Kita mungkin sering membaca cerita-cerita atau melihat film petualangan yang menceritakan bahwa di beberapa tempat tertentu terdapat harta karun, namun di atas harta karun itu terdapat ular yang besar dan banyak. Harta karun itu tidak bisa diraih sebelum kita berhasil melangkahi (membunuh) ular-ular itu.
Terlepas dari benar/tidak atau percaya/tidaknya kita terhadap cerita itu, mungkin kita bisa menarik sebuah hikmah darinya. Bahwa kalau kita ibaratkan harta karun itu adalah sebuah kesuksesan atau kecermelangan, dan Ular-ular itu sebagai kesulitan-kesulitan dan rintangan yang mesti dihadapi, maka paling tidak kita dapat membenarkan cerita itu dari esensinya bahwa untuk mencapai kesuksesan kita mesti melalui kesulitan demi kesulitan yang mesti dihadapi dan ditaklukkan. Orang yang berhasil mengatasi rintangan-rintangan itu, maka dia akan mendapatkan kesuksesan itu.
Kalau kita melihat kisah-kisah para tokoh yang sukses di bidangnya masing-masing, memang kita akan medapati bahwa mereka meraihnya dengan kerja keras, bukan hasil sebuah kebetulan.
Edison berkata, “tiada satupun dari temuan-temuan saya merupakan hasil dari kebetulan. Ketika saya yakin bahwa sebuah usaha dapat memberikan hasil, maka saya arahkan diri saya ke usaha itu dan saya terus melakukan penelitian hingga saya berhasil.”
Newton berkata, ”Bila saya telah sampai pada suatu tempat, itu disebabkan usaha dan upaya saya (bukan kebetulan)”
Alexander Hamilton, si genius di zamannya, ”Orang-orang mengatakan, ’Anda seorang genius’. Aku tidak tahu tentang kegeniusanku. Yang kutahu, aku adalah orang yang bekerja keras.”
Napoleon, setiap harinya tidur hanya lima jam dan sisanya ia sibuk bekerja.
Sang genius timur, Ibnu Sina, adalah seorang yang penuh dengan kerja dan kajian. Karya-karya nya adalah warisan dan bukti kerja keras nya yang tak kenal lelah.
Ibnu Rusyd, seorang ilmuwan Islam, dikenal lewat karyanya. Ia tidak pernah mengisi usianya meskipun sehari tanpa kajian dan renungan.
Salah seorang ilmuwan mengatakan, ”Aku bisa seperti ini karena usahaku (kerja keras). Sepanjang hidupku, tidak pernah aku memakan sesuap makan tanpa usaha dan kerja keras.”
Suatu ketika Rasulullah SAW melihat seorang pekerja yang tangannya kapalan. Beliau mengangkat tangan pekerja itu seraya berkata, ”Api neraka tidak akan membakar tangan ini. Inilah tangan yang disukai Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hidup dari jerih payahnya sendiri, niscaya Allah melihatnya dengan pandangan rahmat (kasih sayang).”
Seorang ahli ibadah menghadap Rasulullah SAW lalu menceritakan bahwa ia telah menghabiskan segenap masanya dengan ibadah. Mengenai kebutuhan hidup, saudaranyalah yang menanggung semua. Mendengar ceritanya, Rasulullah SAW bersabda, ”Saudaranya yang telah menanggung semua kebutuhan keluarga dia lebih dekat kepada Allah dan dianggap lebih ahli ibadah daripada dia.”
Di masjid Kufah, Imam Ali bin Abi Thalib melihat suatu kelompok yang hanya duduk di sebuah ruang (menyepi). Lalu beliau bertanya ihwal mereka. Orang-orang pun menjawab, ”Mereka adalah Rijalul haq (orang-orang ahli kebenaran); bila ada orang yang memberi makanan kepada mereka, mereka memakannya. Namun bila tak ada seorang pun yang memberikan makanan, mereka bersabar.”
Kemudian Imam Ali berkata, ”Anjing-anjing di pasar Kufah juga melakukan hal yang sama. Jika ada tulang, mereka makan, dan jika tidak ada, mereka bersabar”. Setelah itu beliau meminta agar kelompok Rijalul haq bubar dan agar setiap orang dari mereka menyelesaikan urusannya masing-masing.
Orang-orang besar di dunia ini, untuk melangsungkan hidup, mereka tidak malu melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil.
Ketika Plato melancong ke Mesir, ia memenuhi kebutuhan-kebutuhan perjalanannya dengan menjual minyak.
Line, ahli botani, dikenal sebagai tukang sol sepatu.
Imam Ali menggarap kebun dengan tangan beliau sendiri, lalu beliau serahkan hasil dari perkebunan itu kepada orang-orang miskin. Dengan tenaganya sendiri beliau membuat banyak saluran (air) di lorong dan pinggir kota. Ketika bekerja beliau sama sekali tidak peduli dengan peluh yang mengucur.
Rasulullah SAW mengutuk orang yang menjadi benalu bagi masyarakat, menurut beliau, orang seperti itu jauh dari rahmat Allah SWT.
Imam Muhammad al-Baqir selalu pergi ke sawah dan kebun meskipun cuaca panas. Dalam kondisi berkeringat, beliau membagi tugas kepada para pekerja. Pada saat yang sama beliau juga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan lain. Ketika beliau ditanya oleh salah seorang sahabat, Muhammad Munkadir, yang menganggap bekerja demikian bukanlah suatu keniscayaan bagi seorang pribadi seperti Imam Muhammad al-Baqir, beliau menjawab, ”Kerja dan usaha adalah sebuah ibadah. Dengan kerja dan usaha, aku hendak memandikan diri dan keluargaku darimu dan orang lain.”
Lembaran alam dan tatanan ciptaan menjadi saksi bahwa keberhasilan setiap manusia bergantung pada efektifitas dan usahanya. Selama ratusan aksi dan reaksi kimiawi tidak muncul dalam satu tunas, maka tidak mungkin menjadi sebuah pohon yang berbuah. Setiap manusia mesti memahami hakikat ini, kelangsungan kehidupan bergantung pada tindakan dan usaha.[undzurilaina]
(sumber utama: ”Bahagiakan Diri Anda dengan Menjadi Orang Sukses”, Jakfar Subhani)
No comments:
Post a Comment