Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud
untuk wudhu untuk menunaikan shalat shubuh.
"Apakah ada air untuk wudhu?", beliau
bertanya kepada para sahabatnya.
Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada
hanyalah sebuah kantong kulit yang tinggal menyisakan tetesan-tetesan air.
Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan
jari-jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan
tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya.
Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu.
Abdullah bin Mas'ud ra bahkan meminum air itu.
Hayya 'ala as-shalah, Hayya 'ala al-falah… Nabi pun
kemudian memimpin shalat subuh berjamaah.
Usai salat subuh, Rasulullah saw duduk menghadapi para
sahabatnya.
Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling
menakjubkan imannya?"
Para sahabat menjawab, "Para malaikat."
"Bagaimana mereka tak beriman, padahal mereka berada
di samping Tuhan mereka?"
"Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulullah,"
berkata para sahabat.
"Bagaimana para nabi tidak beriman, mereka beriman;
mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah.
"Kalau begitu, kami; para sahabatmu, ya Rasulullah"
kata para sahabat.
"Bagaimana kalian tidak beriman; sementara kalian
baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah
merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.
"Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya
Rasulullah?" para sahabat bertanya.
Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang
sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi
ketika mereka menemukan Al-Qur'an terbuka di hadapannya, mereka lalu
mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa. Mereka adalah saudara-saudaraku."
Para Sahabat kemudian bertanya, “Bukankah kami juga
saudaramu, Ya Rasulullah”
Rasulullah saw kemudian menjawab, “Benar, kalian adalah
para sahabatku. Adapun saudaraku adalah mereka yang hidup setelah aku. Yang
beriman kepadaku padahal mereka tak pernah melihatku. Merekalah yang beriman
kepada yang gaib, yang menunaikan salat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang
diberikan kepada mereka (QS. Al-Baqarah; 3)”
Kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, “Alangkah
rindunya aku berjumpa dengan saudara-saudaraku itu.”
Ya Rasulullah….kamikah yang kau rindukan itu?
Ya Habiballah…kami yang berlumur dosa inikah yang kau
rindukan itu?
Ya Syafi’al Mudznibin..sungguh kami sangat rindu kepadamu,
rindu yang tak tertahankan, ya Rasulullah..
Ya Allah…sampaikan sebaik-baik sholawat dan salam kami
kepada kekasih-Mu.
Allahumma Shalli wa Sallim ‘alaa Sayyidina Muhammad wa
‘alaa Aaali Sayyidina Muhammad.[undzurilaina]