Syahdan, di suatu pagi yang sejuk di Surga. Seorang
tokoh ormas besar sedang jalan-jalan menikmati pemandangan yang luar biasa
indahnya. Kenikmatan dan kedamaian yang benar-benar luar biasa. Terang saja,
ini kan di surga. Namun betapa terkejutnya ia, ketika sedang asyik menikmati
situasi itu, ternyata disana dia bertemu juga dengan orang-orang yang di dunia
dulu dikenal sebagai tokoh ormas-ormas keagamaan lain diluar ormas yang dia ikuti.
Dia juga terkejut bukan kepalang ketika melihat berbagai penganut mazhab lain
yang juga lolos masuk ke surga. Bagaimana bisa?!
Rupanya orang-orang yang
ditemuinya itu juga memiliki keterkejutan yang sama satu dengan lainnya. Kok orang-orang
itu bisa masuk surga juga seperti dirinya. Bagaimana bisa?! Kan, mereka
begini.. kan mereka begitu..dan seterusnya masing-masing menyebutkan
perbedaan-perbedaan pendapat dalam beragama di dunia dulu.
Potongan
cerita yang tentu saja imajiner ini disampaikan oleh Prof.Dr.M.Amien Rais dalam
salah satu ceramahnya ketika beliau masih menjabat Ketua PP Muhammadiyah.
Walaupun imajiner, namun sebenarnya pesan yang beliau sampaikan, bahwa jalan menuju
kebenaran itu tidaklah tunggal, tersebut punya dasar yang sangat kuat. Sejalan
dengan Pak Amien, Prof. Dr. M. Quraish Syihab ketika menjelaskan tafsir surat
al-Fatihah juga mengungkapkan pendapat senada. Ketika sampai pada penjelasan
ayat “Ihdina as-Shirat al-Mustaqîm”,
Pak Quraish menjelaskan bahwa al-Quran setidaknya menggunakan 2 terminologi
untuk menyebutkan “jalan”, yaitu “Shirat” dan “Sabîl”. Dalam al-Quran kata
“shirat” selalu digunakan dalam bentuk tunggalnya (singular), sementara kata “Sabîl” seringkali disebutkan dalam
bentuk jamaknya, yaitu “Subul”. Seperti
antara lain dijelaskan dalam ayat berikut:
Ayat
tersebut adalah sebuah pernyataan al-Quran bahwa ada banyak jalan menuju jalan
yang lurus (shirat al-Mustaqîm), yang
diistilahkan dengan jalan-jalan keselamatan (subul as-Salâm). Pak Quraish mengibaratkan Shirat al-Mustaqîm itu seperti jalan tol yang lebar, dan Subul as-Salâm itu seperti jalan-jalan
kecil yang mengarah ke jalan tol tersebut. Jalan-jalan kecil itulah kiranya
berbagai mazhab dan pendapat dalam Islam yang walaupun berbeda-beda jalannya
tapi sama-sama mengarahkan ke “jalan tol” yang lebar itu, yang kita diwajibkan
dalam setiap shalat untuk senantiasa bermohon kepada Allah agar dibimbing
menuju kepadanya, Ihdina as-Shirath
al-Mustaqim.
Dalam
beragama kita tidak boleh berfikir sempit. Bukanlah amalan-amalan kita yang
menyebabkan kita bisa masuk ke surga-Nya dan terhindar dari siksa-Nya,
melainkan hanya karena Rahmat dan Ridha-Nya saja lah. Kita semua berharap
mendapatkan Ridha-Nya dengan amal-amal yang kita lakukan. Disamping itu kita
perlu menghindari dari apa yang menyebabkan Ridha-Nya menjadi musnah, seperti
dosa yang pernah menyebabkan terusirnya Iblis dari surga. Dosa itu adalah
berupa kesombongan, dan hati yang merasa diri paling mulia dan paling benar
sedang selainnya pastilah salah. Semoga kita dapat menghindarinya. Allahumma Amien. [undzurilaina/UA]