Saturday, February 11, 2012

Persatuan Islam- Revisited

Menyimak berbagai persilangan pendapat mengenai mazhab-mazhab dalam Islam yang berkembang belakangan ini, khususnya tanda-tanda penggunaan kekerasan yang mengancam keutuhan bukan hanya umat Islam melainkan bangsa Indonesia dan NKRI secara keseluruhan, kiranya masyarakat perlu mengetahui sejarah pendekatan antarmazhab dalam Islam khususnya antara mazhab Ahlus-Sunnah dan Syi’ah..

Sesungguhnya inisiatif-inisiatif seperti ini sudah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, bahkan telah melahirkan karya-karya besar dalam kedua mazhab besar Islam ini. Tapi, yang mungkin belum banyak diketahui adalah aktivitasaktivitas ke arah yang sama di abad 20 dan abad 21 ini. Khususnya terkait dengan upaya-upaya pendekatan mazhab yang dilakukan secar intensif di Mesir, baik di kalangan gerakan Ikhwanul-Muslimin maupun Al-Azhar. Puncaknya adalah deklarasi yang belakangan disebut sebagai Risalah Amman, yang ditandatangai di ibukota Yordania ini Ceritanya bermula dengan Imam Syahid Hasan al-Banna, pembawa panji gerakan Islam terbesar era modern, Al-Ikhwan al-Muslimun. Dalam kegigihan beliau memperjuangkan Islam, beliau termasuk salah satu tokoh ide pendekatan antarmazhab dan berperan-serta dalam aktivitas Jamaah Taqrib Baina Al-Mazhahib Al-Islamiyah di Kairo.

Mengenai hal ini, salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin Ustad Salim Bahansawi dalam bukunya berkata: “Sejak Jamaah Taqrib Antarmazhab didirikan, dan Imam Hasan al-Banna dan Ayatullah Qummi berperan dalam pendiriannya, kerja sama antara Ikhwanul Muslimin dan Syiah tercipta ( Limaza Ightala Hasan al-Banna, cetakan pertama, Darul I’tisham, hal. 32, yang dikutip dalam buku Al-Sunnah Al- Muftara ‘Alaiha, karya Ustadz Salim al-Bahansawi, cetakan Kairo, hal. 57).

Dalam hubungan ini, DR. Abdulkarim Zaidan, salah satu pemimpin penting Ikhwanul Muslimin Irak menulis: “Mazhab Ja’fari ada di Iran, Irak, India, Pakistan, Libanon dan Suriah atau negara-negara lainnya. Perbedaan antara fikih Ja’fari dan mazhab lainnya tidak lebih dari perbedaan antara satu mazhab dengan mazhab lainnya (dalam mazhab Sunni).”(Al-Madkhal li al-Dirasah al-Syariah al-Islamiyyah, hal. 128). Sementara itu, Ustadz Bahansawi, dalam kitabnya yang sama, membantah bahwa Syiah memiliki Qur’an yang berbeda dengan menyatakan :”Qur’an yang ada di kalangan Ahli Sunnah adalah Qur’an yang ada di masjid dan di rumah-rumah orang Syiah.”Dia juga berkata: “Syiah Ja’fari (12 Imam) meyakini bahwa barang siapa yang men-tahrif Quran ... adalah kafir.”

Berpindah ke Al-Azhar, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, seorang ulama terkemuka universitas ini,berkata dalam kitab Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah (hal. 52): “Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang yang mengakui Ali sebagai Tuhan (yang jelas dalam Syi’ah pun dianggap kafir). Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Nabi.”

Sekarang, saatnya kita mendengar pandangan Mahmud Syaltut, Syaikh Al-Azhar yang paling terkemuka dalam sejarah-modern institusi ini.Setelah ”menganalisa fikih mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah, berlandaskan dalil dan argumentasi serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu”, beliau memfatwakan : “Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang sama seperti mazhab Ahlus-Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan dalam syariat. Kaum muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab saja. Karena semua telah berjtihad dan, karena itu, mereka diterima di sisi Allah.”. Beliau melanjutkan : ”… (kita) melihat bahwa jarak antara Syiah dan Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau Syafii.”

Di masa belakangan ini kita juga dapat menemukan berlimpah kesaksian dari para ulama Sunni tentang keabsahan berbagai mazhab dalam Islam. Yang paling penting di antaranya adalah kesaksian sedikitnya 146 ulama besar, cendekiawan Muslim, dan otoritas-keagamaan lainnya – termasuk para mufti dan pejabat resmi keagamaan – dari sedikitnya 48 negara, yang diberi nama Risalah ’Amman. Di antara pokok isinya adalah : ”Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadhi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan
mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan. Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme).

Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (saw) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam. Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam mazhab-mazhab Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka. Para pengikut/penganut kedelapan mazhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya sepakat dalam prinsip prinsip utama Islam (Ushuluddin). Semua mazhab yang disebut di atas percaya pada satu Allah yang Mahaesa dan Mahakuasa; percaya pada al-Qur’an sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul untuk seluruh manusia. Semua sepakat pada lima rukun Islam: dua kalimat syahadat; kewajiban shalat; zakat; puasa di bulan Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Mekkah. Semua percaya pada dasar-dasar akidah Islam: kepercayaan pada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi Allah. Perbedaan di antara ulama kedelapan mazhab Islam tersebut hanya menyangkut masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar (ushul) Islam.

Perbedaan pada masalah-masalah cabang agama tersebut adalah rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman pendapat di antara ’ulama adalah hal yang baik. Di antara para penandatangan risalah yang bertarikh 27-29 Jumadil Ula 1426 H./ 4-6 Juli 2005 M adalah : Prof. Dr. Ali Jumu’a (Mufti Besar Mesir), Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib (Rektor Universitas Al-Azhar), Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq (Menteri Agama Mesir), Dr.Yusuf Qardhawi (Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional, Qatar), Dr.Muhammad Sa’id Ramadan Al-Buti (Dai, Pemikir dan Penulis Islam, Syria), Prof. Dr. Syaikh Wahbah Mustafa Al-Zuhayli (Ketua Departemen Fiqih, Damascus University), Shaykh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Besar Al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha), Syaikh Habib ’Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz (Ketua Madrasah Dar al-Mustafa, Tarim, Yaman), dan lain-lain. (Untuk daftar penandatangan selengkapnya, lihat website kami : www.muslimunity.com).

Tentu saja mudah diduga bahwa para ulama terkemuka ini tak akan begitu gegabah mengeluarkan pernyataan-pernyataan mereka tanpa terlebih dulu mempelajari dengan teliti seluruh dasar dan rincian mazhab-mazhab tersebut, termasuk tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang kepada mereka. Namun, yang tak kalah pentingnya, semua pernyataan bijak di atas tidak akan banyak manfaatnya kecuali jika para pengikut mazhab-mazhab dalam Islam benar-benar dapat bersikap dan membawa diri sesuai dengan prinsip-prinsip persaudaraan Islam. Termasuk di dalamnya sikap menghormati keyakinan mazhab yang berbeda, mendahulukan persangkaan baik (husnuzh-zhan), juga kesediaan melakukan verifikasi (tabayun) dalam hal adanya tuduhan-tuduhan terhadap mazhab tertentu. Yang terpenting di antaranya adalah tidak merasa benar sendiri dan menganggap keyakinan mazhab lain sebagai salah, apalagi kemudian merasa perlu mendakwahkan mazhabnya serta berupaya mengubah keyakinan para pengikut mazhab lainnya.

Akhirnya, marilah kita tutup seruan kerukunan ummat ini dengan mendengar peringatan dari 2 tokoh besar dalam kedua mazhab Islam ini. Ustad Anwar Jundi dan kitabnya Al-Islam wa Harikah al-Tarikh berkata: “Sejarah Islam penuh dengan pertentangan dan perseteruan pikiran serta pertikaian politik antara Ahli Sunnah dan Syiah. Para agressor asing sejak Perang Salib sampai sekarang selalu berusaha memanfaatkan pertentangan ini dan memperdalam pengaruhnya agar persatuan dunia Islam tidak terwujud”. Sementara itu, Imam Khomeini dalam salah satu khutbahnya menyatakan : “Tangan-tangan kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah bukan Sunni dan Syiah. Mereka adalah perpanjangan tangan imperialis yang ingin berkuasa di negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok kekayaan rakyat kita dengan berbagai tipuan dan alat dan menciptakan pertentangan dengan nama Syiah dan Sunni.” Inilah juga pesan
Risalah Amman : ”... kita mengajak seluruh Muslim untuk tidak membiarkan pertikaian di antara sesama Muslim dan tidak membiarkan pihak-pihak asing mengganggu hubungan di antara mereka.” Semoga Allah Swt. selalu memberikan hidayah dan ’inayah-Nya kepada ummat Islam di seluruh dunia. [Yayasan Muslim Indonesia Bersatu]