Sebagai pengusaha yang cukup sukses, Fred terhitung sangat sibuk sehingga praktis tidak punya waktu yang cukup untuk merawat pekarangannya. Oleh karena itu dia minta ke temannya yang konsultan pertamanan itu agar menciptakan taman yang sedemikian rupa shg hanya butuh sesedikit mungkin perawatan. Antara lain dia minta ada alat penyiram otomatis dan peralatan otomtatis lain yang memungkinkan semuanya jalan sendiri tanpa perawatan. Pendek kata, yang dia fikirkan adalah bagaimana caranya punya taman yang indah tanpa perawatan.
Setelah mendengarkan dengan seksama ocehan Fred tentang spesifikasi kebutuhan tamannya itu, Akhirnya sang konsultan itu kemudian berkomentar, “Fred, saya dapat memahami apa yang kau katakan. Tetapi ada satu hal yang perlu kau pahami sebelum kita melangkah lebih jauh: Bila tak ada tukang taman, tak ada taman!”
Mungkin banyak diantara kita yang bermimpi untuk mengandalkan taman (baca: bisnis, organisasi, keluarga, hidup...) pada sesuatu yang bersifat otomatis dan instan. Kemudian berharap munculnya hasil akhir yang dahsyat.
Tetapi kehidupan tidaklah berjalan seperti itu. Kita tidak dapat begitu saja menyebar sedikit benih, lalu pergi, dan melakukan apa pun yg kita mau, kemudian berharap bahwa di kemudian hari ketika kembali, kita menemukan kebun yang indah dan tumbuh subur, siap untuk menghasilkan panen buah dan sayur2an untuk memenuhi keranjang kita. Kenyataannya tidak demikian. Kita harus menyiram, memelihara, dan menyiangi secara berkala, kalau kita berharap dapat menikmati hasil panennya.
Bagaimanapun setiap usaha akan memberi hasil. Segala sesuatu akan tumbuh. Tetapi tanah itu akan menjadi kebun yang indah atau semak belukar perbedaannya ditentukan oleh keterlibatan dan kelalaian kita sebagai tukang kebun atau tukang taman.
Catatan sederhana ini saya tulis diilhami oleh sebuah pembicaraan dengan seorang teman beberapa hari lalu, yang mengklaim bahwa buah jagung yang didapat saat ini adalah dari benih padi yang dia dulu pernah tinggalkan dengan keterlibatan seadanya dalam memeliharanya. Oleh karena itu buah jagung itu adalah miliknya, katanya.
Saya tidak mau membiasakan diri untuk bermain klaim. Saya hanya berusaha melakukan apa yang dimintakan oleh si pemilik lahan saja. Saya bukan mbok Minah yang mengambil 3 kakao untuk bibit dari lahan orang. Saya juga tidak berniat melupakan ada kontribusi teman. Menurut saya, apa yang dituai mesti sesuai dengan kontribusinya.
Tapi ala kulli hal, saya juga tidak mau ngotot untuk berebut buah itu dengan mengorbankan kotornya hati ini. Jika Anda berniat untuk bekerja sama, mari kita kerja sama dan menuai hasilnya bersama sesuai dengan kontribusi kita masing-masing. Jika anda menuntut yang lebih dari kontribusi Anda, silahkan Anda kerjakan sendiri. Jika anda memilih untuk keras, mari kita tanyakan kepada pemilik lahan.
Kalau boleh memilih dan kalau ini merupakan tindakan yang bertanggung-jawab, sebenarnya saya mungkin akan lebih memilih untuk mencari lahan lain untuk saya tanam, pelihara dan tuai hasilnya nanti. Bukankah Allah mengatakan bahwa bumi-Nya ini sangat luas, Kawan?
Haihat..Haihata min ad-dzillah! Pantang Hina!