Friday, May 4, 2007

Pak Amir dan Bule Prancis

Minggu yang lalu saya silaturahmi ke rumah salah seorang tetangga, sebut saja namanya pak Amir. Ada sebuah cerita menarik yang disampaikan oleh pak Amir tadi. Pak Amir ini cerita kalau dia pernah dapat tamu di kantornya sepasang suami istri, bule Prancis. Tidak seperti penampilan bule-bule yg biasanya, bule tersebut katanya berpakaian ala sebuah kelompok muslim yang pernah dilarang di Malaysia dan juga Indonesia. Tahu kan? Jadi mereka yang laki pakai jubah lengkap dengan sorban/penutup kepala yang khas Arab. Sementara yang perempuan pakai baju kurung, jilbab dan cadar penutup muka. Merasa penasaran, pak Amir ini terus nanya ke bule itu:

Pak Amir: “Mister, kenapa atau apa alasan Anda mengenakan pakaian seperti ini?”.

Bule: “Pak Amir, saya ini lahir dari keluarga Muslim. Ayah ibu saya itu seorang muslim di Prancis sana. Tapi kehidupan muslim di sana jauh dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri.”

Pak Amir: “Maksud mister gimana?”

Bule: “Saya dan keluarga sudah sangat terbiasa untuk minum minuman keras walaupun itu dilarang oleh Islam. Sehingga adalah sesuatu yang sudah sangat biasa sekali kalau ada minuman keras di hidangan-hidangan di rumah saya. Bahkan sudah seperti refleks, kalau di jalan ketemu ada kedai minuman, saya langsung mampir dan minum-minum disitu..”


Pak Amir: “Oya, terus..? (sambil sedikit mengernyitkan dahi)”

Bule: “Pak Amir, jadi kalau saya berpakaian seperti yang Bapak pakai sekarang ini, alias pakain biasa, maka refleks saya akan langsung “aktif” begitu ketemu kedai minuman di jalan. Nah, dengan berpakaian seperti ini, saya dapat memproteksi diri saya, Pak. Malu dong, kalau saya yang berpakaian seperti ini kok bertindak yang nggak bener”

Pak Amir: “Hmmm…gitu ya, Mister (sambil mengangguk-angguk)? Saya hampir salah dalam menilai Anda.“


Well, terlepas dari benar salahnya, setuju atau tidaknya berpakaian begitu, pepatah “Don’t Judge the Book from its cover” tepat untuk diterapkan disini. Sering kali kita melakukan generalisasi demi generalisasi yang terburu-buru. Sehingga dengan bekal generalisasi tersebut kemudian kita gunakan untuk menyerang kelompok-kelompok yang berseberangan pendapat dengan kita. Kita sering susah sekali untuk menerima perbedaan. Padahal panutan kita semua, penghulu para rasul SAW, bilang kalau perbedaan di kalangan umatku itu adalah Rahmat. Berarti kita susah sekali untuk menerima Rahmat ya? Oh...Pantesaaaan...!!

3 comments:

  1. salam
    setuju sekali

    ReplyDelete
  2. Salam Alaykum,
    Terima kasih atas pendapatnya. Kadang tanpa disadari kita terlalu mudah untuk men-judge seseorang dng hanya melihat penampilan atau 1-2 pendapatnya saja. Jadi alih2 menjadikan perbedaan sebagai rahmat untuk menambah wawasan, justru menjadikannya Bencana.

    Salam kenal.

    ReplyDelete
  3. hehehe..nama samarannya 'Pa Amir' mulu nih..
    tapi bagus ceritanya..

    ReplyDelete