Friday, April 27, 2007

Wejangan Sang Ayah kepada Anaknya: Antara Sunnah dan Syiah


(by Yamani, edited by Undzurilaina)

Syi'ah (berarti pengikut) adalah kelompok umat Islam yang terbentuk sejak meninggalnya Nabi Muhammad saaw (shallal-Laahu 'alaihi wa sallam, semoga keselamatan dan kedamaian dari Allah kepada beliau) yang percaya bahwa Sayidina/Imam Ali adalah khalifah yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad sendiri untuk menggantikan/meneruskan kepemimpinan umat Islam.

Tapi, sebagian besar kaum muslimin pada waktu itu menganggap bahwa Rasulullah -- lewat berbagai sabdanya mengenai Imam 'Ali -- tak secara tegas bermaksud menunjuknya sebagai pemimpin, melainkan menegaskan kedekatan dan keutamaan Imam Ali. Karena itu, mereka pun bermusyawarah untuk menunjuk pengganti Rasulullah. Terpilihlah Abu Bakar, kemudian -- sepeninggal Abu Bakar -- Umar, dan -- sepeninggal Umar -- Usman. Baru setelah Usman, musyawarah kaum Muslimin menghasilkan keputusan untuk mengangkat Sayidina/Imam Ali sebagai khalifah (keempat). Kaum Muslimin yang memilih untuk bermusyawarah dalam memilih khalifah ini belakangan disebut sebagai kelompok Ahlus Sunnah, atau Sunnah saja.
Tapi, selama kekhalifahan-kekhalifahan -- meski percaya bahwa dialah yang berhak meneruskan kepemmpinan Nabi Muhammad -- Imam 'Ali tetap menjaga hubungan baik dengan ketiga khalifah sebelumnya -- yang tentu saja adalah juga sahabat-sahabatnya. Bahkan para khalifah itu mengatakan bahwa, tanpa bantuan Imam Ali, niscaya mereka akan mengalami kesulitan dalam mengemban tugas sebagai khalifah.

Setelah Imam Ali meninggal -- terbunuh di ujung belati seorang Muslim pembangkang -- kekhalifahan direbut secara tidak sah oleh Mu'awiyah, sepupu Usman. Mu'awiyah mengubah sikap-sikap pemimpin yang baik seperti diajarkan Rasulullah menjadi kerajaan, yang bermewah-mewah, dan tidak mementingkan kesejahteraan masyarakat. Bukan itu saja, ia malah menunjuk anaknya, Yazid, yang berakhlak buruk dan suka bermaksiat, untuk menjadi penggantinya. Maka Imam Husain -- putra Imam Ali, yang oleh sebagian kaum Muslim yang baik-baik ditunjuk sebagai pengganti kakaknya, Imam Hasan -- merasa wajib melawan Mu'awiyah, untuk mengembalikan kekhalifahan ke tangan orang yang berhak, yang baik-baik. Sayangnya, seperti biasa, banyak orang takut pada kelaliman Yazid, tertarik pada hartanya, atau termakan oleh politik-liciknya. Sehingga Imam Husain dibiarkan hanya dengan sekitar kurang dari seratus pendukung untuk melawan lebih dari seribu pasukan Yazid. Dengan kejam, Imam Husain dan seluruh keluarganya dibantai di Padang Karbala, Iraq. Untungnya, ada satu putranya yang selamat, bernama Ali Zainal Abidin. Dialah yang kemudian meneruskan keturunan Imam Husain, hingga sampai ke zaman sekarang.

Apa bedanya mazhab (kelompok) Syi'ah dan Sunnah. Kelompok Syi'ah terbagi menjadi beberapa kelompok lagi. Yang besar ada tiga : Ja'fariyah (mengikuti Imam Ja'far al-Shadiq putra Imam Muhammad al-Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin), Zaydiyah (mengikuti Imam Zayd, paman Imam Ja'far), dan Isma'iliyah (kakak Imam Ja'far). Sedangkan kelompok Sunnah terbagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu Hanafiah (mengikuti Imam Abu Hanifah), Malikiyah (mengikuti Imam Malik), Syafi'iyah (mengikuti Imam Syafi'i), dan Hambaliyah (mengikuti Imam Hambali). Dalam prakteknya, perbedaan di antara Syi'ah dan Sunnah adalah sangat sedikit sekali. Bukan hanya kesemuanya tentu saja mengikuti (Sunnah) Nabi Muhammad, tapi al-Qur'an mereka sama, rukun-rukun Iman dan Islamnya sama. Bahkan hampir seluruh hukum fikih Syi'ah -- kecuali dalam beberapa hal saja -- memiliki kesamaan-kesamaan dengan salah satu atau lebih mazhab-mazhab di kalangan Sunnah. Kalau pun ada perbedaan yang penting, hal itu terletak pada keyakinan kaum Syi'ah bahwa setelah Rasulullah, terdapat 12 Imam anak-cucu beliau sendiri sebagai penerus beliau -- mulai Imam Ali hingga Imam Mahdi. Imam Mahdi inilah yang dipercayai akan dibangkitkan kembali oleh Allah pada saat-saat terakhir sebelum kiamat tiba (Meski agak berbeda dalam rinciannya, sebagaian besar Kaum Sunnah percaya juga pada kebangkitan Imam Mahdi di akhir zaman ini).
Kenapa perbedaan di antara kedua kelompok ini sangat sedikit? Karena para Imam itu pada dasarnya memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Imam Ja'far adalah guru Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Imam Syafi'i, selain belajar pada keturunan Imam Ja'far, adalah murid Imam Malik. Dan Imam Hambali adalah murid Imam Syafi'i. Jadi, semuanya, sedikit atau banyak, bermuara kepada Imam Ja'far al-Shadiq (salah seorang kakek kita juga). Yang pasti, meski bukan Syi'ah, para Imam kelompok Sunnah ini amat mencintai dan menghormati para Imam dari anak-cucu atau keturunan Rasulullah itu.

Jumlah kaum Syi'ah di dunia Islam adalah sekitar 20% dari seluruh kaum Muslimin. Selebihnya adalah kaum Sunnah. Kecuali sedikit ketegangan di sana-sini, umumnya hubungan di antara kedua kelompok ini cukup baik. Mayoritas penduduk Indonesia adalah bermazhab Syafi'i. Kaum Syi'ah banyak terdapat di Irak, Iran, India, beberapa propinsi Saudi Arabia, dan negara-negara Emirat. Di Indonesia sejak dulu juga ada, meski jumlahnya banyak meningkat karena makin banyak orang tertarik kepada Syi'ah setelah kemenangan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.

Mengingat itu semua, hendaknya kita menghargai semua kelompok dalam Islam ini tanpa kecuali. Meski kita Syafi'i, misalnya, kita harus menghargai juga kelompok Hanafi, Maliki, Hambali, Ja'fari, Zaydi, dan lain-lain. Demikian juga, jika kita Ja'fari, kita harus menghargai kelompok-kelompok lainnya. Semuanya adalah saudara-saudara kita kaum Muslimin. Semuanya berusaha mengikuti ajaran al-Qur'an dan Sunnah dengan sebaik-baiknya. Sedangkan perbedaan-perbedaan kecil yang ada di antara kelompok-kelompok ini, seperti dikatakan oleh Rasulullah, harus dilihat sebagai rahmat. Yakni agar pandangan dan wawasan kita lebih luas. Kalau pun ada di antara keyakinan atau praktek kelompok lain yang kita anggap keliru, hendaknya kita mencoba memperbaikinya dengan diskusi yang baik di atas landasan persaudaraan yang kuat. Karena, siapa tahu, ternyata bahwa pandangan kelompok lain yang tadinya kita anggap salah itu, justru terbukti benar. Ya, siapa tahu. Karena bukankah yang paling tahu tentang kebenaran hanyalah Allah Swt.?

No comments:

Post a Comment