Tuesday, March 19, 2013

Pertahanan 3 Lapis

sumber: Manajemen-TI

To love is to risk not being loved in return. To hope is to risk pain. To try is to risk failure, but risk must be taken because the greatest hazard in life is to risk nothing.”—Anonim

Tidak ada organisasi yang dapat mengklaim dirinya bebas dari segala risiko. Baik organisasi besar maupun kecil. Baik organisasi publik maupun privat, profit maupun non-profit, formal maupun non-formal pastilah memiliki risiko. Bahkan risiko bersifat inheren pada segala sesuatu. Dia bersanding side-by-side dengan value, layaknya dua sisi mata uang yang sama.
Yang membedakan diantaranya adalah seberapa besar tingkat paparan risikonya saja serta seberapa besar tingkat penerimaannya terhadap risiko tersebut. Namun demikian jangan sampai karena semua ada risikonya lalu menghalangi kita untuk meraih value yang ada bersamanya. Sehingga kemudian yang dipikirkan berikutnya adalah bagaimana mengelola risiko-risiko yang ada untuk menekan dampak negatif jika risiko tersebut benar-benar terjadi. Untuk membantu organisasi dalam merancang sistem pengelolaan risikonya maka dirancanglah berbagai framework manajemen risiko organisasi atau yang sering diistilahkan dengan Enterprise Risk Management (ERM). Kerangka kerja ERM ini dirancang untuk membantu keinginan manajemen dalam mengelola risiko secara efektif dan sistematis.
Namun demikian –betapapun—implementasi ERM ini membutuhkan lingkungan dan struktur yang mendukung. Lingkungan inilah yang berlaku sebagai pertahanan terhadap risiko-risiko yang ada.

Beberapa waktu yang lalu, salah satu klien saya begitu bersemangat mendengung-dengungkan pada setiap kesempatan istilah “Pertahanan 3 lapis”. Sepertinya baru habis mendapatkan training mengenai itu yang sangat merasuk ke dalam relung kesadarannya. Sehingga pada setiap inisiatif yang direncanakan maka akan selalu dikaitkan dengan jargon “pertahanan 3 lapis” tersebut.
Sebenarnya apakah yang mereka maksud dengan “pertahanan 3 lapis” itu? [baca artikel aslinya]