali kita melakukan generalisasi demi generalisasi yang terburu-buru. Sehingga dengan bekal generalisasi tersebut kemudian kita gunakan untuk menyerang kelompok-kelompok yang berseberangan pendapat dengan kita. Kita sering susah sekali untuk menerima perbedaan. Padahal panutan kita semua, penghulu para rasul SAW, bilang kalau perbedaan di kalangan umatku itu adalah Rahmat. Berarti kita susah sekali untuk menerima Rahmat ya? Oh...Pantesaaaan...!!

Tuesday, May 1, 2007

Kisah Orang Tua Bijak

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin,
semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik.
Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah
dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu,
tetapi orang tua itu selalu menolak : "Kuda ini bukan kuda bagi
saya", katanya : "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat
menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita
dapat menjual seorang sahabat ?" Orang itu miskin dan godaan besar.
Tetapi ia tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya.
Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh", mereka mengejek
dia : "Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami
peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin... Mana
mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga ?
Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga
setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda
dikutuk oleh kemalangan".

Orang tua itu menjawab : "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja
bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu;
selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak,
bagaimana Anda dapat ketahui itu ? Bagaimana Anda dapat
menghakimi?". Orang-orang desa itu protes : "Jangan menggambarkan kami
sebagai orang bodoh! Mungkin kami bukan ahli filsafat, tetapi filsafat
hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang
adalah kutukan".

Orang tua itu berbicara lagi : "Yang saya tahu hanyalah bahwa
kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu.
Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat
kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi
nanti ?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka
memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan
menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya,
ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu
bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia
terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya
sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul
tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari
ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar
selusin kuda liar bersamanya.

Sekali lagi penduduk desa berkumpul
sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan : "Orang tua, kamu
benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat.
Maafkan kami".

Jawab orang itu: "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja
bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik
bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa
ini adalah berkat ? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau
kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai?

Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku.
Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu
kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh
ungkapan ? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup
berdasar! kan satu halaman atau satu kata.Yang anda tahu hanyalah
sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu.
Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu
karena apa yang saya tidak tahu".

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang
lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati
mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda
liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu
dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai
menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh
dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa
berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai. "Kamu benar", kata
mereka: "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu
bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah
kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada
siapa-siapa untuk membantumu... Sekarang kamu lebih miskin lagi.
Orang tua itu berbicara lagi : "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran
untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa
anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan ? Tidak ada
yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong".

Maka terjadilah dua minggu kemudian negeri itu berperang dengan
negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi
tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia terluka.
Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis
dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk
bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh
sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan
melihat anak-anak mereka kembali. "Kamu benar, orang tua", mereka
menangis : "Tuhan tahu, kamu benar. Ini buktinya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada
bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi : "Tidak mungkin untuk berbicara dengan
kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu.
Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak
saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan.
Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang
tahu".

Moral cerita:

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian.
Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu
halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik
kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai
kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2: 216)

Ujub


Sahabat Ali bin Abi Thalib berkata, ''Keburukan (sayyi'ah) yang menyebabkanmu gundah gulana, lebih baik di sisi Allah, daripada kebaikan (hasanah) yang menyebabkanmu 'ujub (berbangga diri).

Ada dua poin dalam kalimat mutiara tersebut. Pertama, perbuatan tercela (selain dosa besar), tetapi membuat sang pelaku gundah, tidak tenang, serta menyesal, dapat menjadi sugesti untuk bertobat. Kedua, perbuatan terpuji, tetapi menyebabkan sang pelaku menjadi sombong. Menurut sepupu Nabi SAW tersebut, ''Yang pertama lebih baik daripada kedua.''

'Ujub adalah sifat terlalu membanggakan diri, sehingga individu lain dipandang rendah, lemah, dan buruk. Seperti perkataan iblis, ''Saya lebih baik dari Adam, Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan Adam Engkau ciptakan dari tanah.'' (QS Al-A'raf [7]: 12).

'Ujub adalah penyakit jiwa dan hati, yang seringkali menjangkiti orang-orang yang dikaruniai harta melimpah, jabatan bergengsi, tubuh sempurna, ilmu luas, gelar tinggi, dan wajah rupawan. 'Ujub juga bisa menjangkiti seseorang yang ilmu agamanya luas. Intinya, siapa pun bisa terserang 'penyakit' ini.

Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Tiga perkara yang membuatmu hancur adalah kikir, mengikuti hawa nafsu, dan sifat membanggakan diri.'' Hujjatul Islam, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali mengatakan, ''Sifat sombong dan 'ujub mampu menghapus segala bentuk keutamaan dan bisa merendahkan diri.'' Sebanyak apa pun sedekah kita, bila dilakukan dengan 'ujub, tidak akan bernilai di sisi Allah.

Sesering apa pun ibadah kita, akan sia-sia, jika di dalam hati terdapat sejengkal ruang 'ujub maka sia-sia apa yang telah kita lakukan. Hal ini makin menguatkan, segala yang dikaruniakan kepada kita, baik jabatan, harta, atau ilmu, adalah ujian. Barang siapa tetap rendah hati dengan segala keutamaan yang dimiliki, maka kedudukannya makin tinggi, baik di mata manusia maupun di sisi Allah. Tapi, bagi hamba yang 'ujub, keutamaan tersebut menjadi kerendahan.

Maka, tak berlebihan bila Ali menyebut lebih baik perbuatan tercela, tapi bisa menjadikan kita gundah dan bertobat. Rasa menyesal mendorong kita selalu menghindari cela. Dan memang begitu rendah, perbuatan terpuji, tapi berbuah kesombongan dan kecongkakan sehingga hati semakin 'sakit' dan susah ditembus oleh nasihat bijak. Na'udzu billahi min dzalika.

Republika, Kamis, 22 Maret 2007
Oleh : Moch Aly Taufiq