Ibadah
Untuk sebagian malam, terkadang separo malam, dan terkadang sepertiga atau dua pertiga malam, Nabi saw selalu melakukan ibadah. Meski siang harinya sibuk, khususnya selama Nabi saw berada di Madinah, Nabi saw tak pernah mengurangi waktu ibadahnya. Nabi saw menemukan kenikmatan penuh dalam ibadah dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Ibadahnya merupakan ungkapan cinta dan rasa syukur, dan motivasinya bukan keinginan masuk surga, juga bukan karena takut neraka.
Suatu hari salah seorang istrinya bertanya kepada Nabi saw, bahwa kenapa Nabi saw begitu kuat dedikasinya untuk ibadah? Jawab Nabi saw: "Kepada siapa lagi aku mesti bersyukur, kalau bukan kepada Tuhanku?"
Nabi saw sangat sering berpuasa. Di samping puasa di bulan Ramadhan dan di sebagian bulan Syakban, Nabi saw selalu puasa dua hari sekali. Nabi saw selalu melewatkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan iktikaf di masjid. Dalam iktikaf ini Nabi saw mencurahkan segenap waktunya untuk ibadah. Namun kepada umatnya Nabi saw mengatakan bahwa sudah cukup kalau berpuasa tiga hari setiap bulannya. Nabi saw suka mengatakan bahwa ibadah dikerjakan menurut kemampuan masing-masing, dan tidak boleh memaksakan diri, karena kalau dipaksakan, maka efeknya akan buruk. Nabi saw menentang kehidupan rahib, menentang sikap hidup yang tak mau terlibat dalam urusan duniawi, dan menentang sikap hidup yang menolak kehidupan berkeluarga. Beberapa sahabat Nabi saw mengutarakan niat untuk hidup seperti rahib. Nabi saw mencela mereka. Nabi saw sering mengatakan:
Tubuh, istri, anak-anak dan sahabat-sahabatmu semuanya punya hak atas dirimu, dan kamu harus memenuhi kewajibanmu."
Bila salat sendirian, salat Nabi saw lama, bahkan terkadang Nabi saw berjamjam menunaikan salat sebelum subuh. Namun bila salat berjamaah, salat Nabi saw tidak lama. Dalam hal ini Nabi saw memandang penting memperhatikan orang-orang usia lanjut dan orang-orang yang lemah jasmaninya di antara para pengikutnya.
Hidup Sederhana
Hidup sederhana merupakan salah satu prinsip hidup Nabi saw. Makanan Nabi saw sederhana. Pakaian yang dikenakannya sederhana. Nabi saw, bila mengadakan perjalanan, caranya sederhana. Nabi saw lebih sering tidur di atas tikar, duduk di tanah, dan memerah susu kambing dengan kedua tangannya sendiri. Nabi saw, bila naik binatang tunggangan, tidak memakai pelana. Kalau sedang naik binatang tunggangan, Nabi tak mau ada pengiringnya. Makanan pokok Nabi saw adalah roti dan kurrna. Nabi saw memperbaiki sepatunya sendiri dan menjahit pakaiannya sendiri dengan kedua tangannya sendiri. Kendati hidup bersahaja, Nabi saw tak pernah menganjurkan filosofi asketisisme (hidup dengan disiplin diri yang keras dan berpantang dari segala bentuk kesenangan atau kenikmatan—pen.). Nabi saw percaya bahwa uang perlu dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat dan untuk tujuan-tujuan halal lainnya. Nabi saw biasa mengatakan: "Sungguh menyenangkan kekayaan itu, jika didapat dengan cara yang halal oleh orang yang tahu cara membelanjakannya."
Nabi saw juga mengatakan: "Kekayaan merupakan bantuan yang baik bagi ketakwaan."
Ketetapan Hati dan Sabar
Tekad atau kemauan keras Nabi saw sungguh luar biasa. Tekad ini mempengaruhi para sahabatnya juga. Periode kenabiannya benar-benar merupakan pelajaran tentang kemauan keras dan kesabaran. Dalam masa hidupnya, beberapa kali kondisi sedemikian rupa sehingga kelihatannya tak ada lagi harapan, namun tak pernah ada kata gagal dalam benaknya. Keyakinannya bahwa dirinya pada akhirnya akan sukses, tak pernah goyah sekejap pun.
Kepemimpinan, Administrasi dan Konsultasi
Sekalipun para sahabat Nabi saw menjalankan setiap perintah Nabi saw tanpa ragu, dan berulang-ulang mengatakan percaya penuh kepada Nabi saw dan bahkan mau terjun ke sungai atau ke dalam kobaran api jika saja Nabi saw memerintahkannya, namun Nabi saw tak pernah menggunakan cara-cara diktator. Mengenai masalah-masalah yang belum ada ketentuan khususnya dari Allah SWT, Nabi saw berkonsultasi dengan sahabat-sahabatnya dan menghargai pandangan mereka, dan dengan demikian membantu mereka mengembangkan pribadi mereka. Ketika Perang Badar, Nabi saw menyerahkan persoalan mengambil aksi militer untuk menghadapi musuh, memilih lahan untuk mendirikan tenda, dan mengenai perlakuan terhadap tawanan, kepada nasihat sahabat-sahabatnya. Ketika Perang Uhud, Nabi saw berkonsultasi soal perlu tidaknya tentara Muslim bertempur dari dalam kota Madinah ataukah tentara Muslim perlu keluar dari kota. Nabi saw juga berkonsultasi dengan para sahabatnya ketika Perang Ahzab dan Tabuk.
Kebaikan hati dan toleransi Nabi saw, keinginannya untuk mengupayakan ampunan bagi dosa-dosa umatnya, sahabat-sahabatnya dan konsultasi dengan mereka yang dipandangnya penting, merupakan faktor-faktor utama yang memberikan sumbangsih bagi pengaruhnya yang luar biasa di kalangan para sahabatnya. Fakta ini ditunjukkan oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an memfirmankan:
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan din dari sekelitingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Âli 'Imrân: 159)
(dikutip dari buku "Manusia dan Alam Semesta", bab 21 "Nabi Muhammad SAW")
No comments:
Post a Comment