Dalam sebuah diskusi, saya teringat salah satu ceramah tafsir ust Quraish Syihab ketika membahas surat al-Fatihah. Ada penjelasan yang menarik ketika beliau menjelaskan kata "shirat al-mustaqim". Seperti biasa, beliau membedah kata-per-kata dan bagaimana al-Quran menggunakan kata tersebut dan yang semakna dengannya.
Beliau mengatakan, al-Quran menggunakan beberapa kata yg bermakna "jalan". Diantaranya adalah kata "shirath" dan "sabil". Ada beberapa perbedaan antara kedua kata tsb, antara lain beliau menyebutkan:
- Kata "shirat" selalu digunakan sebagai singular (tunggal). Jadi "shirat" itu selalu cuma ada satu. Sedangkan kata "sabil" bisa tunggal bisa jamak (yaitu: ”subuul”).
- Kata "shirat" selalu berkonotasi atau disandingkan dengan hal-hal yang positif (misal: shirat al-mustaqim, shirat Allah, shirat al-ladziina an'amta alaihim, dst). Sedangkan kata "sabil" bisa positif bisa negatif (misal: subuul as-Salam=jalan-jalan kedamaian, sabil at-Thaguut=jalan penguasa zalim, dst).
Kemudian beliau melanjutkan lagi, bahwa "shirat" itu dari akar katanya bermakna sesuatu yang lebar. Akar katanya dari kerongkongan, yang dimana pasti yang lewat kerongkongan adalah sesuatu yang lebih kecil. Jadi "shirat" itu adalah sesuatu yang lebar, dapat diibaratkan seperti jalan tol, lanjutnya.
Sedangkan ”sabil” diibaratkan seperti jalan-jalan lorong yg kecil. Setiap orang bisa melalui banyak jalan lorong-lorong untuk sampai kepada jalan tol yang satu tadi. Orang bisa memilih jalan lorong-lorong kecil itu asal bercirikan kedamaian (subuul as-salam).
Oleh karena itu, kita selalu berdoa ihdina as-shirat al-mustaqim , bimbing kami ke "jalan tol" yang satu itu, agar kami tidak mungkin lagi tersesat kecuali sampai di pintu keluar tol. Kalau jalan-jalan yang kecil, kami masih mungkin tersesat, dst. Beliau juga menjelaskan perbedaan makna antara "ihdina shirat al-mustaqiim" dengan kalau ditambahkan kata "ila" (ke) antara "ihdina" dengan "shirat", seperti digunakan dalam ayat al-quran yang lain. Kalau tanpa kata "ila" seperti dalam surat al-Fatihah itu yang dimaksud adalah meminta bimbingan (taufiq), bukan sekedar minta petunjuk, tapi minta dibimbing/diarahkan/diantarkan ke shirat al-mustaqiim tersebut.
Jadi intinya, orang bisa menempuh jalan-jalan tikus (baca: pendapat/madzhab) yang jumlahnya mungkin banyak asal bercirikan kedamaian. Sambil kita terus berdoa minta bimbingan (taufiq) Allah menuju jalan tol yang satu (shirat al-mustaqiim). Begitu menurut beliau secara sederhananya. Semoga kita terus mendapatkan bimbingan-Nya dengan tidak mengklaim sebagai pemilik tunggal "jalan tol" yang sangat lebar itu, padahal jelas dinyatakan bahwa banyak jalan untuk menuju ke sana. Amien. [undzurilaina]
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
ReplyDeletePak, bisa kasih tau ga alamat situs / homepage Ust. Quraish Shihab.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.