Tuesday, May 1, 2007

Kisah Orang Tua Bijak

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin,
semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik.
Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah
dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu,
tetapi orang tua itu selalu menolak : "Kuda ini bukan kuda bagi
saya", katanya : "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat
menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita
dapat menjual seorang sahabat ?" Orang itu miskin dan godaan besar.
Tetapi ia tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya.
Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh", mereka mengejek
dia : "Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami
peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin... Mana
mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga ?
Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga
setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda
dikutuk oleh kemalangan".

Orang tua itu menjawab : "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja
bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu;
selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak,
bagaimana Anda dapat ketahui itu ? Bagaimana Anda dapat
menghakimi?". Orang-orang desa itu protes : "Jangan menggambarkan kami
sebagai orang bodoh! Mungkin kami bukan ahli filsafat, tetapi filsafat
hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang
adalah kutukan".

Orang tua itu berbicara lagi : "Yang saya tahu hanyalah bahwa
kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu.
Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat
kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi
nanti ?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka
memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan
menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya,
ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu
bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia
terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya
sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul
tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari
ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar
selusin kuda liar bersamanya.

Sekali lagi penduduk desa berkumpul
sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan : "Orang tua, kamu
benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat.
Maafkan kami".

Jawab orang itu: "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja
bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik
bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa
ini adalah berkat ? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau
kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai?

Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku.
Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu
kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh
ungkapan ? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup
berdasar! kan satu halaman atau satu kata.Yang anda tahu hanyalah
sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu.
Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu
karena apa yang saya tidak tahu".

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang
lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati
mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda
liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu
dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai
menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh
dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa
berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai. "Kamu benar", kata
mereka: "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu
bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah
kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada
siapa-siapa untuk membantumu... Sekarang kamu lebih miskin lagi.
Orang tua itu berbicara lagi : "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran
untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa
anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan ? Tidak ada
yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong".

Maka terjadilah dua minggu kemudian negeri itu berperang dengan
negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi
tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia terluka.
Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis
dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk
bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh
sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan
melihat anak-anak mereka kembali. "Kamu benar, orang tua", mereka
menangis : "Tuhan tahu, kamu benar. Ini buktinya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada
bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi : "Tidak mungkin untuk berbicara dengan
kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu.
Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak
saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan.
Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang
tahu".

Moral cerita:

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian.
Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu
halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik
kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai
kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2: 216)

No comments:

Post a Comment