Why do we exist?
Why this particular set of laws and not some other?
Manusia adalah spesies yang selalu penasaran. Begitulah Hawking mengawali buku teranyarnya ini dengan mengajak pembacanya untuk berfikir mengenai misteri keberadaan kehidupan. Bahwa manusia perlu memahami alam semesta (universe) sampai tingkatan yang paling dalam. Bahwa kita perlu mengetahui tidak hanya BAGAIMANA perilaku alam semesta, tapi juga pertanyaan2 “MENGAPA”. Mengapa sesuatu itu ada. Mengapa kita ada. Mengapa yang berlaku adalah hukum-hukum tertentu bukan hukum lainnya. Pada bagian awal bukunya ini, Hawking menyampaikan hipotesisnya bahwa penciptaan alam semesta ini tidak membutuhkan intervensi dari sesuatu yang supernatural atau Tuhan. Namun, alam semesta ini tercipta secara natural melalui hukum fisika. Ini merupakan prediksi dari sains.
Lalu kalau memang benar Alam semesta ini tercipta, diatur dan dikelola oleh hukum-hukum, maka kemudian timbul pertanyaan:
1. Apakah asal mula dari hukum-hukum tersebut?
2. Apakah ada pengecualian-pengecualian dalam hukum tersebut (misal: keajaiban-keajaiban)?
3. Apakah hukum-hukum tersebut tunggal/unik atau bisa banyak?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab secara beragam oleh para ilmuwan, filosof, sampai dengan teolog. Jawaban yang umum diberikan untuk pertanyaan pertama (antara lain oleh Kepler, Galileo, Descartes, dan Newton) adalah bahwa hukum-hukum tersebut merupakan hasil karya Tuhan. Namun demikian, hal ini bisa diartikan bahwa Tuhan tak lain adalah perwujudan dari hukum-hukum alam. Menurut Hawking, jika kita melibatkan Tuhan sebagai jawaban pertanyaan pertama, maka akan muncul masalah pada pertanyaan kedua: Apakah ada keajaiban atau pengecualian-pengecualian terhadap hukum-hukum tsb?
Beragam pendapat pun bermunculan untuk menjawab pertanyaan kedua ini. Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa tidak akan ada pengecualian pada hukum-hukum ini. Sedangkan jika kita menengok ke kitab suci, maka kita akan mengetahui bahwa Tuhan tidak hanya menciptakan hukum-hukum tapi juga dapat dirayu oleh para pendoa untuk membuat pengecualian-pengecualian. Hampir semua pemikir Kristen –lanjutnya—meyakini bahwa Tuhan pasti dapat menghentikan hukum-hukum tersebut untuk menciptakan keajaiban. Bahkan sekaliber Newton juga mempercayai adanya beberapa jenis keajaiban tertentu, seperti bahwa Tuhan harus mengintervensi dan melakukan reset terhadap orbit planet-planet, karena kalau tidak planet-planet akan jatuh ke matahari atau terlempar keluar dari tata surya. Pendapat Newton ini kemudian ditentang oleh Laplace bahwa sistem tata surya ini dapat melakukan reset sendiri, tanpa intervensi Tuhan sehingga bisa tetap ada hingga saat ini.
Laplace merupakan tokoh yang umum dikenal sebagai pengusung pertama postulat determinisme sains, bahwa jika diberikan kondisi alam semesta pada suatu waktu tertentu, maka sepaket lengkap hukum-hukum yang akan mengatur sepenuhnya masa lalu dan masa depannya. Hal ini menepis kemungkinan adanya keajaiban atau peran aktif dari Tuhan. Determinisme sains yang diformulasikan oleh Laplace inilah jawaban saintis modern terhadap pertanyaan kedua. Prinisip ini merupakan basis dari semua hukum sains modern, dan merupakan prinsip penting yang digunakan dalam buku Hawking ini. Bahwa hukum sains tidak lagi dapat disebut sebagai sebuah hukum sains jika hanya berlaku ketika suatu yang Supernatural memutuskan untuk tidak mengintervensi.
Kembali ke pertanyaan-pertanyaan “MENGAPA” yang ada di pembuka tulisan ini, sebagian orang akan mengklaim bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut adalah karena adanya Tuhan yang memutuskan untuk menciptakan alam semesta seperti ini. Namun jika kita menjawab demikian, maka pertanyaan yang muncul berikutnya adalah “Siapa yang menciptakan Tuhan”. Jawaban yang dapat diterima umumnya adalah bahwa beberapa entitas ada tanpa membutuhkan pencipta, dan entitas itulah yang disebut Tuhan (first-cause argument). Kami mengklaim, lanjut Hawking, bahwa menurut kami adalah mungkin untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut murni di dalam lingkup sains, dan tanpa melibatkan sesuatu yang Supernatural atau Tuhan.
Alam semesta dan kehidupan ini bersifat deterministik, sekali Anda men-setup konfigurasi atau kondisi awal, maka selanjutnya hukum-hukumlah yang akan menentukan apa yang akan terjadi di masa depan. That’s all there is to it: Given any initial condition, these laws generate generation after generation.
Jika total energi alam semesta ini harus selalu NOL, sementara di sisi lain dibutuhkan energi pada setiap penciptaan sebuah obyek, maka bagaimana alam semesta secara keseluruhan dapat diciptakan dari ketiadaan? Itulah mengapa ada hukum seperti Gravitasi. Sebab gravitasi bersifat atraktif, dan energi gravitasi bernilai negatif. Energi negatif ini dapat menyeimbangkan energi positif yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu. Walaupun sebenarnya tidak sesederhana ini.
Energi negatif gravitasi dari bumi, misalnya, bernilai kurang dari sepermilyar dari energi positif dari partikel materi penyusun bumi. Suatu obyek seperti sebuah bintang akan memiliki lebih banyak energi negatif grafitasi, dan semakin kecil ia (semakin dekat jarak antar unsur-unsurnya), semakin besar energi gravitasi negatifnya. Tapi sebelum ia menjadi lebih besar dari energi positifnya, bintang tersebut akan musnah ke dalam sebuah lubang hitam (black hole), dan lubang hitam tersebut memiliki energi positif. Inilah sebabnya mengapa ruang hampa itu stabil.
Beragam pendapat pun bermunculan untuk menjawab pertanyaan kedua ini. Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa tidak akan ada pengecualian pada hukum-hukum ini. Sedangkan jika kita menengok ke kitab suci, maka kita akan mengetahui bahwa Tuhan tidak hanya menciptakan hukum-hukum tapi juga dapat dirayu oleh para pendoa untuk membuat pengecualian-pengecualian. Hampir semua pemikir Kristen –lanjutnya—meyakini bahwa Tuhan pasti dapat menghentikan hukum-hukum tersebut untuk menciptakan keajaiban. Bahkan sekaliber Newton juga mempercayai adanya beberapa jenis keajaiban tertentu, seperti bahwa Tuhan harus mengintervensi dan melakukan reset terhadap orbit planet-planet, karena kalau tidak planet-planet akan jatuh ke matahari atau terlempar keluar dari tata surya. Pendapat Newton ini kemudian ditentang oleh Laplace bahwa sistem tata surya ini dapat melakukan reset sendiri, tanpa intervensi Tuhan sehingga bisa tetap ada hingga saat ini.
Laplace merupakan tokoh yang umum dikenal sebagai pengusung pertama postulat determinisme sains, bahwa jika diberikan kondisi alam semesta pada suatu waktu tertentu, maka sepaket lengkap hukum-hukum yang akan mengatur sepenuhnya masa lalu dan masa depannya. Hal ini menepis kemungkinan adanya keajaiban atau peran aktif dari Tuhan. Determinisme sains yang diformulasikan oleh Laplace inilah jawaban saintis modern terhadap pertanyaan kedua. Prinisip ini merupakan basis dari semua hukum sains modern, dan merupakan prinsip penting yang digunakan dalam buku Hawking ini. Bahwa hukum sains tidak lagi dapat disebut sebagai sebuah hukum sains jika hanya berlaku ketika suatu yang Supernatural memutuskan untuk tidak mengintervensi.
Kembali ke pertanyaan-pertanyaan “MENGAPA” yang ada di pembuka tulisan ini, sebagian orang akan mengklaim bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut adalah karena adanya Tuhan yang memutuskan untuk menciptakan alam semesta seperti ini. Namun jika kita menjawab demikian, maka pertanyaan yang muncul berikutnya adalah “Siapa yang menciptakan Tuhan”. Jawaban yang dapat diterima umumnya adalah bahwa beberapa entitas ada tanpa membutuhkan pencipta, dan entitas itulah yang disebut Tuhan (first-cause argument). Kami mengklaim, lanjut Hawking, bahwa menurut kami adalah mungkin untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut murni di dalam lingkup sains, dan tanpa melibatkan sesuatu yang Supernatural atau Tuhan.
Alam semesta dan kehidupan ini bersifat deterministik, sekali Anda men-setup konfigurasi atau kondisi awal, maka selanjutnya hukum-hukumlah yang akan menentukan apa yang akan terjadi di masa depan. That’s all there is to it: Given any initial condition, these laws generate generation after generation.
Jika total energi alam semesta ini harus selalu NOL, sementara di sisi lain dibutuhkan energi pada setiap penciptaan sebuah obyek, maka bagaimana alam semesta secara keseluruhan dapat diciptakan dari ketiadaan? Itulah mengapa ada hukum seperti Gravitasi. Sebab gravitasi bersifat atraktif, dan energi gravitasi bernilai negatif. Energi negatif ini dapat menyeimbangkan energi positif yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu. Walaupun sebenarnya tidak sesederhana ini.
Energi negatif gravitasi dari bumi, misalnya, bernilai kurang dari sepermilyar dari energi positif dari partikel materi penyusun bumi. Suatu obyek seperti sebuah bintang akan memiliki lebih banyak energi negatif grafitasi, dan semakin kecil ia (semakin dekat jarak antar unsur-unsurnya), semakin besar energi gravitasi negatifnya. Tapi sebelum ia menjadi lebih besar dari energi positifnya, bintang tersebut akan musnah ke dalam sebuah lubang hitam (black hole), dan lubang hitam tersebut memiliki energi positif. Inilah sebabnya mengapa ruang hampa itu stabil.
Obyek-obyek seperti bintang-bintang ataupun lubang hitam tidak dapat tiba-tiba muncul dari ketiadaan. Tapi tidak demikian halnya dengan alam semesta secara keseluruhan. Alam semesta secara keseluruhan dapat muncul tiba-tiba dari ketiadaan. Karena Gravitasi membentuk ruang dan waktu, dan ia memungkinkan ruang-waktu menjadi stabil secara lokal namun tidak stabil secara global. Pada skala alam semesta secara keseluruhan, energi positif dari materi dapat diseimbangkan dengan energi negatif gravitasinya, dan dengan demikian tidak ada penghalang bagi terciptanya keseluruhan alam semesta.
Oleh karena adanya hukum seperti gravitasi inilah, menurut Hawking alam semesta dapat menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan. Penciptaan yang spontan ini adalah alasan adanya sesuatu dibanding ketiadaan, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada. Tidak perlu untuk melibatkan Tuhan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta ini.
Dalam buku ini, Hawking juga menjelaskan bahwa hukum ini harus memiliki apa yang disebut dengan supersimetri antar kekuatan-kekuatan alam dan sesuatu dimana mereka beraksi. Dan Hawking mengklaim teori yang yang dirumuskannya ini (M-Theory) adalah teori gravitasi yang paling supersimetri. Dan oleh karenanya, M-Theory ini merupakan satu-satunya kandidat dari sebuah paket lengkap teori dari alam semesta ini. Jika teori ini finite –dan ini masih harus dibuktikan—maka ia akan menjadi model dari sebuah alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri. Dan kita –kata Hawking—harus menjadi bagian dari alam semesta ini, karena tidak ada model yang konsisten selainnya.
Oleh karena adanya hukum seperti gravitasi inilah, menurut Hawking alam semesta dapat menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan. Penciptaan yang spontan ini adalah alasan adanya sesuatu dibanding ketiadaan, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada. Tidak perlu untuk melibatkan Tuhan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta ini.
Dalam buku ini, Hawking juga menjelaskan bahwa hukum ini harus memiliki apa yang disebut dengan supersimetri antar kekuatan-kekuatan alam dan sesuatu dimana mereka beraksi. Dan Hawking mengklaim teori yang yang dirumuskannya ini (M-Theory) adalah teori gravitasi yang paling supersimetri. Dan oleh karenanya, M-Theory ini merupakan satu-satunya kandidat dari sebuah paket lengkap teori dari alam semesta ini. Jika teori ini finite –dan ini masih harus dibuktikan—maka ia akan menjadi model dari sebuah alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri. Dan kita –kata Hawking—harus menjadi bagian dari alam semesta ini, karena tidak ada model yang konsisten selainnya.
Itu menurut Hawking. Bagaimana menurut Anda? [undzurilaina]