Dalam karyanya “Risalatul Huquq“ (pandangan Islam tentang HAM), Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad ra menjelaskan hak-hak dari beragam pihak. Ketika sampai pada hak Ibu, beliau as mengatakan:
“Kemudian, hak ibumu adalah hendaknya engkau mengetahui bahwa dialah yang telah mengandungmu, sementara tidak seorang pun akan bersedia mengandung orang lain seperti itu.
Dia memberimu makan dari buah hatinya, sedang tidak seorang pun bersedia memberi makan orang lain seperti itu. Dia menjaga keselamatanmu dengan pendengarannya, penglihatannya, tangannya, kakinya, rambutnya, kulitnya, dan seluruh organ tubuh lainnya. Dia sangat berbahagia melakukannya. Dia senang dan riang, tabah menanggung segala beban yang mengganggunya; rasa sakit, dan kerisauannya hingga saat dia, oleh kekuasaan takdir, dibebaskan dari dirimu yang membebaninya lalu mengeluarkanmu ke alam dunia. Dia tetap rela menjadikanmu kenyang ketika dia sendiri lapar; memberimu pakaian ketika dia telanjang; memberimu minuman ketika dia haus; menaungimu dalam keteduhan ketika dia kepanasan; membahagiakanmu ketika dia menderita serta menidurkanmu ketika ia berjaga.
Perutnya menjadi wadah penyimpanan bagimu, pangkuannya tempat yang aman untuk merangkummu, susuannya disediakannya untuk minumanmu dan dirinya sendiri bagai perisa penjaga keselamatanmu. Dia menahan panas dan dinginnya dunia bagimu demi memeliharamu. Maka, patutlah engkau berterima kasih padanya untuk semua itu. Engkau tak akan mampu menunjukkan rasa terima kasihmu kepadanya, kecuali jika dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya.”
Pikiranku jadi melayang ketika aku menyaksikan bagaimana ibuku mengandung adikku dulu. Dimana karenanya urat-urat di kakinya membengkak. Dimana karenanya ia harus merangkak untuk menuju ke kamar mandi. Dimana karenanya mual dan muntah adalah rutinitasnya sehari-hari. Dimana karenanya tidur nyenyak adalah sebuah kemewahan yang jarang ia dapatkan setiap malamnya. Dan banyak lagi kesusahan yang ia tanggung dengan sepenuh ridha selama lebih sembilan bulan untuk kemudian ia mempertaruhkan hidupnya untuk melahirkan buah hatinya ke dunia yang fana ini, untuk ia peluk dan sayangi sepanjang hidupnya. Aku membayangkan seperti itulah kiranya sewaktu ibuku mengandung aku dulu. Ya Allah, curahkanlah rahmat-Mu sebesar2nya untuknya. Karena bagaimana pun aku takkan mampu untuk berterima kasih kepadanya.
Aku ingat betapa aku tidak henti2nya membuatnya berkorban demi kesenanganku. Aku ingat waktu aku baru masuk SMP dulu. Ketika aku pulang sekolah, ibuku bertanya: “Kenapa, Mar? Kok keliatannya sumpek gitu? Gimana tadi di sekolahan?”. Aku cerita bahwa tadi ada pelajaran mengetik, tapi karena aku sama sekali belum pernah megang mesin tik, maka jadinya aku termasuk yang ketinggalan di kelas. Setelah cerita itu, tanpa merasa apapun, kemudian aku beraktifitas yang lain karena memang bagiku tidak terlalu penting. Tapi rupanya tidak demikian halnya dengan ibuku, setelah mendengar ceritaku tadi. Tanpa sepengetahuanku, rupanya ia mencari tahu dimana ia bisa beli mesin ketik dan berapa harganya. Dua hari setelah itu, aku dikejutkan ketika ibuku datang dan turun dari becak yang ditumpanginya dengan membawa sebuah mesin tik baru merk “brother”. Kontan saja aku sangat gembira dengannya. Tapi aku kemudian berfikir ini pasti mahal harganya. Aku pun tanya kepadanya, “Makasih ya, Mah. Ini pasti mahal ya, Mah? Berapa harganya, Mah?..”. Ia pun tidak menjawab pertanyaanku, ia hanya berkata semoga aku senang dan tidak ketinggalan pelajaran ngetik di sekolah. Belakangan aku baru tahu bahwa harga mesin tik itu dulu (sekitar tahun ’87-an) adalah 75 ribu, dan ibuku dapat membelinya setelah menjual sebuah gelang emas miliknya. Ya Allah, Rahmatilah Ibuku dengan seluas-luas rahmat-Mu, ya Rabb. Sangat berat baginya melihat sekecil apapun keresahanku. Mampukah aku merasakan hal yang sama terhadapnya?
Kemudian ingatanku melayang lagi ketika aku akan kuliah di Bandung dulu. Aku ingat betul kondisi ekonomi keluarga waktu itu yang amat berat untuk menanggung biaya2 yang aku perlukan. Aku bersyukur ada beberapa orang dari saudaraku yang bersedia mendukungku dalam sebagian pembiayaan yang kuperlukan. Ibuku bukanlah orang yang mudah untuk meminta bantuan kepada orang lain, walaupun kepada saudara sendiri. Belakangan aku baru tahu kalau ibuku dulu pernah tak mampu mengeluarkan sepatah katapun kepada saudaranya lewat telepon. Hanya isak tangis yang dapat didengar oleh saudaranya dari ujung telpon sebelah sana. Pekerjaan yang sangat berat itu, ia mau lakukan demi aku, anaknya yang tak tahu diri ini.
Aku juga ingat bagaimana jerih payah ayahku dalam mencari nafkah dan memberi pendidikan terbaik buat semua anak2nya. Ia yang sering tak dapat menahan rasa kantuknya untuk tetap menjaga toko kelontong yang menjadi tumpuan penghasilan keluarga semenjak kebangkrutan pabriknya dulu. Ia yang mau beranjak dari kantuknya untuk melayani pembeli permen senilai 100 perak 3 buah. Kemuliaan anak2nya adalah beban yang dengan sepenuh ridha ia tanggung. Kebanggaannya adalah ketika melihat anaknya bangga. Kebahagiaannya adalah ketika melihat anaknya bahagia. Kesedihannya adalah ketika melihat anaknya sedih atau salah jalan.
Duh..sungguh tak kuasa aku melanjutkan tulisanku ini. Tak mampu aku mengingat dan menuliskan semua jasa dan pengorbanan kedua orang tuaku dari aku di kandungannya sampai kini dan nanti.
Karena itu, Ya Ilaahi, Ya Maulaya, Ya Rabbii…
Aku bermohon kepada-Mu, dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu
Ya Allah, demi kemuliaan Nabi-Mu dan keluarganya, muliakan pula kedua orang tua ku, Ya Rabb.
Ya Allah, demi keistimewaan Nabi-Mu dan keluarganya, istimewakan pula kedua orang tuaku, Ya Sayyidi.
Ya Allah, berilah aku petunjuk untuk mengetahui apa yang mesti aku lakukan kepada kedua orang tuaku,
Berilah aku kemampuan untuk mengetahui semua kewajiban itu secara sempurna, Ya Maulaya.
Ya Allah, buatlah aku berbakti kepada keduanya sebagaimana kebajikan seorang ibu yang pengasih,
Jadikan ketaatanku dan kebaktianku kepada kedua orang tuaku sebagai rasa kasih yang lebih menyenangkan hati daripada tidurnya orang2 yang mengantuk;
dan lebih terasa segar di dada daripada segarnya minuman orang2 yang haus;
sehingga aku bisa mendahulukan keinginan mereka daripada keinginanku sendiri,
dan mengutamakan keridhaannya daripada keridhaanku sendiri.
Ya Allah, rendahkanlah suaraku di hadapan mereka,
Hiasilah ucapanku dengan kata manis kepadanya,
Lembutkanlah setiap tingkah dan kelakuanku kepadanya,
Isilah hatiku dengan rasa kasih kepadanya,
Biarlah aku tetap menyertainya dan tetap merindukannya.
Ya Allah, balaslah kebaikan mereka atas pendidikan yang diberikan padaku,
Dan berilah ganjaran penghargaan kepada mereka karena telah memuliakanku,
Serta peliharalah mereka sebagaimana mereka dulu memeliharaku di waktu kecil.
Ya Allah, apa pun yang menimpa mereka, apakah itu berupa kesalahan yang aku perbuat, tingkah laku yang tidak menyenangkan mereka atau kelalaian yang aku perbuat,
Jadikanlah itu semua sebagai penebus dosa2 mereka, pengangkat derajat mereka, penambah kebaikan mereka, Wahai yang Maha Kuasa merubah segala kesalahan menjadi kebaikan yang berlipat ganda.
Ya Allah, apapun kesalahan yang mereka perbuat, aku mengharap Engkau mengampuni kesalahan mereka.
Bagaimana tidak, ya Ilahi. Panjangnya masa mereka mengurusku?
Bagaimana pula beratnya kelelahan mereka dulu dalam menjaga dan memeliharaku?
Bagaimana pula pengorbanan mereka dulu dalam melapangkan hidupku?
Sungguh besar jasa mereka dalam mengurus kepentinganku, aku tak mampu membalas kebaikan mereka hanya dengan melaksanakan semua kewajibanku kepada mereka, dan aku tidak mampu memenuhi semua kewajiban berbakti kepada mereka.
Jadikanlah aku menjadi penutup lubang keperihan yang keduanya rasakan saat ini,
Jadikanlah orang yang saat ini terus melubangi perasaan, pandangan dan pendengarannya untuk segera bersadar, Ya Rabbi, Ya Raja’I wa ya Mu’tamadii.
Untuk segera menyadari apa akibat yang telah ia lakukan bagi kedua orang tuanya.
Dan untuk itu, Ya Rabbi. Tunjukkanlah kepadaku, apa yang dapat aku lakukan untuk membantunya. Agar mereka dapat senantiasa tentram dalam masa tuanya.
Ya Allah, janganlah Engkau membuatku lupa mengingat kedua orang tuaku,
di setiap akhir shalatku,
di setiap saat di malam hariku,
di setiap waktu di siang hariku.
Dan terakhir, Ya Rabb.
Bila ampunan-Mu Engkau dahulukan kepada mereka, maka berikanlah mereka kesempatan memberi syafaat kepadaku,
Dan jika ampunan-Mu Engkau dahulukan kepadaku, maka berilah aku kesempatan untuk memberi syafaat kepada mereka,
Sehingga kami bisa berkumpul dengan kasih sayang-Mu,
di negeri kemuliaan-Mu,
dan di tempat Maghfirah-Mu.
Limpahkanlah sebaik sholawat dan salam kepada junjunganku dan Rasul-Mu beserta keluarganya,
Sesungguhnya Engkau Pemilik karunia yang Agung dan Pemilik keberkahan yang tak pernah henti, Engkaulah Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.[undzurilaina]