Friday, June 29, 2007

Hakikat Ibadah dalam Islam

Hakikat Ibadah dalam Islam[1]
Di saat memperhatikan berbagai ibadah ritual yang diperintahkan lewat wahyu, kita mendapati pelaksanaannya dalam sehari semalam tidak memakan waktu lebih daripada setengah jam. Begitu juga pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan itu tak lebih daripada satu atau dua halaman buku. Waktu selebihnya begitu banyak sehingga memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memahami kehidupan ini, menemukan potensi-potensi dalam diri kita maupun yang terpendam di alam sekitar, yang seharusnya dapat digunakan secara sebagian atau keseluruhan demi melayani kepentingan agama (dan umatnya).

Harus dipahami bahwa semua upaya dan energi yang ditujukan untuk semua itu, dalam syariat disebut: amal shaleh, atau jihad yang direstui, atau penambah keimanan yang menghasilkan keridhaan Allah swt., seperti dalam firman-Nya Barang siapa berbuat amal shaleh, sedangkan ia beriman, maka takkan disia-siakan upayanya itu, dan Kami pasti akan mencatatnya …(S.Al-Anbiayaa: 94).

Sungguh mustahil membangun sebuah masyarakat yang sukses dalam melaksanakan misinya, sepanjang pribadi-pribadi mereka tidak berilmu-pengetahuan ttg dunia, bahkan dalam keadaan lemah dalam hidupnya. Amal-amal shaleh yang dituntut dari mereka pada hakikatnya termasuk yang dihasilkan oleh cangkul si petani, jarum si penjahit, pena si penulis dan botol-botol si ahli farmasi. Amal2 shaleh itu juga yang dilakukan oleh si penyelam di dalam lautan, si penerbang dalam pesawat terbangnya, si peneliti dalam laboratoriumnya dan si akuntan dalam pembukuannya. Setiap Muslim, yang bertanggungjawab atas risalah yang diembannya, melakukan apa saja sambil menjadikannya sebagai pembelaan terhadap (Agama) Tuhannya dan penegakan kalimat-Nya.

Kegagalan terbesar yang menimpa kita dan harus kita bayar dengan harga amat mahal adalah ketika kita kalah dalam berbagai segi kehidupan, sementara kita, di saat yang sama, mengira bahwa pahala-pahala Allah telah kita raih dengan beberapa kata (zikir) yang kita ucapkan dan berbagai ritual tambahan yang kita ada-adakan.

Bayangkan seorang tokoh berhasil meraih kedudukan sebagai pemimpin di suatu negeri, lalu ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Di hadapan kalian ada berbagai lembaga kenegaraan yang harus kalian kelola dengan baik, demi membuktikan kemampuan kalian dan pencapaian sasaran kalian!” Namun orang-orang itu menelantarkan lembaga-lembaga tersebut, dan sebagai gantinya, mereka berkumpul pada waktu-waktu tertentu di depan istana, untuk mengelu-elukan Sang Pemimpin dan meneriakkan namanya secara berulang-ulang!

Sungguh, sekiranya Sang Pemimpin mengusir mereka dari halaman istananya, ia tidak bisa disebut telah menzalimi mereka. Bahkan sekiranya ia memerintahkan para pengawal agar memukuli mereka, ia tidak bisa disebut telah menzalimi mereka. Sebab mereka adalah para perusak, bukan pengikut yang setia!

Sejak waktu cukup lama, terdapat kelompok-kelompok ahli ibadah yang membatasi ibadah mereka hanya dalam bentuk salawat-salawat dan zikir semata-mata. Mereka mengulang-ulang kebiasaan seperti itu secara terus-menerus, sambil mengira bahwa bangsa-bangsa dapat ditegakkan dengan berbagai gumam dan komat-kamit, tanpa kerja keras dan nyata dalam membangun umat. Kalau begitu, siapa gerangan yang akan membela Allah dan Rasul-Nya? Mereka itu sepertinya itu tidak mengetahui sedikit pun tentang besi, tungku-tungkunya dan pabrik-pabrik yang berkaitan dengan besi. Sedangkan Allah swt berfirman dalam Kitab-Nya: Telah Kami turunkan (logam) besi yang mengandung kekuatan sangat besar dan di dalamnya terdapat amat banyak manfaat bagi manusia. Dan agar Allah mengetahui siapa gerangan yang benar-benar membela Allah dan rasul-rasul-Nya … (QS Al-Hadiid: 25).

Ada puluhan jenis industri, untuk sipil dan militer, yang berkaitan dengan minyak dan cara-cara mengeksploitasinya serta pemanfaatan industri-industri sampingannya. Kita (kaum Muslim) tidak cukup mengetahui tentangnya. Dapatkah akidah tauhid kita dilayani secara baik dengan kelemahan dan kebodohan yang hina seperti ini?? (Ingat Aramco, perusahaan minyak Amerika, di Saudi Arabia; atau Freeport, Blok Cepu dll di Indonesia—pent.)

Seandainya dikatakan kepada segala suatu di negeri-negeri Muslim: “Kembalilah ke negeri asalmu!” sungguh saya khawatir rakyat di negeri-negeri ini akan berjalan dalam keadaan tubuh dan kaki telanjang. Karena mereka takkan menjumpai lagi sesuatu, buatan tangan mereka sendiri, yang dapat mereka pakai sebagai penutup tubuh atau kaki-kaki mereka, atau sesuatu yang dapat mereka kendarai atau menerangi rumah-rumah mereka! Bahkan saya khawatir mereka akan ditimpa kelaparan, mengingat negeri-negeri mereka tidak mampu berswasembada di bidang pangan mereka!

Allah swt sungguh takkan menerima cara melaksanakan agama yang mirip dengan kelumpuhan aneh seperti ini. Sungguh saya tidak tahu, bagaimana kita mengklaim diri kita beriman dan berjihad, sementara kita masih menderita penyakit kekanak-kanakan yang menyebabkan orang-orang lain memberi kita makanan dan obat2an. Dan kadang-kadang senjata, di saat-saat mereka mau???

Ini adalah sikap kekanak-kanakan yang mengundang para pengasuh yang berkuasa penuh atas mereka. Bicara tentang penyuksesan misi kita, sementara kita masih dalam keadaan seperti ini, benar-benar adalah omong kosong dan mendatangkan ejekan dan cemoohan. Mana mungkin kanak-kanak mampu memikul tugas-tugas para pejuang besar?

Sering kali saya memerhatikan sikap banyak pemuda yang bersemangat untuk melayani agama mereka. Akan tetapi betapa dalam kekecewaan saya ketika melihat kekeliruan besar yang menghinggapi pikiran mereka seperti yang mereka warisi dari generasi-generasi sebelum mereka. 

Mereka tidak menganggap keringat yang mengucur akibat penelitian tentang minyak, atau kotornya wajah akibat bekerja di belakang mesin-mesin sebagai bagian dari jihad. Sebab jihad, dalam bayangan mereka, hanyalah dalam bentuk membaca wirid-wirid dan sebagainya, seraya mengulang-ulangnya sepanjang ada waktu untuknya.

Pernah saya menyaksikan seorang ahli farmasi sangat menyibukkan diri dalam membahas dan meneliti tentang hukum shalat Tahiyyat al-Masjid di tengah-tengah berlangsungnya khutbah Jum`at (apakah hal itu sunnah atau tidak?) dengan mentarjihkan suatu mazhab di atas mazhab lainnya. Saya berkata kepanya, “Mengapa Anda tidak berupaya memenangkan Islam justru di bidang yang Anda kuasai dan meninggalkan masalah ini untuk para ahlinya?”
Islam jauh ketinggalan di bidang industri obat-obatan. Dan sekiranya musuh-musuh berencana meracuni umat Islam, niscaya mereka akan berhasil, sementara kalian tidak akan mampu melawan mereka! Tidakkah lebih baik bagi Anda dan teman-teman Anda untuk melakukan sesuatu di bidang seperti ini, ketimbang memperbandingkan antara pendapat Syafi`i dan Malik??

Seorang mahasiswa di jurusan kimia menanyakan kepada saya tentang suatu masalah berbelit-belit di bidang ilmu’l-kalam. Saya berkata kepada diri sendiri, “Hadiah Nobel tahun ini dibagikan kepada beberapa ahli kimia, tak seorang Muslim pun ada di antara mereka. Padahal kebutuhan kaum Muslim untuk mendalami bidang ini amat mendesak! Seperti yang pernah saya kisahkan dalam salah satu buku saya, bagaimana tentara Rusia meluluhlantakkan sekelompok pejuang Afghanistan dengan cara menghantam mereka dengan senjata-senjata kimia. Para korban hilang dalam kesunyian, sementara kaum Muslimin lainnya di negara-negara mereka masing-masing mendengar berita tersebut, tapi semua tak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk menolong saudara-saudara mereka.[undzurilaina]



[1] Diterjemahkan oleh ust. Muhammad Baqir dari buku Musykilat fi at-Thariq al-Hayah al-Islamiyah karya Syaikh Muhammad Al-Ghazali

No comments:

Post a Comment