Monday, August 20, 2007

Siapa sih yang bikin Matahari?

Siang itu, hari Ahad ...Februari ...., matahari tepat di atas kepala. Teriknya tak tertahankan. Selesai belanja bulanan ala kadarnya kami sekeluarga naik angkot pulang ke rumah. Di dalam sempitnya angkot dan di bawah kap mobil yang hampir menempel di kepala kami, kami terasa masuk dalam oven.

Segera saja, seluruh tubuh bermandikan keringat. Untuk sekedar mengusir kegelisahan isteri dan anak-anakku, aku coba bercanda. Namun rasa gerah tampaknya membuat mereka malas bereaksi. Malah anak tertuaku , Fatimah -- yang waktu itu berumur 8 tahun -- dengan nada protes bertanya ketus:

"Bi, siapa sih yang membuat matahari?"

Aku sempat terhenyak sebentar, lalu mencoba menjawab :

”Tuhan, Fatimah.Tuhanlah yang membuat matahari."

"Kenapa Tuhan membuat matahari? 'Kan sekarang kita jadi kepanasan”, kata Fatimah masih protes.

"Habis, kalau Tuhan nggak membuat matahari, nanti gelap terus, dong? 'Kan matahari itu seperti lampu", jawabku lagi.

Fatimah terdiam, seperti sedang memikirkan jawabanku. Aku pun melanjutkan :

"Kalau sore, matahari 'kan tenggelam. Jadinya gelap semua. Nah, kalau nggak ada matahari, setiap waktu dunia kita gelap."

"Wah, iya, ya? Kalau gelap terus, kapan Fatimah bisa main, ya? Fatimah harus di rumah terus jadinya," katanya sambil terus berfikir.

Belum lagi aku merasa "terselamatkan", anakku ini sudah nerocos lagi.

"Tapi, kenapa Tuhan mesti membuat matahari yang panas sekali?"

Lagi-lagi pertanyaannya membuatku harus berfikir.

"Lampu 'kan memang panas. Coba Fatimah perhatikan, kalau malam hari 'kan lampu-lampu di rumah kita nyalakan. Nah, lampu yang nyala mesti panas. Kalau nggak panas nggak bisa nyala".

”Iya, ya, Bi? Tapi Fatimah nggak berani pegang lampu yang nyala. Soalnya panas!"

"Iya, jangan!" Aku melanjutkan: "Sama seperti lampu di rumah kita, kalau matahari nggak panas, nanti nggak bisa nyala, dong. Atau, kalau nyala, nyalanya nggak terang. Makin panas, nyalanya matahari juga makin terang. Kalau lagi mendung, memang mataharinya nggak panas. Tapi 'kan nyalanya juga nggak terang?"

"Iya, ya, Bi. Kalau gitu kita mesti terima kasih sama Tuhan. Kalau Tuhan nggak bikin matahari yang panas, kita semua jadi susah, ya? Fatimah juga nggak bisa main-main sama temen-temen sepulang sekolaah. Sedih, deh, Fatimah."

Mendengar jawaban anakku, terasa segala ketidaknyamanan rasa panas dan gerah, serta keringat yang bercucuran itu seperti sirna seketika. [undzurilaina]

(diambil dengan penyuntingan seperlunya dari kisah nyata dialog seorang teman di Palembang dengan anaknya)

No comments:

Post a Comment