Eksekutif yang efektif tidak pernah bertanya, “Apakah dia cocok dengan saya?”. Mereka tidak pula pernah bertanya, “Apa yang TIDAK dapat dilakukannya?”. Pertanyaan mereka selalu “Apa yang DAPAT dia lakukan dengan luar biasa baik?”. Demikian Peter Drucker mendefinisikan salah satu karakteristik eksekutif yang efektif.
Fokus pada kekuatan, bukan pada kelemahannya, merupakan prinsip yang sangat logis karena kita tidak bisa berharap manusia bisa hebat dalam segala bidang. Tentunya dengan mengecualikan beberapa gelintir Superman. Realitas menunjukkan bahwa seseorang hanya dapat unggul pada bidang-bidang yang sangat sedikit saja. Walaupun tentunya kita mungkin sering berjumpa dengan orang-orang yang punya banyak minat. Einstein, Da Vinci, Goethe, Napoleon, dan banyak tokoh lain yang berhasil memajang namanya di berbagai Ensiklopedia orang hebat itu hanya gilang-gemilang di bidang-bidang tertentu saja yang mereka memiliki kekuatan disana. Walaupun kalau kita baca-baca, ternyata mereka juga punya berlimpah minat di bidang-bidang yang lain. So you better don’t cross your finger on it!
Tuntutan terhadap kinerja mestinya juga bersandar pada kekuatan. Karena jika tidak itu sama saja kita sejak awal telah memberi alasan bagi seseorang untuk tidak bekerja dengan baik. Sebelum memberikan tuntutan kinerja tertentu, semestinya seorang pimpinan sudah terlebih dahulu memastikan bahwa orang yang diberi tugas tersebut memang memiliki kekuatan yang mendukung untuk melakukannya.
Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan. Kita tentu tidak dapat hanya mengambil kekuatan kaki seorang sprinter, ketajaman mata seorang sniper, atau kecerdikan strategi si grand master saja. Melainkan kita juga harus menerima keseluruhan anggota badan dari mereka secara lengkap. Lengkap dengan kekuatan dan kelemahannya. Adanya organisasi seharusnya ditujukan untuk meramu dan mengorkestrasikan kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh para personilnya, sembari berusaha menetralisir kelemahan-kelemahannya dan menjadikannya tidak berbahaya. Organisasi dan penempatan personil yang baik dirancang sedemikian sehingga hanya kekuatan-kekuatanlah yang relevan.
Seorang programmer kelas wahid –misalnya— yang banyak menghasilkan software-software hebat sendirian, mungkin akan sangat terhambat oleh ketidak-mampuannya untuk bekerja sama dengan orang lain. Tetapi dalam sebuah organisasi, orang seperti itu yang biasanya lebih langka dapat ditempatkan–misalnya— di sebuah pos sendiri yang terlindung dari “kontak langsung” dengan orang lain. Seorang pimpinan yang baik seharusnya mengerti betul bahwa tugasnya lah untuk membuat programmer hebat tadi dapat membuat software-software terbaik untuk organisasinya dan tidak berangan-angan tentang kemampuannya untuk bekerja-sama dengan orang-orang lain. Dia tidak akan menunjuk programmer tadi sebagai manajer. Karena disisi lainnya ada personil-personil yang memiiliki kekuatan dalam –misalnya—komunikasi dan leadership yang dibutuhkan oleh seorang manajer. Intinya, organisasi semestinya dapat membuat kekuatannya efektif dan kelemahannya menjadi tidak relevan.
Oleh karena itu apa yang bisa dilakukan oleh programmer tadi – dan “orang-orang kuat” lainya dalam organisasi— itulah yang penting bagi sebuah organisasi. Apa yang tidak dapat dia lakukan adalah sebuah keterbatasan dan tidak lebih dari itu. Bahkan umumnya jika kita mencari orang yang “paling sedikit kekurangannya”, maka biasanya yang kita akan dapatkan adalah orang yang biasa-biasa saja. Setuju? [undzurilaina/www.ivitc.com]