Jangan kau palingkan wajahmu dari kami, Tengoklah kami Yaa Rasulullah....
Monday, November 24, 2008
Topeng Monyet
Beberapa hari yang lalu saya terlibat percakapan menarik dengan teman saya sewaktu perjalanan Bandung-Jakarta untuk sebuah urusan pekerjaan. Saya tahu teman saya ini adalah seorang freelance consultant yang tidak terikat ke sebuah perusahaan manapun. Yang saya tahu dia dulu pernah kerja di sebuah bank di Jakarta terus mengundurkan diri dan balik ke Bandung sampai sekarang. Jadi setelah dia nanya-nanya ke saya tentang usaha yang saya lakukan, kemudian saya memulai “interogasi” saya tentang dia dengan bertanya: “Kalau bapak, merdeka ya pak?”.
Rupanya term “merdeka” yang saya gunakan itu sangat mengena sasaran.
Dia jawab: “Iya betul, Pak. Merdeka itu lah salah satu alasan utama saya keluar dari Bank dan menjadi seperti sekarang ini”. Dulu dia menjadi penumpang tetap KA Parahyangan setiap Senin dini hari dan Jumat malam, karena istri dan anak2nya masih tinggal di Bandung. Bunyi alarm waker yang diset setiap hari Senin jam 2 dini hari adalah bunyi yang paling dia benci. Karena saat itu dia harus bangun dari tidurnya, menyingkirkan kaki anaknya yang kadang bertengger di atas kakinya, membetulkan posisi tidur anaknya, dsb untuk kemudian mandi dan ngangkot menuju ke stasiun jam 3 dinihari. Sebuah rutinitas yang sering membuatnya lemah walaupun terkadang semangatnya menjadi bangkit ketika melihat mbok2 yang menggendong gunungan sayuran di pundaknya sepagi itu dengan berjalan kaki atau naik sepeda.
Sampai suatu hari “the moment of truth” terjadi, dia melihat sebuah pertunjukan topeng monyet di dekat rumahnya. Dia mengamati benar pertunjukan itu sambil pikirannya melayang kemana-mana. Setelah selesai pertunjukan, dia bertanya pada si tukang topeng monyet itu: “Bang, usaha gini sehari dapat berapa rata2?”. Tukang topeng monyet itupun menjawab: “Wah, nggak tentu pak. Kalau pas rame ya bisa 75 ribu sehari. Tapi kalau pas lagi sepi, paling sekitar 40 ribu seharinya.”. Teman saya itu kemudian bertanya lagi, “Kalau biaya untuk memelihara monyet itu berapa?”. “Ah, paling banyak juga 4 ribu sudah dapat makanan berlebih buat kebutuhan dia seharian, Pak”.
Percakapannya dengan tukang topeng monyet itu kemudian dia renungkan lagi. Alur berfikir dia ini yang menurut saya paling menarik dari cerita ini.
Teman tadi kemudian bertanya dalam hati: “Ah…apa bedanya saya dengan monyet itu??!”.
“Monyet itu dikasih makan,dikasih baju, dikasih rumah, dilatih, dsb untuk mendapatkan penghasilan si tukang monyet. Saya juga dikasih gaji dan ditraining oleh perusahaan untuk sebesar2nya keuntungan perusahaan. Monyet itu dikasih 4 ribu dari 75 ribu penghasilan tukang monyet. Saya dan karyawan2 lainnya juga dikasih oleh perusahan sebuah nominal yang pasti juga jauh dari penghasilan perusahaan.”
“Lantas apa bedanya saya dengan monyet itu??! Masak selama hidup saya mau jadi monyet terus2an??!”.
Pertanyaan demi pertanyaan terus dia lontarkan untuk dirinya sendiri. Sampai akhirnya karena sebuah pemicu sederhana, yaitu karena dia nggak dikasih izin waktu setengah hari setiap hari Jumat untuk mengambil S2 di MBA di ITB, maka dia kemudian mengajukan pengunduran diri dari perusahaan. Maka merdeka-lah dia.
Setelah keluar dari bank itu, dia kembali ke Bandung. Tabungannya dia gunakan untuk membuat sebuah mini market di dekat rumahnya. Karena dia merencanakan untuk menjadi konsultan freelance, maka dia tidak bisa menjaga mini marketnya itu sendiri. Sehingga dia mulai merekrut orang untuk menjaga dan mengelola mini marketnya.
Pada saat itu dia teringat pertanyaan2 seputar topeng monyet yang pernah berkecamuk di dipikirannya dulu. Dia berfikir kalau semua orang berfikiran sama seperti yang dia fikirkan, maka nggak akan ada orang yang mau kerja sama dengan dia. Dia kemudian mulai berfikir juga bahwa sebenarnya si tukang topeng monyet itu juga mulia karena membuka lapangan pekerjaan untuk makhluk lain (monyet, red).
Pemikirannya mulai bergeser lagi dari pemikiran sebelumnya seiring dengan pengalaman yang dia alami setelah keluar dari perusahaan. Kalau dia dulu dalam bekerja diatur oleh atasan, sekarang yang mengatur saya (sebagai pengusaha mini market dan konsultan) adalah customer/klien2 dia. Jadi sepertinya sama saja, kita hidup ini kan saling membutuhkan. Tidak ada orang yang dapat hidup sendiri. Setiap pilihan memiliki trade-off, ada kurang dan ada lebihnya.
Tapi kemudian dia menonjolkan aspek manfaatnya dari pilihan yang dia ambil saat itu. Sekarang saya jauh lebih dekat dengan anak2. “Saya jadi sadar bahwa sebenarnya anak2 saya itu membutuhkan dia dalam banyak momen yang tidak bisa diperankannya kalau saya tidak “merdeka””, lanjutnya mengakhiri ceritanya.
Obrolan ini sangat menarik dan inspiring buat saya. Mungkin karena kesibukan dan rutinitas, saya jadi kurang memikirkan sebenarnya apa sih obyektif utama saya. Apa sih dari fenomena2 yang sering saya lewati. Sering kali saya hanya menggunakan “arloji” untuk melakukan aktifitas sehari-hari supaya aktifitas yang saya lakukan ini bisa sukses secara cepat dan efisien. Tapi sering saya terlupa untuk menggunakan “kompas”, dalam artian sebenarnya kemana sih arah prioritas yang saya cita2kan dalam hidup ini. Karena untuk sukses kita tidak hanya butuh cepat dan efisien, tapi juga arah yang benar. Tentunya sebelum itu kita harus sudah menetapkan kemana arah yang ingin kita tuju tersebut. Mengutip kata Konfusius filosof Cina kuno: “if you don’t know what you are looking for, you will never know when you find it”.
Al-Quran berkali-kali mengingatkan kita untuk selalu memikirkan fenomena-fenomena yang ada di sekitar kita. Jangan hanya menjadi pengintip yang hanya bisa menonton fenomena tanpa bisa melakukan apapun. Jadi berfikir adalah sebuah kebutuhan dan kewajiban secara aqli maupun naqli, secara intelektual maupun spiritual. So, sudahkah kita berfikir? [undzurilaina]
Friday, November 7, 2008
Bingung
Suatu waktu saya dapat SMS dari Indosat yang berbunyi kira2: “Bingung car tempat kongkow? Ketik Reg
Menjelang lebaran kemarin, ada salah seorang tetangga orang tua saya yg bingung karena belum belikan baju baru yang dimaui anaknya. Padahal semua orang tahu bahwa ia sehari-harinya masih sangat sering kelabakan untuk biaya makan sehari-hari. Lantas saya mikir lagi, apakah memang masalah baju baru menjadi sebegitu prioritasnya untuk dibingungkan olehnya? Kalaupun misalnya ada dana yang cukup untuk beli baju baru, apakah nggak lebih penting untuk dibuat cadangan makan saja? Atau dibuat bikin gerobak gorengan di simpang sana agar besok2 dia nggak perlu lagi kelabakan kemana2??
Di kesempatan dan tempat yang lain lagi, saya ketemu dengan seorang manajemen perusahaan yang kebingungan untuk menyalurkan dana yang sudah dianggarkan untuk tahun berjalan. Saya terus mikir, “Lah dulu planningnya kumaha sih kok bisa ada budget tapi nggak tahu buat apaan?”. Dan kasus seperti ini sering dijumpai. Sama seringnya dengan perusahaan2 yang terpaksa tutup karena cash flow yang bingung akibat tidak dapat proyek.
Jadi sebenarnya apa sih yang bisa ditarik dari fenomena “bingung” ini?
Pertama, bahwa penyebab kebingungan bisa berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Untuk memahami kebingungan seorang seringkali kita harus melepaskan kacamata kita dan menggunakan kacamata yg digunakan orang tsb.
Kedua, terkadang karena kurang berfikir jernih, kita membingungkan sesuatu yang semestinya tidak perlu dibingungkan. Ketidak berhasilan kita menentukan skala prioritas permasalahan membuat kita membingungkan sesuatu yang kurang penting/pantas untuk dibingungkan. First thing First, kata Steven Covey. Dahulukan yang lebih penting ketimbang yang penting, kata para ahli fiqih.
Ketiga, Seseorang bingung pada dasarnya karena dia kurang memiliki pengetahuan dan petunjuk yang cukup tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. Kebingungannya akan hilang dengan sendirinya ketika dia sudah memiliki pengetahuan/petunjuk yang cukup tentang permasalahannya. Oleh karena itu sering kali kebingungan bisa menjadi pemicu seseorang untuk menambah pengetahuan. Terkadang karena bingung juga bisa menyambung silaturahim dengan orang lain karena harus menghubungi orang lain untuk bertanya, konsultasi, belajar, dsb.
Bahkan “bingung/keraguan” yang positif ini dianjurkan untuk selalu kita pegang. Imam Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata: “Tak seorangpun dapat menemukan kebenaran sebelum ia sanggup berfikir bahwa jalan kebenaran itu sendiri mungkin salah.” Karena sikap bahwa pendapat kita saat ini mungkin salah, maka kita jadi terpacu untuk terus mengkaji, belajar dan belajar terus untuk menemukan yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Terakhir, di milis alumni SMA saya, ada salah seorang teman berkata: “punya uang bingung, nggak punya uang bingung. Mendingan kawin aja…”. Kali ini saya jadi bingung, mau jawab apa. Speechless! [undzurilaina]
Wednesday, March 26, 2008
The Servant
A Simple Story About the True Essence of Leadership
In order to lead, you must serve. Ini adalah premis utama dari “The Servant” karya James C. Hunter. Premis utama tersebut didiskusikan dalam “The Servant” melalui kisah John Daily, seorang business executive yang mulai kehilangan posisinya sebagai bos, suami, ayah dan pelatih. Diceritakan kemudian John Daily mengasingkan diri selama seminggu ke sebuah Benedictine Monastery untuk memusatkan dan menemukan kembali keseimbangan pikirannya. Selama pengasingannya tersebut, legenda Wall Street tersebut menemukan perspektif baru tentang leadership, yaitu servant leadership.
10 Atribut Cinta dan Kepemimpinan
Buku karya James C. Hunter ini menyebutkan ada beberapa atribut kunci dari seorang servant leader. Secara tidak sengaja, ternyata ini juga merupakan atribut dari Cinta,
yang pernah dibahas orang sebelumnya sebagai perilaku yang baik terhadap sesama.
• Sabar (patient) – bisa menunjukkan self-control
• Baik (kind) – memberikan perhatian, apresiasi, dan dorongan
• Rendah hati (humble) – berwibawa tanpa pretensi atau arogansi
• Menghormati (respectfull) – memperlukan setiap orang sebagai orang penting
• Tidak egois (selfless) – memenuhi kebutuhan orang
• Pemaaf (forgiving) – marah pada tempatnya namun kemudian memaafkan
• Jujur (honest) – bebas dari kecurangan
• Komitmen (commitment) – konsisten dengan pilihan
Semua atribut perilaku tersebut akan mendorong kita untuk mau melayani dan berkorban kepasa sesama. Hal ini dapat berarti bahwa mengesampingkan keinginan dan kebutuhan pribadi untuk fokus kepada apa yang dibutuhkan oleh orang lain.
The Law of the Harvest
Ingat: ”anda akan menuai apa yang anda tanam”. Agar supaya otoritas atau pengaruh anda dapatkan, harus diciptakan lingkungan yang tepat dan pemeliharaan perilaku yang dibutuhkan secara konsisten. Ibaratnya dalam sebuah taman, agar supaya tanaman bisa tumbuh baik dan subur maka dibutuhkan tanah, sinar matahari, air, pupuk dan cara perawatan yang benar. Satu hal yang mungkin kita tidak dapat terlalu yakin adalah kapan sebenarnya bunga-bunga yang kita tanam tersebut akan mekar. Tanamkan pada pikiran kita bahwa pengaruh (influence) bukanlah sebuah biji kacang yang akan berbuah dalam semalam, tapi ia adalah sesuatu yang membutuhkan waktu untuk tumbuh berkembang.
The Rewards of Leading with Authority
Memimpin dengan otoritas memungkinkan kita untuk memiliki misi personal, yaitu: untuk melayani orang yang kita pimpin, untuk mendengarkan apa yang dia butuhkan, untuk memberikan penghargaan dan pengakuan, untuk menunjukkan kebaikan, dan untuk bersikap jujur. Ketika “servant leadership” ini telah menjadi etos dalam kehidupan kita, maka yakinlah orang akan berbaris untuk mengikuti apa yang anda inginkan.
Dengan melayani orang lain dan mencintai tetangga kita, maka otomatis kita juga sedang menjalankan doktrin dari semua agama. Kita juga akan menjadi manusia yang matang secara psikologis dan spiritual, dimana hal tersebut adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang dalam kehidupannya.
Ketika resep tersebut di atas dijalankan dengan benar, maka hadiah terpenting yang akan kita dapatkan adalah kesenangan dan kebahagiaan. Yaitu ketika kita mengutamakan kepentingan orang lain maka kita akan terbebas dari belenggu self-centeredness.
Dr. Albert Schweitzer mengatakan: ”I don’t know that your destiny will be, but one thing I do know. The only ones among you who will be really happy are those who will have sought and found how to serve”.
Nabi Islam, Rasulullah SAW mengatakan pula: “Manusia terbaik di antara kalian adalah dia yang paling bermanfaat (melayani) bagi orang lain”.
Siapkah kita untuk memiliki sikap “melayani”? [undzurilaina].
Tuesday, March 25, 2008
OPO ISLAM KUDU BENER...?
Tak seperti biasanya, warung Cak Supar yang terletak di ujung Gang Pasar Kambing kurang begitu ramai. Terlihat hanya beberapa orang yang sedang menikmati dinginnya malam itu seraya menghisap rokok dan menikmati hanggatnya kopi atau teh di warung yang buka sampai subuh itu. Tepat di hadapan Cak Supar yang tangannya sedang dengan lincah mengaduk-aduk gorengan nasi, duduk melamun si Gugun. Saat itu, ia sedang bersedih merenungi nasibnya yang banyak dibenci orang sekelilingnya. Ia pandangi asap rokok yang ia hembuskan dan kemudian terbang melayang serta lenyap ditelan gelapnya malam. Mungkin diriku akan bernasib seperti asap rokok itu, pikirnya. Memang sejak peristiwa di Dolly minggu lalu, ia cenderung menjadi seorang pendiam. Kata beberapa orang tetangganya, gayanya yang ceplas-ceplos serta "kemlinthi" itu nyaris tak kelihatan lagi.
Heei...!, lagi opo cak...? kok ngalamun thok...?, tegur Mat Nayar mengagetkan Gugun dari lamunannya. Ia pun tersenyum kecut menanggapi Mat Nayar sahabatnya semenjak sekolah di SD Negeri Benteng Miring dulu. Ono opo Gun kok sumpek...? tanya Mat Nayar lirih.
Kemudian Gugun menceritakan semua yang terjadi mulai dari peristiwa di Langgar Miftahul Jannah sampai penganiayaan terhadap dirinya di Dolly. Terus terang aku lagi prihatin karo ummat Islam jaman sa'iki, perasane awake kudhu bener lan wong liyo salah terus!. Lanjut Gugun tak bersemangat.
Lha ..yo'opo mane Gun...wong...kelakoanmu koyok ngono...?, komentar Mat Nayar dengan nada sedikit menyudutkan.
Merasa dipojokkan, Gugun pun "terbangun" dan siap ngotot seperti sediakala. Masalahne gak sesederhana iku Cak....!, tegas Gugun dengan sedikit meninggi. Ia kemudian mengisahkan panjang lebar kedunguan jama'ah Langgar Miftahul Jannah dalam menjawab pertanyaan nakalnya. Ia paparkan pula kesempitan berpikir pasukan berjubah yang mengobrak-abrik kompleks pelacuran Dolly. Setelah itu, Gugun juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap umat Islam saat ini yang menurutnya terlampau yakin kalau dirinya mampu menangkap kebenaran sejati. Sing ngomong Islam mesti bener iku khan cuma wong Islam dewe.., kata Gugun dengan nada nyinyir mengakhiri kalimatnya.
Lho...lho....!, yo terang wae mesti bener Gun...!, lha wong aturan-aturan iku soko Qur'an sing Maha Suci ..., ko'en lali tah... wejangane Lik Hisyam jaman biyen iku...?. Di dunia ini hanya ada satu kebenaran mutlak, yaitu nash-nash Al-Qur'an. Akal manusia-lah yang harus menemukannya, ujar Mat Nayar dengan aksen Maduranya yang tak dapat disembunyikan itu. Pancen ko'en iku rodhok kekiri-kirian Gun...., bahaya lho pemikiranmu iku....!, tambah Mat Nayar prihatin.
Pada saat yang sama muncul dari kejauhan seorang pemuda bersarung, berkopiah putih dan berjalan agak tergesa-gesa. Walaupun Gugun dan Mat Nayar tak menyadari, Cak Supar melihat kedatangan pemuda keturunan Arab yang dikenal oleh penduduk Gang Pasar Kambing sebagai anak muda yang pendiam, sopan, dan alim. Konon, ia pernah sekolah di Qom kampung halaman Khomeini. Oleh karenanya, walau usianya belum genap tiga-puluh tahun, banyak orang menganggapnya sebagai tempat bertanya. Oleh karenanya ia segera memanggilnya, yek Husin...yek Husin.....mampir.....!!!, teriak Cak Supar sambil melambaikan tangannya. Mungkin maksud Cak Supar agar Husin bisa menengahi perdebatan mengenai agama yang tampaknya tak kunjung usai.
Mengatahui kehadirannya diharapkan, Husin dengan langkah yang lebih cepat segera menuju ke warung tersebut.
Asslamualaikum....!, sapa Husin Ali kepada semua orang yang duduk di warung itu.
Waalaikum salaam...!. jawab mereka serentak. Cak Supar pun segera menyambut sang langganan dengan ramah.
Husin sengaja memilih duduk di samping Gugun dan Mat Nayar yang sudah dikenalnya sejak sepuluh tahun yang lalu. Ia segera memesan sepiring nasi goreng seraya menegur kedua teman lamanya tersebut: Yok opo kabare rek...?. Rupanya Mat Nayar sedang dalam keadaan terlampau serius untuk menanggapi basa-basi tersebut. Ia ternyata lebih suka melibatkan Husin ke dalam perdebatannya dengan Gugun.
Mat Nayar langsung menjelaskan secara panjang lebar pembicaraannya dengan Gugun. Bak Da'i yang memiliki sejuta ummat, Mat Nayar secara khusus memaparkan keabsolutan kebenaran dalam Islam. Hanya orang-orang yang mampu berpikir independent dapat menangkap keabsolutan kebenaran Islam, tegas Mat Nayar dengan bahasa Indonesia yang sedikit kagok. Dalam terang dan kebeningan Quran yang pasti benar itu, lahirlah "independent minds", macam Umar dan Ali, lahirlah pula "ilmuwan-ilmuwan" pionir dalam segala bidang. Lahirlah juga peradaban unggul yang bertahan bertahan berabad-abad. Ngono...Gugun sik gak percoyo wae..., yek....!, kata Mat Nayar seraya melirikkan matanya ke Gugun.
Sedangkan Gugun tetap dengan gayanya yang khas tak bergeming serta menyembulkan senyum sinis.
Cukup bijak si Husin Ali ini rupanya. Lek pendapatmu yo'opo Cak Gun....?, tanyanya yang sepertinya sedang berusaha menerapkan prinsip "both side coverage".
Mungkin terlampau rumit kango aku nerangno makna "independent minds" dari perspektif psikologi opo maneh filsafat. Tapi secara awam dan sederhana, menurutku "independent mind" iku cara berpikir sing "independent", yaitu merdeka, bebas, dan otonom dari segala bentuk pengaruh, intervensi serta distorsi yang menghalangi kita untuk menemukan kualitas intrinsik suatu objek. Menurutku, gak bakal ono wong iso "independent" iku. Tapi..., malangnya manusia sering dengan mudahnya menyatakan bahwa ia telah mampu berfikir secara independent dan mendasarkan pada kriteria-kriteria obyektif , oleh karenanya "objective truth" dalam jangkauannya. Logika berpikir koyok ngene iku sing nyebabno umat Islam selalu ngeroso bener dewe.....!. Wong Islam sakjane kudu belajar soko sejarah...., perselisihan, intrik, konspirasi, bahkan pertumpahan darah yang terjadi dalam sejarah Islam mulai biyen sampai sa'iki, iku kabeh gara-gara rumongso iso "independent mind". Sakjane sopo sih sing duwe legitimasi lek pikirane awak dewe iku sing paling bener....????, jelas Gugun dengan berapi-api.
Setelah mendengar penjelasan Gugun, Husin pun mencoba ikut komentar: lek pendapet pribadiku......
Belum genap empat kata terucap, Mat Nayar dengan cepat memotongnya. Sik..sik....!, lek Gusti Allah wis berfirman...yo..iku...wis mesti bener...!. Lek babi haram....yo mesti bener babi iku haram..mosok gara-gara pikiran gak independent trus dadi halaal....?, onok-onok wae...!. Suweh-suweh aku tambah curiga karo Gugun iku. Ojo-ojo awake wis kenek pengaruh ideologi-ideologi kapir...!. Omonganmu iku Gun....., podo karo propaganda sekularisme dan zionis sing memang sentimen karo wong Islam....!, kata Mat Nayar dengan emosional sambil menuding-nudingkan tangannya.
Lho...ko'en ngangep aku opo....???, jawab Gugun seraya berdiri dari tempat duduknya.
Tenang...kalem....,ojo keburu nesu...!, Husin berusaha menenangkan.
Cak Supar yang sejak tadi hanya menjadi pendengar, akhirnya ikut nimbrung: rek...tolong..lek ape tarung ojo nang warung-ku, nggarai gak payu wae...!, kata Cak Supar sedikit mengeluh.
Tampaknya upaya Husin Ali dan Cak Supar berhasil mendinginkan suasana. Wis....wis...karo konco lawas wae mosok kape gepuk-gepukan...!, tambah Husin. Yo..opo...diskusine iso diterusno opo gak...?.
Menjawab pertanyaan Husin tersebut, Gugun menimpali: Monggo wae.....Sedangkan Mat Nayar hanya diam tak menjawab.
Seraya meneguk kopi-jahe yang telah dipesannya, Husin mulai berbicara: Memang persoalannya, kemutlakan syari'ah sering menyebabkan orang menganggap bahwa kebenaran hanya satu. Artinya, harus ada satu pihak yang benar, dan yang lain mesti salah. Padahal, kebenaran ada di "lawh al-mahfuzh". Dan kebenaran itu terlalu besar untuk bisa dipahami manusia. Bukankah kemudian terbuka kemungkinan setiap orang memahami secuil kebenaran Allah...?.
Akibat tak puas, Mat Nayar pun segera protes: lho...terus...kebenaran Qu'ran iku relatif dan ngak normatif ....???. Mat Nayar terus ngedumel dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Malam pun semakin larut. Hawa dingin dari sisa hujan sore tadi tak juga mampu menghalangi hangatnya diskusi itu. Bagai seorang begawan sedang memberikan petuah, Husin bercerita banyak tentang makna kebenaran dan kemampuan manusia untuk memperolehnya. Ia dengan fasihnya mengulas isu-isu filosofis yang memang sangat merumitkan pikiran. Tampaknya ia sangat piawai menguasai retorika ala filosof Yunani yang memang masih terus dipelihara dalam tradisi padepokan Qom.
Sesungguhnya di antara Muslimin memang tak ada perbedaan pandangan mengenai "kemutlakan" intrinsik wahyu Allah. Tapi, Al Qur'an tidak pernah berbicara sendiri. Manusialah yang membacanya, memahaminya, meresapinya, mengkonseptualisasikan ide dan nilai-nilai yang dikandungnya, menyuarakannya dan akhirnya menyusunnya secara sistematis melalui madzab-madzab yang ada. Sejujurnya, walaupun Al Qur'an secara intrinsik bersifat mutlak, persepsi manusia tentangnya tidak pernah absolut dan selalu bersifat relatif sesuai dengan dimensi ruang dan waktu, Husin berbicara terus hingga nasi gorengnya lupa terjamah hingga mendingin.
Walaupun mengangguk-angguk, Mat Nayar tampaknya belum bisa menerima semua argumentasi tersebut. Ia tetap tak mau menerima pandangan tersebut. Aku khawatir lek pemikiran koyok ngene terus dikembangno, iso-iso Syari'ah lan Aqidah dadi gak ono artine. Terus yok opo kehebatane wong Islam sing nang sejarah huebate gak karu-karuan mergo yakin marang keabsolutan Syari'ah...???.
Tapi gak iso ngono sih Cak....!!!, tukas Gugun sedikit keras. Pikaran koyok ngono iku sing njaluk menange dewe...!. Kebenaran iku dudhuk monopoli-ne Islam. Kabeh agomo utowo keyakinan termasuk Kristen, Hindu, Budho, Majusi, Sikh, Syiah, Sunni, komunis, sampe agomone wong ndayak nang alas kabeh... mengandung sak cuil kebenaran Gusti Allah Pangestu...!.
Keadaan menegang kembali. Ganasnya pendapat yang satu siap memangsa pendapat yang lain. Mat Nayar melancarkan serangan berikutnya: Alaa...omonganmu iku lak tiru-tiru Cak Nur, ko'en lali tah wong iku sampe dikafirno segala.
Wis...wis...gak oleh ngomong kafir-kafir koyok ngono Mat...!. Sela Husin untuk menghindari berlanjutnya debat kusir ini. Ngomong kafir opo gak iku, cuma Allah sing duwe hak. Menungso iku gak bakal iso ndelok segala sesuatu secara obyektif. Kita melihat dunia bukan "sebagaimana dunia adanya" melainkan "sebagaimana kita adanya" atau sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya, jelas Husin sekali lagi.
Lho Yek..., sampiyan kok dadi ngono...?, tanya Mat Nayar kepada Husin karena keheranan...
Tapi Husin hanya tersenyum kecil.
Sebaliknya emosi Gugun semakin memuncak walau ia masih mampu mengendalikannya. Aku males ngomong karo wong sing pikirane cupeet....!, ejek Gugun dengan suara agak menjerit dan terus ngacir pergi tak tertarik lagi untuk terus berdiskusi. Dalam hati yang penuh kedongkolan ia bergumam: mendingan kulalap habis epik Arus Balik-nya Pramoedya Ananta, daripada berbicara hanya melelahkan mulut seperti ini.
Masih penasaran karena tak ditanggapi, Mat Nayar terus bertanya. Yek...,opo alasan sampiyan mbelo arek PKI iku...?, arek iku calon Salman Rushdie soko Suroboyo...!.
Husin tetap tak bergeming. Ia pikir tak guna lagi meladeni orang yang sedang kalap memuja kebenarannya dirinya sendiri.
Merasa tidak diacuhkan, Mat Nayar segera beranjak meninggalkan warung seraya bergumam lirih..mandharo kualat ketubruk montor sopo wae sing ono keraguan nang keimanane...
Belum selesai terkejut melihat semua temannya lenyap dari "perhelatan", Husin dikagetkan oleh pertengkaran mulut antara Cak Supar dengan salah seorang pengunjung warung.
Dari gaya serta aksen bicaranya tampak lelaki itu berasal dari daerah Jawa Barat. Sang lelaki mempermasalahkan mengapa teh yang ia pesan diberi gula, padahal ia tak pernah memintanya. Tak kalah ngototnya, Cak Supar tetap bersikeras bahwa selama hidupnya di Jawa Timur menjual air teh itu selalu dalam keadaan manis, kalau menghendaki "tawar" harus ditegaskan sejak awal kepada penjual. Mereka pun terus beradu mulut, dan tak satu pun siap mengalah karena sama-sama merasa benar.
Tapi tak mengapa bagi Husin. Semua pengalamannya malam ini membuatnya semakin bijak. Ia pun semakin yakin bahwa betapa tidak pernah "independent"-nya manusia dalam berpikir. Latar belakang kehidupan, agama, budaya, pendidikan, taraf ekonomi, struktur sosial-politik dan sebagainya selalu mewarnai benak pikiran setiap manusia. Selagi menghabiskan nasi-gorengnya yang tinggal sesuap dan tak memperdulikan pertengkaran Cak Supar dengan lelaki Sunda itu, ia pun bertanya pada nuraninya..., is independent minds an illusion...?. Wallahu a'lam bi Sawwab....!
Den Haag, 9 Desember 2000
AKJ
Heei...!, lagi opo cak...? kok ngalamun thok...?, tegur Mat Nayar mengagetkan Gugun dari lamunannya. Ia pun tersenyum kecut menanggapi Mat Nayar sahabatnya semenjak sekolah di SD Negeri Benteng Miring dulu. Ono opo Gun kok sumpek...? tanya Mat Nayar lirih.
Kemudian Gugun menceritakan semua yang terjadi mulai dari peristiwa di Langgar Miftahul Jannah sampai penganiayaan terhadap dirinya di Dolly. Terus terang aku lagi prihatin karo ummat Islam jaman sa'iki, perasane awake kudhu bener lan wong liyo salah terus!. Lanjut Gugun tak bersemangat.
Lha ..yo'opo mane Gun...wong...kelakoanmu koyok ngono...?, komentar Mat Nayar dengan nada sedikit menyudutkan.
Merasa dipojokkan, Gugun pun "terbangun" dan siap ngotot seperti sediakala. Masalahne gak sesederhana iku Cak....!, tegas Gugun dengan sedikit meninggi. Ia kemudian mengisahkan panjang lebar kedunguan jama'ah Langgar Miftahul Jannah dalam menjawab pertanyaan nakalnya. Ia paparkan pula kesempitan berpikir pasukan berjubah yang mengobrak-abrik kompleks pelacuran Dolly. Setelah itu, Gugun juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap umat Islam saat ini yang menurutnya terlampau yakin kalau dirinya mampu menangkap kebenaran sejati. Sing ngomong Islam mesti bener iku khan cuma wong Islam dewe.., kata Gugun dengan nada nyinyir mengakhiri kalimatnya.
Lho...lho....!, yo terang wae mesti bener Gun...!, lha wong aturan-aturan iku soko Qur'an sing Maha Suci ..., ko'en lali tah... wejangane Lik Hisyam jaman biyen iku...?. Di dunia ini hanya ada satu kebenaran mutlak, yaitu nash-nash Al-Qur'an. Akal manusia-lah yang harus menemukannya, ujar Mat Nayar dengan aksen Maduranya yang tak dapat disembunyikan itu. Pancen ko'en iku rodhok kekiri-kirian Gun...., bahaya lho pemikiranmu iku....!, tambah Mat Nayar prihatin.
Pada saat yang sama muncul dari kejauhan seorang pemuda bersarung, berkopiah putih dan berjalan agak tergesa-gesa. Walaupun Gugun dan Mat Nayar tak menyadari, Cak Supar melihat kedatangan pemuda keturunan Arab yang dikenal oleh penduduk Gang Pasar Kambing sebagai anak muda yang pendiam, sopan, dan alim. Konon, ia pernah sekolah di Qom kampung halaman Khomeini. Oleh karenanya, walau usianya belum genap tiga-puluh tahun, banyak orang menganggapnya sebagai tempat bertanya. Oleh karenanya ia segera memanggilnya, yek Husin...yek Husin.....mampir.....!!!, teriak Cak Supar sambil melambaikan tangannya. Mungkin maksud Cak Supar agar Husin bisa menengahi perdebatan mengenai agama yang tampaknya tak kunjung usai.
Mengatahui kehadirannya diharapkan, Husin dengan langkah yang lebih cepat segera menuju ke warung tersebut.
Asslamualaikum....!, sapa Husin Ali kepada semua orang yang duduk di warung itu.
Waalaikum salaam...!. jawab mereka serentak. Cak Supar pun segera menyambut sang langganan dengan ramah.
Husin sengaja memilih duduk di samping Gugun dan Mat Nayar yang sudah dikenalnya sejak sepuluh tahun yang lalu. Ia segera memesan sepiring nasi goreng seraya menegur kedua teman lamanya tersebut: Yok opo kabare rek...?. Rupanya Mat Nayar sedang dalam keadaan terlampau serius untuk menanggapi basa-basi tersebut. Ia ternyata lebih suka melibatkan Husin ke dalam perdebatannya dengan Gugun.
Mat Nayar langsung menjelaskan secara panjang lebar pembicaraannya dengan Gugun. Bak Da'i yang memiliki sejuta ummat, Mat Nayar secara khusus memaparkan keabsolutan kebenaran dalam Islam. Hanya orang-orang yang mampu berpikir independent dapat menangkap keabsolutan kebenaran Islam, tegas Mat Nayar dengan bahasa Indonesia yang sedikit kagok. Dalam terang dan kebeningan Quran yang pasti benar itu, lahirlah "independent minds", macam Umar dan Ali, lahirlah pula "ilmuwan-ilmuwan" pionir dalam segala bidang. Lahirlah juga peradaban unggul yang bertahan bertahan berabad-abad. Ngono...Gugun sik gak percoyo wae..., yek....!, kata Mat Nayar seraya melirikkan matanya ke Gugun.
Sedangkan Gugun tetap dengan gayanya yang khas tak bergeming serta menyembulkan senyum sinis.
Cukup bijak si Husin Ali ini rupanya. Lek pendapatmu yo'opo Cak Gun....?, tanyanya yang sepertinya sedang berusaha menerapkan prinsip "both side coverage".
Mungkin terlampau rumit kango aku nerangno makna "independent minds" dari perspektif psikologi opo maneh filsafat. Tapi secara awam dan sederhana, menurutku "independent mind" iku cara berpikir sing "independent", yaitu merdeka, bebas, dan otonom dari segala bentuk pengaruh, intervensi serta distorsi yang menghalangi kita untuk menemukan kualitas intrinsik suatu objek. Menurutku, gak bakal ono wong iso "independent" iku. Tapi..., malangnya manusia sering dengan mudahnya menyatakan bahwa ia telah mampu berfikir secara independent dan mendasarkan pada kriteria-kriteria obyektif , oleh karenanya "objective truth" dalam jangkauannya. Logika berpikir koyok ngene iku sing nyebabno umat Islam selalu ngeroso bener dewe.....!. Wong Islam sakjane kudu belajar soko sejarah...., perselisihan, intrik, konspirasi, bahkan pertumpahan darah yang terjadi dalam sejarah Islam mulai biyen sampai sa'iki, iku kabeh gara-gara rumongso iso "independent mind". Sakjane sopo sih sing duwe legitimasi lek pikirane awak dewe iku sing paling bener....????, jelas Gugun dengan berapi-api.
Setelah mendengar penjelasan Gugun, Husin pun mencoba ikut komentar: lek pendapet pribadiku......
Belum genap empat kata terucap, Mat Nayar dengan cepat memotongnya. Sik..sik....!, lek Gusti Allah wis berfirman...yo..iku...wis mesti bener...!. Lek babi haram....yo mesti bener babi iku haram..mosok gara-gara pikiran gak independent trus dadi halaal....?, onok-onok wae...!. Suweh-suweh aku tambah curiga karo Gugun iku. Ojo-ojo awake wis kenek pengaruh ideologi-ideologi kapir...!. Omonganmu iku Gun....., podo karo propaganda sekularisme dan zionis sing memang sentimen karo wong Islam....!, kata Mat Nayar dengan emosional sambil menuding-nudingkan tangannya.
Lho...ko'en ngangep aku opo....???, jawab Gugun seraya berdiri dari tempat duduknya.
Tenang...kalem....,ojo keburu nesu...!, Husin berusaha menenangkan.
Cak Supar yang sejak tadi hanya menjadi pendengar, akhirnya ikut nimbrung: rek...tolong..lek ape tarung ojo nang warung-ku, nggarai gak payu wae...!, kata Cak Supar sedikit mengeluh.
Tampaknya upaya Husin Ali dan Cak Supar berhasil mendinginkan suasana. Wis....wis...karo konco lawas wae mosok kape gepuk-gepukan...!, tambah Husin. Yo..opo...diskusine iso diterusno opo gak...?.
Menjawab pertanyaan Husin tersebut, Gugun menimpali: Monggo wae.....Sedangkan Mat Nayar hanya diam tak menjawab.
Seraya meneguk kopi-jahe yang telah dipesannya, Husin mulai berbicara: Memang persoalannya, kemutlakan syari'ah sering menyebabkan orang menganggap bahwa kebenaran hanya satu. Artinya, harus ada satu pihak yang benar, dan yang lain mesti salah. Padahal, kebenaran ada di "lawh al-mahfuzh". Dan kebenaran itu terlalu besar untuk bisa dipahami manusia. Bukankah kemudian terbuka kemungkinan setiap orang memahami secuil kebenaran Allah...?.
Akibat tak puas, Mat Nayar pun segera protes: lho...terus...kebenaran Qu'ran iku relatif dan ngak normatif ....???. Mat Nayar terus ngedumel dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Malam pun semakin larut. Hawa dingin dari sisa hujan sore tadi tak juga mampu menghalangi hangatnya diskusi itu. Bagai seorang begawan sedang memberikan petuah, Husin bercerita banyak tentang makna kebenaran dan kemampuan manusia untuk memperolehnya. Ia dengan fasihnya mengulas isu-isu filosofis yang memang sangat merumitkan pikiran. Tampaknya ia sangat piawai menguasai retorika ala filosof Yunani yang memang masih terus dipelihara dalam tradisi padepokan Qom.
Sesungguhnya di antara Muslimin memang tak ada perbedaan pandangan mengenai "kemutlakan" intrinsik wahyu Allah. Tapi, Al Qur'an tidak pernah berbicara sendiri. Manusialah yang membacanya, memahaminya, meresapinya, mengkonseptualisasikan ide dan nilai-nilai yang dikandungnya, menyuarakannya dan akhirnya menyusunnya secara sistematis melalui madzab-madzab yang ada. Sejujurnya, walaupun Al Qur'an secara intrinsik bersifat mutlak, persepsi manusia tentangnya tidak pernah absolut dan selalu bersifat relatif sesuai dengan dimensi ruang dan waktu, Husin berbicara terus hingga nasi gorengnya lupa terjamah hingga mendingin.
Walaupun mengangguk-angguk, Mat Nayar tampaknya belum bisa menerima semua argumentasi tersebut. Ia tetap tak mau menerima pandangan tersebut. Aku khawatir lek pemikiran koyok ngene terus dikembangno, iso-iso Syari'ah lan Aqidah dadi gak ono artine. Terus yok opo kehebatane wong Islam sing nang sejarah huebate gak karu-karuan mergo yakin marang keabsolutan Syari'ah...???.
Tapi gak iso ngono sih Cak....!!!, tukas Gugun sedikit keras. Pikaran koyok ngono iku sing njaluk menange dewe...!. Kebenaran iku dudhuk monopoli-ne Islam. Kabeh agomo utowo keyakinan termasuk Kristen, Hindu, Budho, Majusi, Sikh, Syiah, Sunni, komunis, sampe agomone wong ndayak nang alas kabeh... mengandung sak cuil kebenaran Gusti Allah Pangestu...!.
Keadaan menegang kembali. Ganasnya pendapat yang satu siap memangsa pendapat yang lain. Mat Nayar melancarkan serangan berikutnya: Alaa...omonganmu iku lak tiru-tiru Cak Nur, ko'en lali tah wong iku sampe dikafirno segala.
Wis...wis...gak oleh ngomong kafir-kafir koyok ngono Mat...!. Sela Husin untuk menghindari berlanjutnya debat kusir ini. Ngomong kafir opo gak iku, cuma Allah sing duwe hak. Menungso iku gak bakal iso ndelok segala sesuatu secara obyektif. Kita melihat dunia bukan "sebagaimana dunia adanya" melainkan "sebagaimana kita adanya" atau sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya, jelas Husin sekali lagi.
Lho Yek..., sampiyan kok dadi ngono...?, tanya Mat Nayar kepada Husin karena keheranan...
Tapi Husin hanya tersenyum kecil.
Sebaliknya emosi Gugun semakin memuncak walau ia masih mampu mengendalikannya. Aku males ngomong karo wong sing pikirane cupeet....!, ejek Gugun dengan suara agak menjerit dan terus ngacir pergi tak tertarik lagi untuk terus berdiskusi. Dalam hati yang penuh kedongkolan ia bergumam: mendingan kulalap habis epik Arus Balik-nya Pramoedya Ananta, daripada berbicara hanya melelahkan mulut seperti ini.
Masih penasaran karena tak ditanggapi, Mat Nayar terus bertanya. Yek...,opo alasan sampiyan mbelo arek PKI iku...?, arek iku calon Salman Rushdie soko Suroboyo...!.
Husin tetap tak bergeming. Ia pikir tak guna lagi meladeni orang yang sedang kalap memuja kebenarannya dirinya sendiri.
Merasa tidak diacuhkan, Mat Nayar segera beranjak meninggalkan warung seraya bergumam lirih..mandharo kualat ketubruk montor sopo wae sing ono keraguan nang keimanane...
Belum selesai terkejut melihat semua temannya lenyap dari "perhelatan", Husin dikagetkan oleh pertengkaran mulut antara Cak Supar dengan salah seorang pengunjung warung.
Dari gaya serta aksen bicaranya tampak lelaki itu berasal dari daerah Jawa Barat. Sang lelaki mempermasalahkan mengapa teh yang ia pesan diberi gula, padahal ia tak pernah memintanya. Tak kalah ngototnya, Cak Supar tetap bersikeras bahwa selama hidupnya di Jawa Timur menjual air teh itu selalu dalam keadaan manis, kalau menghendaki "tawar" harus ditegaskan sejak awal kepada penjual. Mereka pun terus beradu mulut, dan tak satu pun siap mengalah karena sama-sama merasa benar.
Tapi tak mengapa bagi Husin. Semua pengalamannya malam ini membuatnya semakin bijak. Ia pun semakin yakin bahwa betapa tidak pernah "independent"-nya manusia dalam berpikir. Latar belakang kehidupan, agama, budaya, pendidikan, taraf ekonomi, struktur sosial-politik dan sebagainya selalu mewarnai benak pikiran setiap manusia. Selagi menghabiskan nasi-gorengnya yang tinggal sesuap dan tak memperdulikan pertengkaran Cak Supar dengan lelaki Sunda itu, ia pun bertanya pada nuraninya..., is independent minds an illusion...?. Wallahu a'lam bi Sawwab....!
Den Haag, 9 Desember 2000
AKJ
Sapi dan ideologi
Anda mempunyai dua ekor sapi. Dan apa yang akan terjadi dengan Anda sangat
tergantung dari ideologi yang berlaku.
Feodalisme: Anda punya dua ekor sapi dan penguasa akan mengambil sebagian
susunya.
Sosialisme: Pemerintah akan mengambil sapi Anda, meletakkannya di kandang
bersama-sama dengan sapi-sapi milik orang lain. Anda diharuskan memelihara
sapi tersebut dan pemerintah akan memberi Anda susu sesuai kebutuhan.
Fasisme: Anda punya dua ekor sapi. Pemerintah membayar Anda untuk
memeliharanya, kemudian menjual susunya kepada Anda.
Komunisme: Anda punya dua ekor sapi. Semua tetangga ikut memeliharanya dan
susu yang dihasilkan dibagi rata.
Diktatorian: Anda punya dua ekor sapi. Pemerintah mengambil keduanya dan
membunuh Anda.
Militerianisme: Pemerintah mengambil kedua sapi Anda dan memanggil Anda
untuk mengikuti wajib militer.
Demokrasi: Pemerintah menjanjikan akan memberi dua ekor sapi jika Anda
memilih kembali partainya. Ketika pemilu selesai, presiden terpilih dituduh
terlibat 'sapi politik' dan media massa menyebutnya sapigate.
Kapitalisme: Anda punya dua ekor sapi. Anda jual seekor dan hasilnya
dibelikan sapi jantan.
Environmentalisme: Anda mempunyai dua ekor sapi. Pemerintah melarang Anda
mengambil susunya ataupun membunuh mereka.
Feminisme: Anda mempunyai dua ekor sapi. Mereka menikah dan mengadopsianak
sapi.
Soehartoisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, disita negara dengan alasan
demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang pesat
Golkarisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, dicat kuning semuanya oleh
pemerintah...
Harmokoisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, tiap saat harus ikut penataran
untuk dibujuk jadi kader golkar...
AA Baramuliisme : Anda mempunyai dua ekor sapi terhormat, dan tidak pernah
mengaku doyan rumput.
Wirantoisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, dan selalu siap menjaga anda
setiap saat.
Bennymoerdhaniisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, terampil membuat
kerusuhan dan keributan !
Prabowoisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, gemar menculik kambing.
Tututisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, barang siapa yang melihat
dikenakan biaya.
Sigitisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, hasil menang judi kemarin.
Tommysoehartoisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, ditukar dengan ayam,
dijanjikan 2 ekor banteng suatu saat.
BUMNisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, tiap hari diperah susunya, enggak
pernah dikasih makan.
Dwi Fungsi TNIsme : Anda mempunyai dua ekor sapi, dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk berbisnis dan menjaga kemanan.
Cendananisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, harus disita karena tidak
pernah terbukti sapi itu milik anda, karena tidak ada surat buktinya.
Konglomeratisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, besok-besok telahmelahirkan
kuda, kambing , kodok, ikan, gurita dan sebagainya.
Korupsisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, menurut catatan, seharusnya anda
hanya punya dua kodok saja!.
Kolusisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, bersamanya anda dapat mendapatkan
2 banteng, 2 macan, 2 singa, 2 kuda.
Nepotisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, teman-teman si sapi ternyata jadi
milik anda juga semuanya!.
Materialisme : Anda mempunyai dua ekor sapi dan tidak pernah menolak dibawa
ke PI mall dan Plaza senayan.
Kanibalisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, enggak pernah mau makan rumput,
kecuali daging sapi !
Reformasisme: Anda mengira mempunyai dua ekor sapi, ternyata cuma
ekornyasaja !!
Narkobaisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, ditukar dengan 1
gramshabu-shabu
Munafikisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, ternyata anda juga
seekorsapi!!!.
Provokatisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, bisa menghasut anda untuk
berbuat aneh-aneh
Amerikanisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, sangsi untuk sapi yang satu
sangat berbeda dengan yang lainnya!
Romantisisme : Anda mempunyai dua ekor sapi, tiba-tiba minta dinikahkan hari
itu juga ! [undzurilaina]
Saturday, March 22, 2008
Renungan Maulid Nabi
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keselamatan) bagimu, amat kasih dan penyayang terhadap orang-orang mukimin”.
Ya Rasulullah...
Ya Rasuulullaaaaah......Yaaaaa Rasuuuuuulullaaaaaaaaaaaaaah....
Assalamu ’alaika Ya Rasulullah....
Salam bagimu Ya Rasulullah, dari pecinta terpisah sejarah. Salam bagimu ya Nabi Allah, dari perindu yang terhalang waktu. Inilah kami, yang mengaku sebagai umatmu. Yang kebanggaannya adalah menisbatkan diri kepadamu. Yang dikala terhimpit memohon kepada Tuhan dengan menyebut namamu. Yang berharap istighfar kepadaNya disambung dengan maafmu.
Inilah kami ya Rasulullah, pecinta tak tahu krama, perindu tak tahu malu. Ingin kami sampaikan kepadamu beban yang menghimpit kalbu kami, derita yang memasung dada kami. Di mana-mana ya Rasul, kami saksikan umat saling cakar berebut benar. Di mana-mana Ya Rasul, sudah hilang rasa peduli, tak tersisa lagi empati, tak ada lagi harga diri.....
Ya Rasul, kami termangu tak berdaya ketika saudara kami porak poranda. Kami luluh tak bersuara, ketika saudara kami dibantai dianiaya. Kami terpaku tak bergerak, ketika kemungkaran dan kezaliman semakin banyak...
Bukankah kami ini umatmu Ya Rasulullah....tapi mengapa lidah ini tak berdecak, tangan ini tak bergerak, dan hati ini tak lagi tersentak..jantung ini tak berdetak....
Padahal dahulu, dengan derita demi derita, engkau teladankan semua itu pada kami, engkau angkat mereka yang tertindas, engkau peluk mereka yang terhempas, engkau tolong mereka yang terzalimi. Sungguh, begitu berat bagimu melihat umatmu menderita...
Engkaulah Ya Rasul, awal dari semua perjuangan, pemimpin mulia, penegak agama akhlak dan cinta. Dengan itu engkau sampaikan pesan Tuhan...
Wahai Aku, engkau dan kita semua yang mengaku ummat Muhammad..
Dengarkan dengan cermat...
Jeritan jutaan bayi yang hampir sekarat..
Desah napas mereka yang makin berat..
Lihat,
Bayi-bayi kehausan yang tubuhnya mencair seperti lilin..
Karena orang tua mereka tidak mampu membeli susu..
Dengarkan,
Langkah-langkah kaki gontai jutaan pegawai..
Yang pulang ke rumah karena terpaksa di PeHaKa
Lihat,
Mata mereka yang redup kehilangan harapan..
Yang memandang masa depan tanpa kepastian..
Dengarkan,
Jerit berulang-ulang dari para korban penyiksaan..
Lihat,
Ratusan juta rakyat Indonesia yang membanting tulang..
Dengan penghasilan yang terus menerus berkurang..
Mereka membayar mahal barang, jasa, dan pajak..
Untuk menyelamatkan harta para perampok dan pembajak..
Apakah Anda akan membiarkan..
Bayi-bayi mati, para penganggur hancur, orang-orang kelaparan, korban-korban penyiksaan dan penculikan makin banyak berjatuhan?
Bangkitlah, wahai para pengaku Umat Muhammad
Sumbangkan jiwa ragamu
Untuk mengubah dunia menjadi penuh Kasih Sayang
Sebagaimana tujuan diutusnya Nabi kita Mulia
Menjadi Rahmat bagi Sekalian Semesta
Wa maa arsalnaka illa Rahmatan lil ’alamiin...
”Dan tidak Aku utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi Rahmat bagi seluruh sekalian alam” (QS. 21:107). [undzurilaina]
Thursday, March 13, 2008
For All US Citizens...
Why are Palestinians reacting against Israel
Israeli soldiers passing out candy to the kids.
Making sure they get to school.
Helping Ladies across the street..
Providing childcare.
Allowing them a place to rest (permanently)
Access to Healthcare.
Construction projects (demolition)
Respecting American and British pacifist resisters (such as American Rachel Corrie)
And others.
And if you are not satisfied, now, with the truth the following pictures are war crimes as defined by the UN, The Hague and the Geneva Convention.
Using images of your enemy dead or alive (violation)
Human shields (violation)
Live Burial Torture (violation)
And as a last resort, Execution (violation)
These IDF soldiers have faces... I can clearly see them...Can't you? Why are they not being prosecuted? Because it is systematic process that is driven by the government designed to force the people of Palestine into exile so Israel can claim all the land and resources.
This where my American tax dollars are going, do you know where your tax dollars are at? TAKE THE TIME TO FIND THE TRUTH. So many lives depend on it. I, like so many Americans, am Caucasian, non-Arab, and religious. I can no longer sit back with good conscience and do nothing while my government is supporting the types of terrorist actions that we have condemned Muslim Fundamentalist for. Call your Congressman and Senator, send an email to the White House and demand that our government negotiate FAIRLY with both sides and bring a fair and just solution to Palestine and Israel .
Israeli soldiers passing out candy to the kids.
Making sure they get to school.
Helping Ladies across the street..
Providing childcare.
Allowing them a place to rest (permanently)
Access to Healthcare.
Construction projects (demolition)
Respecting American and British pacifist resisters (such as American Rachel Corrie)
And others.
And if you are not satisfied, now, with the truth the following pictures are war crimes as defined by the UN, The Hague and the Geneva Convention.
Using images of your enemy dead or alive (violation)
Human shields (violation)
Live Burial Torture (violation)
And as a last resort, Execution (violation)
These IDF soldiers have faces... I can clearly see them...Can't you? Why are they not being prosecuted? Because it is systematic process that is driven by the government designed to force the people of Palestine into exile so Israel can claim all the land and resources.
This where my American tax dollars are going, do you know where your tax dollars are at? TAKE THE TIME TO FIND THE TRUTH. So many lives depend on it. I, like so many Americans, am Caucasian, non-Arab, and religious. I can no longer sit back with good conscience and do nothing while my government is supporting the types of terrorist actions that we have condemned Muslim Fundamentalist for. Call your Congressman and Senator, send an email to the White House and demand that our government negotiate FAIRLY with both sides and bring a fair and just solution to Palestine and Israel .
Dia adalah Saudara Saya
Laporan Mochamad Elman Dari Teheran, Iran
TEHERAN - Diawali upacara militer yang berlangsung sederhana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diterima di Kantor Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad kemarin pukul 07.30 waktu setempat atau sekitar pukul 11.00 WIB.
Begitu turun dari mobil di halaman kantor, sebuah gedung dua lantai, SBY langsung dirangkul dan dicium kedua pipinya oleh Ahmadinejad. "Ini pagi yang indah, pertemuan ini diridai Allah subhana wataʼala," kata SBY kemudian diterjemahkan ke bahasa Iran oleh penerjemah yang berdiri di sampingnya.
Ahmadinejad yang memakai jas lengkap -minus dasi- tampak tersenyum. Keduanya berdiri di samping foto poster SBY ukuran besar yang dipasang di depan kantor kepresidenan. SBY dan Ahmadinejad yang bertubuh ramping itu lalu menaiki tangga kantor kepresidenan untuk melakukan pembicaraan empat mata.
Sambutan terhadap SBY benar-benar hangat. Sepanjang jalan menuju kantor kepresidenan, foto poster SBY terpampang di mana-mana. Jalanan Teheran sangat minim iklan komersial. Yang banyak justru foto pemimpin spritual dan revolusi Islam Iran almarhum Ayatollah Khomeini dan pemimpin spiritual (Supreme Leader) Ali Khamenei.
Namun, khusus menyambut SBY, foto ukuran besar itu sudah menyambut delegasi Indonesia saat tiba di Bandara Internasional Mehraba, Senin (10/3).
Agenda pertemuan SBY kemarin, selain membahas masalah politik dan keamanan internasional, juga membicarakan kerja sama ekonomi kedua negara. Delegasi presiden yang dibawa dalam kunjungan ke Iran, antara lain, Ny Hj Ani Bambang Yudhoyono, Mensesneg Hatta Radjasa, Menlu Hassan Wirajuda, Menperdag Marie Elka Pangestu, Menteri Agama Maftuh Basyuni, dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah Alwi Shihab. Dari kalangan pengusaha tampak antara lain Ketua Kadin Moh. S. Hidayat, Dirut PT Pertamina Ari Sumarno, serta Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Pada kunjungan SBY ke kantor kepresidenan kemarin, ibu negara Ani SBY tidak terlihat. Yang juga menarik, semua staf kepresidenan dan protokoler harus memakai busana longgar dan penutup kepala. Tak terkecuali Menteri Perdagangan Marie Pangestu yang tampak anggun dengan jarik batik, kebaya, kerudung merah muda.
Ahmadinejad terkesan sangat girang menyambut SBY. Boleh jadi itu terkait keputusan Indonesia mengambil sikap tidak mendukung (abstain) Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB yang memberi sanksi lebih berat untuk program nuklir Iran. Saat pengambilan suara di Dewan Keamanan Selasa (4/3), Indonesia menjadi lonely nation karena menjadi satu-satunya negara yang bersikap abstain. 14 negara lainnya mendukung resolusi.
Karena itu, saat dipertemukan dengan semua anggota delegasi, tak semua mendapat ciuman dari Ahmadinejad. Tapi, giliran Menlu Hassan dan Utusan Khusus Timur Tengah Alwi Shihab, keduanya dipeluk dan dihadiahi ciuman.
Perhatian terhadap kehadiran SBY sangat besar. Ini terlihat dari puluhan wartawan lokal dan internasional yang meliput. Pertemuan empat mata dan pembicaraan bilateral delegasi kedua negara berlangsung lumayan panjang, tiga jam lebih. Meski demikian, para wartawan itu terlihat dengan sabar menunggu. Ruang konferensi pers tak ada separonya Istana Merdeka, sehingga udara Teheran yang sebetulnya dingin jadi terasa gerah.
Kota Teheran sedang menyongsong musim semi. Pohon-pohon kebanyakan masih meranggas. Beberapa puncak gunung yang mengitari ibu kota Iran ini masih diselimuti salju.
Pada saat jumpa pers siangnya Ahmadinejad terang-terangan memuji sikap abstain Indonesia sebagai langkah yang bisa memengaruhi citra tentang Dewan Keamanan PBB. "Itu sikap yang adil," katanya.
Ahmadinejad yakin kehadiran Indonesia sebagai anggota tidak tetap di DK PBB bisa memengaruhi lembaga ini untuk menjaga perdamaian dunia. Sebagai negara
besar di Timur Tengah dan Asia Tenggara, mantan wali kota Teheran itu yakin Iran dan Indonesia bisa berperan dalam percaturan ekonomi serta mencari solusi bagi konflik di Palestina, Afghanistan, Iraq, dan lain-lain.
"Beliau adalah saudara saya," kata Ahmadinejad. Dia juga berjanji lebih banyak mengajak SBY membicarakan persoalan-persoalan kenegaraan bersama.
Usai jumpa pers, acara dilanjutkan jamuan santap siang. Ahmadinejad dan SBY lalu keluar dengan berjalan kaki dari kantor kepresidenan. Bak "saudara", keduanya saling menebar senyum dan lambaian tangan kepada para wartawan.
Jarak ke tempat makan siang itu sekitar 100 meter dari kantor presiden. Di luar dugaan, saat pintu gerbang kantor kepresidenan dibuka, beberapa gadis SD yang masih membawa tas sekolah mencegat SBY dan Ahmadinejad. Mereka berceloteh bareng dalam bahasa Iran. Rupanya, rombongan bocah itu ingin mengajak tamu negara Iran dan minta tanda tangan. SBY benar-benar sedang punya banyak fans di Iran. (*/kim)
Thursday, January 24, 2008
O' Muhammadku....
Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rinduku naik kapal Nabi Nuh
Jika adalah rinduku yang tertahan
Adalah rinduku memegang tongkat Nabi Musa
Dari seribu kerinduan
Berapakah kiranya yang dikau berikan?
Dari sepuluh kerinduan
Berilah rindu yang amat bersangatan
Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rinduku terhadap Nabi Ayyub
Jika adalah rindu yang tak tertahan
Rinduku mendengar merdu Nabi Daud
Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rindu bersalam Nabi Khidir
Jika adalah rindu yang bersangatan
Adalah rinduku syafaat Nabi Muhammad
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku!!!
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan lembut wibawamu...
Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu menghibur suaramu
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku…
Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur ke sana kemari
Mencari mangsa memakan kurban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu,
O’ Muhammadku, O’ Muhammadku...
Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Quran dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku...
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku...
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak ummatmu
O’ Muhammadku, shalawat dan salam bagimu
Bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkakan yang telah tergayakan?
Bagaimana memerangi umat sendiri?
O’ Muhammadku
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu...
Adalah rinduku naik kapal Nabi Nuh
Jika adalah rinduku yang tertahan
Adalah rinduku memegang tongkat Nabi Musa
Dari seribu kerinduan
Berapakah kiranya yang dikau berikan?
Dari sepuluh kerinduan
Berilah rindu yang amat bersangatan
Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rinduku terhadap Nabi Ayyub
Jika adalah rindu yang tak tertahan
Rinduku mendengar merdu Nabi Daud
Jika adalah rindu yang tak lepas
Adalah rindu bersalam Nabi Khidir
Jika adalah rindu yang bersangatan
Adalah rinduku syafaat Nabi Muhammad
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku!!!
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan lembut wibawamu...
Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu menghibur suaramu
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku…
Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur ke sana kemari
Mencari mangsa memakan kurban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu,
O’ Muhammadku, O’ Muhammadku...
Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Quran dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku...
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku...
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak ummatmu
O’ Muhammadku, shalawat dan salam bagimu
Bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkakan yang telah tergayakan?
Bagaimana memerangi umat sendiri?
O’ Muhammadku
Aku merindukanmu, O’ Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu...
Ketika Tangan dan Kaki Bicara
Penyair Taufiq Ismail menulis sebuah artikel tentang Krismansyah Rahadi atau yang akrab dipanggil dengan Chrisye (1949-2007) di majalah sastra HORISON.
Krismansyah Rahadi (1949-2007): KETIKA MULUT, TAK LAGI BERKATA.
oleh: TAUFIQ ISMAIL
Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, "Bang, saya punya
sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas… Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?"
Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.
Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan.
Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya, macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu. Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin.
Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy syaithonirrojim.
"Alyauma nakhtimu 'alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun" saya berhenti.
Maknanya, "Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan."
Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke lirik-lirik lagu tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai.
Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut.
Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye, Sebuah Memoar Musikal,
2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye: Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan.
Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi.
Menangis lagi. Yanti (istri Chrisye) sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa takberdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya.
"Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65..." kata Taufiq.
Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.
Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!
Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya. Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.
Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benarbenar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman
batin saya yang paling dalam selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna
Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis, menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu
tersebut.
* * *
Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya.
Chrisye terkejut. " Kenapa Bang, kurang?"
Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. "Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun ' kan?"
Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye
senang, saya pun senang.
* * *
Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat.
Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem.
Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya.
Amin.
#
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lirik : Taufiq Ismail
Lagu : Chrisye
Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja
dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya.... sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina (1997).
[undzurilaina]
Krismansyah Rahadi (1949-2007): KETIKA MULUT, TAK LAGI BERKATA.
oleh: TAUFIQ ISMAIL
Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, "Bang, saya punya
sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas… Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?"
Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.
Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan.
Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya, macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu. Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin.
Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy syaithonirrojim.
"Alyauma nakhtimu 'alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun" saya berhenti.
Maknanya, "Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan."
Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke lirik-lirik lagu tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai.
Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut.
Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye, Sebuah Memoar Musikal,
2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye: Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan.
Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi.
Menangis lagi. Yanti (istri Chrisye) sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa takberdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya.
"Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65..." kata Taufiq.
Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.
Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!
Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya. Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.
Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benarbenar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman
batin saya yang paling dalam selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna
Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis, menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu
tersebut.
* * *
Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya.
Chrisye terkejut. " Kenapa Bang, kurang?"
Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. "Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun ' kan?"
Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye
senang, saya pun senang.
* * *
Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat.
Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem.
Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya.
Amin.
#
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lirik : Taufiq Ismail
Lagu : Chrisye
Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja
dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya.... sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina (1997).
[undzurilaina]
Monday, January 21, 2008
Value, Risk, dan Hamba Allah
Sebilah pisau umumnya dibuat dengan tujuan untuk memotong daging, buah, sayur dan sejenisnya. Sebuah pensil dibuat dengan tujuan untuk menulis dan menggambar. Mobil dibuat dengan tujuan untuk membuat orang dapat melakukan perjalanan dengan cepat dan nyaman. Teknologi diterapkan di sebuah perusahaan untuk mendukung perusahaan dalam mencapai objektif dan strategi bisnisnya.
Memotong dan menulis itu adalah nilai (value) dari pisau dan pensil. Melakukan perjalanan dengan cepat dan nyaman adalah nilai (value) dari sebuah mobil. Mendukung pencapaian objektif bisnis adalah nilai (value) dari sebuah solusi Teknologi. Semakin sesuai sebuah produk dengan tujuannya maka akan semakin tinggi pula nilainya.
Kemudian kalau kita bertanya mungkinkah produk-produk tersebut tidak mencapai tujuannya, atau bahkan melenceng jauh dan bertolak belakang dengan tujuan pembuatannya? Mungkinkah sebuah pisau yang dibuat dengan tujuan untuk memotong buah dan sayur malah digunakan untuk membunuh orang? Mungkinkah sebuah pensil yang dibuat untuk menulis, malah digunakan untuk menyolok mata temannya oleh seorang anak? Mungkinkah TI yang diterapkan dengan tujuan untuk mendukung pencapaian objektif bisnis malah disalah gunakan oleh sebagian orang untuk melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dan/atau bahkan membahayakan perusahaan seperti manipulasi data, hacking, dll?
Bukankah itu semua sangat mungkin terjadi? Hal-hal tersebut diatas biasanya disebut sebagai resiko (risk) dari produk-produk tersebut. Adalah tugas penggunanya untuk menjaga dan memelihara agar produk-produk tersebut digunakan sesuai petunjuk pembuatnya sehingga kemudian dapat mencapai tujuan pembuatan / penerapannya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.٭
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. 3:190-191)
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik (QS. 15:85)
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.(QS. 21:16)
Segala sesuatu diciptakan oleh Allah SWT tidaklah sia-sia. Allah SWT pasti memiliki tujuan. Allah menciptakan manusia, matahari, bulan, gunung-gunung, tumbuhan, binatang, batu, tanah, angin, dll masing-masing dengan tujuan penciptaannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS. 51:56)
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi...(QS. 35:39)
Manusia diciptakan tidak lain untuk mengabdi kepada-Nya. Manusia ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi salah satunya berkewajiban untuk menjaga dan memelihara semua ciptaan Allah yang ada di bumi agar mencapai tujuan penciptaannya. Aturan-aturan yang dibuat oleh Allah juga memiliki tujuan tertentu yang dicanangkan-Nya. Allah menjelaskan apa yang ada di setiap perintah dan larangan-Nya. Nilai dari setiap apa yang kita lakukan itu akan bergantung pada kesesuaian kita dalam mewujudkan tujuan aturan-aturan tsb. Nilai amalan yg kita lakukan akan semakin rendah ketika kita menjauh dari tujuan pembuatan aturan2 tsb.
”Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.29:45)
”...sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku” (QS. 20:14)
Ayat2 di atas menjelaskan diantara tujuan (nilai) dari perintah Sholat. Tapi apakah semua orang yang melakukan sholat akan mencapai tujuan yang diinginkan oleh Allah? Mari kita perhatikan ayat berikut:
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. 4:142)
Ayat di atas mengemukakan bahwa aturan Sholat yang memiliki tujuan dan nilai luhur disalah gunakan oleh orang munafik untuk tujuan-tujuan lain. Di ayat lain (surat al-Ma’un) Allah mengecam orang-orang yang melakukan sholat tapi lalai (terhadap nilai-nilai sholat).
Allah SWT juga mensyariatkan pernikahan pada manusia. Dalam perintah nikah tsb terkandung nilai-nilai yang luhur seperti salah satunya dijelaskan pada ayat berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Namun demikian apakah setiap orang yang melakukan nikah memiliki tujuan yang mulia sesuai dengan nilai-nilai luhur yang disyariatkan-Nya?
Ternyata tidak! Apa yang akan kita katakan ketika membaca berita bertajuk ”Fenomena ’Sabtu Kawin Minggu Cerai’ Pengungsi Irak”, atau fenomena ”Wisman timteng yang nikah di Puncak”, yang kemudian ditinggal balik ke negaranya setelah meninggalkan sejumlah uang, atau fenomena orang yang nikah beberapa hari kemudian cerai dengan maksud untuk mendapatkan harta ”gono-gini”, popularitas, kedudukan atau hal-hal lain?, dst, dst...
Kemudian kita dapat bertanya, Apakah pernikahan-pernikahan mereka itu sah secara hukum? Sepertinya, Iya!
Lantas kenapa jauh dari NILAI pernikahan yang dikehendaki-Nya? Menurut saya, setiap perintah itu juga mengandung ”resiko” yang harus kita kelola dengan baik. Tugas kita sebagai pengguna syariat adalah menjaga agar nilai-nilai pernikahan itu lah yang terjadi, dan resikonya minimal.
Menurut yang saya pahami, dalam menjalani kehidupan ini kita akan selalu dihadapkan pada ”nilai” (value) dan ”resiko” (risk). Tugas kita adalah menjaga dan meningkatkan value dan me-manage resiko (karena menghilangkan resiko sama sekali nyaris mustahil). Kata junjunganku SAW, manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat (memberikan value) untuk selainnya.
Saya punya keyakinan bahwa proses mengelola “value” dan “risk” ini bukanlah sebuah one-cycle process yang langsung sempurna dalam sekali putaran. Tapi ia adalah sebuah proses kontinu untuk selalu melakukan perbaikan dari waktu ke waktu (continous improvement). Semakin baik kita mengelola “value” dan “risk” ini maka akan semakin tinggi tingkat keberagamaan kita. Dan titik akhir dari proses tersebut adalah tujuan penciptaan kita semua, yaitu menjadi hamba Allah, Abdullah. [undzurilaina]
Memotong dan menulis itu adalah nilai (value) dari pisau dan pensil. Melakukan perjalanan dengan cepat dan nyaman adalah nilai (value) dari sebuah mobil. Mendukung pencapaian objektif bisnis adalah nilai (value) dari sebuah solusi Teknologi. Semakin sesuai sebuah produk dengan tujuannya maka akan semakin tinggi pula nilainya.
Kemudian kalau kita bertanya mungkinkah produk-produk tersebut tidak mencapai tujuannya, atau bahkan melenceng jauh dan bertolak belakang dengan tujuan pembuatannya? Mungkinkah sebuah pisau yang dibuat dengan tujuan untuk memotong buah dan sayur malah digunakan untuk membunuh orang? Mungkinkah sebuah pensil yang dibuat untuk menulis, malah digunakan untuk menyolok mata temannya oleh seorang anak? Mungkinkah TI yang diterapkan dengan tujuan untuk mendukung pencapaian objektif bisnis malah disalah gunakan oleh sebagian orang untuk melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dan/atau bahkan membahayakan perusahaan seperti manipulasi data, hacking, dll?
Bukankah itu semua sangat mungkin terjadi? Hal-hal tersebut diatas biasanya disebut sebagai resiko (risk) dari produk-produk tersebut. Adalah tugas penggunanya untuk menjaga dan memelihara agar produk-produk tersebut digunakan sesuai petunjuk pembuatnya sehingga kemudian dapat mencapai tujuan pembuatan / penerapannya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.٭
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. 3:190-191)
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik (QS. 15:85)
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.(QS. 21:16)
Segala sesuatu diciptakan oleh Allah SWT tidaklah sia-sia. Allah SWT pasti memiliki tujuan. Allah menciptakan manusia, matahari, bulan, gunung-gunung, tumbuhan, binatang, batu, tanah, angin, dll masing-masing dengan tujuan penciptaannya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS. 51:56)
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi...(QS. 35:39)
Manusia diciptakan tidak lain untuk mengabdi kepada-Nya. Manusia ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi salah satunya berkewajiban untuk menjaga dan memelihara semua ciptaan Allah yang ada di bumi agar mencapai tujuan penciptaannya. Aturan-aturan yang dibuat oleh Allah juga memiliki tujuan tertentu yang dicanangkan-Nya. Allah menjelaskan apa yang ada di setiap perintah dan larangan-Nya. Nilai dari setiap apa yang kita lakukan itu akan bergantung pada kesesuaian kita dalam mewujudkan tujuan aturan-aturan tsb. Nilai amalan yg kita lakukan akan semakin rendah ketika kita menjauh dari tujuan pembuatan aturan2 tsb.
”Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.29:45)
”...sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku” (QS. 20:14)
Ayat2 di atas menjelaskan diantara tujuan (nilai) dari perintah Sholat. Tapi apakah semua orang yang melakukan sholat akan mencapai tujuan yang diinginkan oleh Allah? Mari kita perhatikan ayat berikut:
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. 4:142)
Ayat di atas mengemukakan bahwa aturan Sholat yang memiliki tujuan dan nilai luhur disalah gunakan oleh orang munafik untuk tujuan-tujuan lain. Di ayat lain (surat al-Ma’un) Allah mengecam orang-orang yang melakukan sholat tapi lalai (terhadap nilai-nilai sholat).
Allah SWT juga mensyariatkan pernikahan pada manusia. Dalam perintah nikah tsb terkandung nilai-nilai yang luhur seperti salah satunya dijelaskan pada ayat berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Namun demikian apakah setiap orang yang melakukan nikah memiliki tujuan yang mulia sesuai dengan nilai-nilai luhur yang disyariatkan-Nya?
Ternyata tidak! Apa yang akan kita katakan ketika membaca berita bertajuk ”Fenomena ’Sabtu Kawin Minggu Cerai’ Pengungsi Irak”, atau fenomena ”Wisman timteng yang nikah di Puncak”, yang kemudian ditinggal balik ke negaranya setelah meninggalkan sejumlah uang, atau fenomena orang yang nikah beberapa hari kemudian cerai dengan maksud untuk mendapatkan harta ”gono-gini”, popularitas, kedudukan atau hal-hal lain?, dst, dst...
Kemudian kita dapat bertanya, Apakah pernikahan-pernikahan mereka itu sah secara hukum? Sepertinya, Iya!
Lantas kenapa jauh dari NILAI pernikahan yang dikehendaki-Nya? Menurut saya, setiap perintah itu juga mengandung ”resiko” yang harus kita kelola dengan baik. Tugas kita sebagai pengguna syariat adalah menjaga agar nilai-nilai pernikahan itu lah yang terjadi, dan resikonya minimal.
Menurut yang saya pahami, dalam menjalani kehidupan ini kita akan selalu dihadapkan pada ”nilai” (value) dan ”resiko” (risk). Tugas kita adalah menjaga dan meningkatkan value dan me-manage resiko (karena menghilangkan resiko sama sekali nyaris mustahil). Kata junjunganku SAW, manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat (memberikan value) untuk selainnya.
Saya punya keyakinan bahwa proses mengelola “value” dan “risk” ini bukanlah sebuah one-cycle process yang langsung sempurna dalam sekali putaran. Tapi ia adalah sebuah proses kontinu untuk selalu melakukan perbaikan dari waktu ke waktu (continous improvement). Semakin baik kita mengelola “value” dan “risk” ini maka akan semakin tinggi tingkat keberagamaan kita. Dan titik akhir dari proses tersebut adalah tujuan penciptaan kita semua, yaitu menjadi hamba Allah, Abdullah. [undzurilaina]
Subscribe to:
Posts (Atom)