Suatu ketika 2 orang tokoh tasawwuf yaitu Ibrahim ibn Adham dan Syaqiq al-Balkhi bertemu. Syaqiq ini adalah mantan saudagar besar sebelum meninggalkan dagangannya untuk menjadi seorang sufi.
Suatu saat dalam sebuah pertemuan antara keduanya, Ibrahim bertanya kepada Syaqiq:
“Ya Syaqiq, Apa gerangan yang menyebabkan engkau meninggalkan daganganmu itu dan hidup seperti ini?”.
Lalu Syaqiq pun menjawab…
Dahulu saya memang pedagang besar tapi saya selalu dilanda kecemasan. Saya selalu khawatir dagangan saya akan merugi sehingga keluarga saya menjadi tak terurus dan kelaparan. Sampai suatu saat saya berada dalam sebuah gurun pasir yang gersang, jauh dari manusia, jauh dari kebun-kebun dan dari segalanya. Yang tampak hanyalah hamparan pasir gersang sejauh mata saya memandang.
Pada saat itu aku melihat ada seekor burung yang patah sayapnya sedang menggelepar-gelepar. Waktu itu saya berfikir burung ini pasti akan mati karena tidak bisa mencari makanannya dan tidak bisa apa-apa. Namun, pada saat saya berfikir itu tiba2 ada seekor burung terbang di atasnya dan kemudian menjatuhkan makanan yang ada di paruhnya tepat di depan burung yang patah sayapnya tadi.
Segera saya berfikir, kalau burung yang patah sayapnya saja dijamin rezekinya oleh Allah, masak iya Allah tidak menjamin rezeki untuk saya, kalau saya bertawakkal kepadanya?
Demikian Syaqiq menjawab pertanyaan Ibrahim ibn Adham tadi. Yang paling menarik disini adalah jawaban dari Ibrahim ibn Adham kepada Syaqiq.
Ibrahim ibn Adham kemudian berkata..
Ya Syaqiq, mengapa engkau memilih burung yang patah sayapnya tadi. Kenapa engkau tidak memilih burung yang memberinya makanan tadi. Burung yang bekerja keras mencari nafkah, kemudian mengantarkan kelebihan nafkahnya untuk menolong burung2 yang patah sayapnya.
Tugas kita adalah untuk melanjutkan dan mengikuti risalah Rasulullah SAW, bukan meninggalkan pekerjaan kita dan menghabiskan waktu untuk ibadah sendiri. Tugas kita adalah bekerja keras di tengah2 masyarakat dan mengantarkan sebagian kelebihan yang kita peroleh kepada saudara2 kita yang patah sayapnya.