"Israel lebih rapuh dari sarang laba-laba" (Sayyid Hasan Nasrullah)
Perang yang dimulai dengan serangan jet-jet tempur Rezim Zionis Israel pada tanggal 27 Desember 2008 terhitung perang ke-6 di Timur Tengah. Empat kali rezim ini berperang melawan negara-negara Arab dan berhasil mempecundangi mereka. Perang kelima ketika melawan Hizbullah Lebanon lebih dikenal dengan nama Perang 33 Hari. Untuk kali pertamanya militer Israel yang dikenal sebagai angkatan bersenjata terkuat di Timur Tengah harus rela dipermalukan oleh para pejuang Hizbullah. Sementara perang keenam disebut oleh Ismail Haniyah, Perdana Menteri sah dan pilihan rakyat Palestina sebagai Perang Furqan. Perang antara hak dan batil.
Perang ini telah memasuki pekan ketiga, tepatnya hari ke-17. Korban perlahan-lahan telah melewati angka 900 dan lebih dari 4.100 orang cedera. Masyarakat internasional tidak tahan menyaksikan pembantaian warga Gaza yang hampir dua tahun diblokade dan kini diserang secara membabi buta dari udara, laut dan darat. Untuk pertama kalinya masyarakat internasional setiap harinya menyaksikan demonstrasi besar-besaran di seluruh dunia. Ironisnya, sebagian besar negara-negara dunia masih tertutup mata dan hatinya menyaksikan lebih dari 300 anak-anak tak berdosa harus menjadi korban.
Saat Rezim Zionis Israel menyerang Lebanon Selatan sejumlah negara-negara Arab mendukung penuh serangan itu dan menyebut Hizbullah sebagai penyebab terjadinya perang. Namun untuk kali pertamanya dalam sejarah perang Zionis Israel, biaya perang kali ini di Gaza ditanggung oleh Arab Saudi. Tidak cukup itu, koran Israel Yedioth Ahronoth yang dikutip Kayhan Iran menulis, sejumlah negara-negara Arab kepada Israel mengatakan, jangan biarkan Ismail Haniyah menjadi Sayyid Hasan Nasrullah kedua!
Tidak ada orang yang ragu bahwa sikap diam dan persekongkolan tiga negara Arab penting Arab Saudi, Mesir dan Yordania dengan Rezim Zionis Israel bukanlah hal yang terjadi secara kebetulan. Terbentuknya poros ini telah diusahakan sejak Konferensi Annapolis di Amerika hingga pertemuan Sharm Al-Sheikh di Mesir. Menlu Amerika Condoleezza Rice dan timnya betul-betul berusaha keras demi memunculkan front anti Hamas dari negara-negara Arab. Washington secara kontinyu melanjutkan berbagai pertemuan dengan tiga negara Arab anti Hamas. Di tengah-tengah Perang Furqan, media-media Amerika melaporkan diadakannya sejumlah pertemuan rahasia antara para pejabat politik dan dinas intelijen Yordania dan Mesir dengan para pejabat Amerika di New York. Hasilnya adalah kesepakatan negara-negara Arab dengan Duta-Duta Besar Amerika dan Inggris di PBB dalam menyusun dan meratifikasi Resolusi 1860 Dewan Keamanan PBB.
Gaza Sumber Perimbangan Baru Dunia
Transformasi Gaza bakal mengubah struktur Sekularisme dan Anglo-Saxonisme dunia. Timur Tengah abad 20 dan setelah perang dunia terbentuk dengan sistem yang diinginkan Inggris dan bila Dinasti Ottoman tidak terbagi-bagi, tentu saja anak-anak haram seperti Yordania dan Arab Saudi yang punya hubungan kekeluargaan dengan Inggris dan Amerika tidak akan terwujud. Inggris juga tidak akan mampu menciptakan rezim Israel berdampingan dengan negara-negara Arab.
Terbentuknya Liga Arab oleh Inggris juga punya tujuan melindungi struktur dan perimbangan antara negara-negara Arab yang baru terbentuk, sehingga perselisihan antara negra-negara Arab dan Israel dikesankan sebagai masalah keluarga. Setelah Perang Dunia II, bila terjadi perselisihan, para pengelola struktur seperti Amerika akan tampil sebagai mediator. Namun semuanya berubah saat Perang 33 Hari dan Perang Furqan. Tidak ada lagi mediator dengan nama Amerika. Di sini sebenarnya struktur Anglo-Saxon Timur Tengah telah mengalami perubahan dan perimbangan baru muncul ke dunia.
Runtuhnya struktur Timur Tengah Amerika membuat pemerintah negara-negara Arab dan legalitasnya menuai pertanyaan. Dampaknya, negara-negara Arab kebingungan dan tidak mampu mengatur hubungan dalam negeri dan internasionalnya. Fenomena ini telah disemaikan sejak Perang 33 Hari dan semakin transparan saat menyaksikan bagaimana Liga Arab mereaksi serangan brutal Rezim Zionis Israel. Semakin lemahnya Amerika, sebesar itu pula negara-negara Arab menjadi lemah. Raja-raja di negara-negara Arab yang berperan sebagai polisi Amerika, bila mereka masih tetap berkuasa dalam aliran perubahan ini, bakal hancur oleh kesadaran masyarakat untuk menghancurkan struktur ini dan perlahan-lahan mengarah pada sikap perlawanan atas hegemoni.
Struktur keagamaan di Timur Tengah juga ikut mengalami perubahan sesuai dengan transformasi struktur Anglo-Saxon ini. Gambaran Yahudi abad 19 di Timur Tengah, Wahhabi di Ahli Sunnah dan Baha’i di Syiah yang dibentuk Inggris juga tengah memasuki kehancurannya.
Demonstrasi besaran-besaran di dunia mendukung Gaza dan semakin dekatnya Syiah dan Ahli Sunnah membuktikan betapa masyarakat internasional tengah menciptakan identitas baru. Hancurnya struktur lama Timur Tengah akan berujung pada munculnya struktur baru yang tidak dapat menerima kondisi tidak normal yang ada dan perlahan-lahan sistem satu kutub warisan Anglo-Saxon hanya menjadi sejarah.
Sistem satu kutub inilah yang membuat Dewan Keamanan PBB berubah menjadi pemerintah Amerika dan tidak akan ada lagi harapan untuk mencegah kejahatan Zionis Israel. Lembaga yang dibentuk setelah Perang Dunia II tidak lagi mampu menerapkan berbagai peraturan dan hukum yang dimilikinya. Oleh karenanya lembaga ini telah kehilangan legitimasinya. Pernyataan-pernyataan Ahmadinejad soal perlunya diubah struktur Dewan Keamanan PBB guna menyelamatkan lembaga ini. Dan itu hanya bisa dilakukan bila Gedung PBB berada di luar Amerika.
Kalah di Medan Perang Menang di atas Kertas
Apa yang terjadi pada hakikatnya dalam proses ratifikasi Resolusi 1860 oleh Dewan Keamanan PBB tidak seperti yang kita bayangkan selama ini. Suara abstein Amerika bukan karena tidak setuju dengan 9 poin Resolusi 1860, tapi satu bentuk sikap yang muncul akibat begitu gembiranya Amerika menyaksikan draft itu diterima dan diratifikasi sehingga menyatakan suara abstein. Sederhana, Amerika tidak menyangka resolusi itu sama persis dengan yang diinginkannya demi menjamin keinginan Rezim Zionis Israel sebagai pelaku serangan brutal ke Gaza dan yang memulai perang darat. Artinya, Resolusi 1860 tidak mungkin ditentang Amerika bahkan sebaliknya ideal dan dinginkan Amerika dan sekutunya. Dan suara abstein sejatinya untuk menutupi kegembiraan yang berlebihan mereka.
Demonstrasi luas di seluruh dunia yang menekan Rezim Zionis Israel agar menghentikan serangan brutalnya punya pengaruh keluarnya Resolusi 1860 DK PBB. Namun perlu dicamkan bahwa resolusi ini dikeluarkan setelah 14 hari perang terjadi. Selama ini pula Israel, Dewan Keamanan PBB, Amerika dan sekutunya tidak mempedulikan opini umum yang tengah berkembang di seluruh dunia. Resolusi DK PBB dikeluarkan setelah dimulainya perang darat oleh militer Israel dan kegagalan mereka menghadapi perlawanan para pejuang Palestina. Dari sini, Resolusi 1860 tidak ada bedanya dengan Resolusi 1701 DK PBB dalam Perang 33 Hari.
Kesembilan poin Resolusi 1860 DK PBB tidak menyebut sama sekali tentang Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas). Padahal tujuan serangan Zionis Israel ke Gaza jelas-jelas ingin menghancurkan Hamas. Yakni dua pihak yang berperang adalah Israel dan Hamas. Lalu mengapa Hamas tidak disebut sama sekali dalam 9 poin tersebut?
Condoleezza Rice kepada wartawan mengatakan, “Kami keberatan menyamakan Hamas dengan Israel. Di sini tidak seperti Resolusi 1701 di mana ada negara Lebanon dan Israel. Dalam Resolusi 1860 ada organisasi teroris dan pemerintah Israel yang tengah membela dirinya dari serangan roket Hamas.”
Pernyataan Rice cukup menggelikan. Karena dalam Perang 33 Hari, Israel berperang dengan Hizbullah yang menurut mereka adalah organisasi teroris. Dalam Resolusi 1701 nama Hizbullah disebutkan secara terpisah dengan pemerintah Lebanon. Rice tampaknya juga lupa bahwa Hamas adalah pemerintahan legal yang dipilih oleh rakyat Palestina yang dosanya hanya karena tidak mengakui Rezim Zionis Israel. Sejatinya Amerika dan Zionis Israel sengaja tidak memasukkan nama Hamas dalam Resolusi 1860 agar tidak mengulangi kesalahan mereka dalam Resolusi 1701. Amerika dan Zionis Israel dengan bantuan negara-negara Arab poros anti Hamas sengaja tidak memasukkan nama Hamas agar pemerintah legal Hamas juga dilupakan orang dan sekaligus melupakan bahwa tujuan menyerang Gaza untuk melenyapkan Hamas.
Sikap yang ditunjukkan ini tentu saja untuk menutup-nutupi kekalahan pasti Rezim Zionis Israel di medan perang, khususnya perang darat. Tampaknya para pejabat Zionis Israel yang tidak mampu memenangkan perang di medan pertempuran cukup puas menyaksikan kemenangan mereka di atas kertas bernama Resolusi 1860 Dewan Keamanan PBB. Namun yang paling penting dari dikeluarkannya resolusi ini untuk menyelamatkan rezim-rezim korup Arab, khususnya Arab Saudi dan Mesir dari pemberontakan rakyatnya. Arab Saudi melarang aksi unjuk rasa di negaranya dan akan menindak keras para pelaku unjuk rasa. Di Mesir lebih parah. Karena khawatir akan kudeta, pemerintah Mesir menangkap sejumlah jenderalnya dan menangkap puluhan anggota Ikhwanul Muslimin.
Militer Israel Terperangkap di Gaza
Berbeda dengan pernyataan Deputi Menteri Pertahanan Rezim Zionis Israel dan Perdana Menteri Ehud Olmert kemarin (Ahad, 11/01) bahwa militer Israel semakin dekat dengan target mereka, sesuai yang diberitakan koran Kayhan hari ini (Senin, 12/01), para perwira dan pejabat militer Israel menyatakan keputusasaannya atas kinerja pasukan Israel dan kegagalan sejumlah operasi militer Israel. Mereka mewanti-wanti bahwa pasukan Israel sewaktu-waktu dapat terjebak dalam perangkap para pejuang Palestina. Karena Hamas punya cukup waktu untuk menyerang pos-pos tentara Israel di mana saja. Para perwira militer Israel menyatakan tidak mampu memahami taktik perang para pejuang Palestina dalam kontak senjata. Apalagi para pejuang Palestina tetap bersabar dan tidak melakukan peperangan terbuka di tempat yang terbuka pula.
Seorang pejabat Israel malah mengakui bahwa Brigade Syahid Ezzeddin Qassam, sayap militer Hamas belum mengalami kerugian berarti. Pasukan Hamas sangat terlatih dan memiliki persenjataan dan roket modern. Gabi Ashkenazi, Ketua Staf Gabungan Militer Israel dan Menteri Peperangan Ehud Barak lebih memilih perang segera dihentikan dan milih berdamai. Belum lagi kerugian ekonomi Israel akibat serangan brutal militer Israel ke Gaza. Ketua Asosiasi Industri Israel mengatakan, 10 hari pertama perang para produsen di Israel telah mengalami kerugian lebih dari 172 juta dolar. Kenyataan ini membuat terjadi perselisihan antara mereka dengan Departemen Keuangan Israel.
Para analis politik Timur Tengah sepakat bahwa Rezim Zionis Israel tengah menemui jalan buntu dan kekalahan mereka menghadapi perjuangan para pejuang Palestina di bawah pimpinan Hamas adalah satu kepastian. Koran Israel Haaretz meminta militer Israel segera menarik mundur pasukannya dari Jalur Gaza. Karena berlanjutnya perang akan menghancurkan front dalam negeri. Haaretz menambahkan, dengan menekan Gaza Israel berharap dapat memaksa Mesir menyepakati penempatan pasukan asing di jalur-jalur penyeberangan Gaza.
Penutup
Amerika yang semakin lemah dan terperangkap dalam resesi ekonomi serta perang di Irak dan Afghanistan tidak akan mampu menolong sekutunya di Timur Tengah. Israel sebagai anak emas Amerika juga tidak akan mampu mengalahkan para pejuang Palestina. Karena yang dihadapinya bukan sebuah kelompok khusus, tapi seluruh masyarakat Palestina. Negara-negara Arab yang berkoalisi dalam front anti Hamas hendaknya segera mengaca sebelum kemarahan rakyatnya membuncah dan menelan mereka.
Arab Saudi seharusnya menyepakati usulan Iran untuk memakai minyak sebagai alat untuk menekan Rezim Zionis Israel. Mesir juga harus membuka jalur penyeberangan Rafah agar bantuan kemanusiaan dapat memasuki Gaza. Bila kekhawatiran Menlu Mesir akan masuknya senjata ke sana, mengapa ia juga tidak khawatir akan pengiriman 3.000 ton senjata oleh Amerika ke Israel? Mahmoud Abbas yang masa jabatannya sebagai Pemimpin Otorita Palestina juga telah kehilangan legitimasinya dari rakyat Palestina, karena telah menjual dan membantai rakyatnya sendiri.[undzurilaina]
No comments:
Post a Comment